RSKD Butuh Perawat COVID-19, Digaji Rp 17 Juta

Jumat 29-01-2021,20:31 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal

Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Rencana Rumah Sakit Kanujoso Djatiwibowo (RSKD) Balikpapan menambah ruang untuk pasien COVID-19 sudah disetujui Gubernur Kaltim Isran Noor. Namun hingga saat ini masih kekurangan tenaga kesehatan (nakes) untuk melengkapi penambahan ruang tersebut.

Isran Noor menginstruksikan RSKD untuk mem-backup semua kasus COVID-19 yang ada di Balikpapan dan di sekitarnya. Jadi, RSKD menambah sekitar 40 tempat tidur baru yang dilakukan secara bertahap. "Minimal ini 20 bed kita siapkan dengan fasilitas ventilator lengkap. Nanti kita lihat perkembangan. Kita siap mengembangkan sampai 40 bed," ujar Dirut RSKD Edy Iskandar, saat ditemui usai mengikuti kegiatan pencanangan vaksinasi, di Pemkot Balikpapan, Jumat (29/1/2021). Sementara ruang dan fasilitasnya menggunakan ruang yang belum terpakai, yakni ruang untuk pelayanan penyakit kanker. Edy menyebut, pihaknya perlu menambah nakes untuk memmenuhi penambahan fasilitas tersebut. "Nakes di Kanujoso saat ini yang bergerak untuk perawatan covid ini sekitar 450 orang. Sekarang sedang berjalan juga vaksinasi untuk mereka," katanya. Ia menyebut pihaknya sudah membuka lowongan pekerjaan untuk memenuhi kuota nakes yang sudah ada. Prosesnya baru sampai perekrutan. Belum mencukupi. Lantaran pendaftaran masih sepi peminat. "Dokter kita perlu 4 orang, perawat kita butuh 60 orang," ujarnya. Ia menerangkan, untuk gaji perawat pasien COVID-19 cukup besar. "Bisa dapat sampai Rp 17 juta," katanya. Nilai itu akumulasi dari gaji, honor, insentif dari Kemenkes. "Insentif perawat itu sekitar Rp 7 juta, insentif dari Pemprov Kaltim itu sekitar Rp 4 juta. Gajinya honor perawat itu sekitar Rp 3 juta, itu yang kita tawarkan," katanya. Sementara gaji untuk dokter khusus menangani pasien COVID-19, kata Edy, bisa mencapai Rp 20 juta setiap bulan. "Mungkin yang daftar pada takut. Memang untuk pelayanan di ruang COVID. Mungkin itu (pertimbangan) masih mikir-mikir. Padahal insentifnya sudah tinggi tuh," katanya. Meski profesi merawat pasien COVID-19 tampak menakutkan, Edy menjamin setiap nakes yang melayani pasien COVID-19, tetap bekerja sesuai prosedur. Juga lengkap dengan fasilitas penunjang seperti Alat Pelindung Diri (APD). "Jadi kita sudah proteksi dulu. Tapi tingkat kehati-hatian (dituntut) harus tinggi," ungkapnya. Selain itu, RSKD masih memerlukan tambahan tenaga ahli gizi, tenaga pramusaji dan cleaning service untuk membackup layanan baru ini. "Kita berapa pun dapat (tenaga) kita akan jalan dulu. Jadi misalnya buka 10 bed dulu, sampai kebutuhan tenaga kesehatannya terpenuhi," ujarnya. Proses perekrutan itu dibuka luas. Jadi para nakes se-Kaltim yang berminat bisa langsung melamar ke RSKD. "Baik lulusan D3 atau S1. Tidak perlu ada STR (Surat Tanda Registrasi). Ini yang daftar baru separuhnya saja belum sampai," katanya. Jika masih ada orang yang mau bergabung, Edy menyebut prosesnya akan disegerakan. "Masa kerja kita kontrol 6 bulan. Nanti kalau lonjakan ini kita anggap masih perlu perawatan, kita pekerjakan lagi 6 bulan," terangnya.

Antisipasi Menekan Angka Kematian

Edy menyebut, untuk meminimalkan jumlah kematian mutlak memerlukan ruang dan fasilitas pendukung terlebih dahulu. "Kalau enggak ada tempat ICU yang standar, pasti layanan di ruang belakang juga tidak sanggup merawat kasus-kasus berat itu," sebutnya. Saat ini pihaknya dihadapkan dilema berpacu dengan waktu. Kondisi ruang ICU lebih sering penuh. Sementara jumlah pasien dengan gejala berat antre untuk dirawat. "Ada sebagian. Jadi terpaksa dirawat di ruang isolasi. Tapi isolasi dengan peralatan apa adanya. Menunggu ICU kosong atau pasien sehat itu baru mereka masuk," terangnya. Ia mengakui ada beberapa kasus pasien dengan gejala berat yang akhirnya tidak tertolong dan berakhir meninggal dunia, akibat terlambat penanganan. "Minggu kemarin kan sempat stagnan tuh. Isolasi penuh, ICU juga penuh. Jadi masuk dalam kondisi berat. Diobservasi di UGD akhirnya tidak tertolong. Ada 2 atau 3 orang," ungkapnya. Ia menyebut kasus seperti itu menjadi dilema dengan pihak keluarga yang bersangkutan. Ia menyebut pihaknya sudah melakukan upaya penanganan mulai dari swab PCR atau CTM sampai proses rontgen. Namun terkadang masih juga terkendala mendapatkan hasil diagnosa dalam waktu cepat. Sementara proses pemulasaran harus sudah mulai dilakukan. "Ini yang akhirnya menjadi masalah. Karena belum sempat ditegakkan diagnosisnya. Tapi akhirnya kita kompromi dengan keluarga (boleh) dibawa tapi mohon menjaga protokolnya," (ryn/eny)
Tags :
Kategori :

Terkait