Revisi RTRW Samarinda Maju Mundur, 6 Tahun 53 Pengembang Ajukan PK
Jumat 29-01-2021,15:50 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny
Samarinda, nomorsatukaltim.com - Progres penyusunan dokumen revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Samarinda masih maju mundur. Padahal, sejak 2014 diketahui sudah ada 53 pemohon Peninjauan Kembali (PK) terhadap aturan tersebut.
Kepala Bidang Penataan Ruang, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Samarinda, Nufida Pujiastuti menyatakan, pihaknya sudah mulai menyusun dokumen revisi RTRW 2014-2034 itu sejak 2019 silam.
Hingga saat ini Dinas PUPR masih terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan Pemprov Kaltim, serta Organisasi Perangkat Daerah di tingkat Kota Samarinda. Koordinasi tersebut dilakukan untuk mencapai kesesuaian rencana peruntukan ruang oleh semua pihak di masa mendatang.
Nufida mengatakan, belum bisa memaparkan persentase progres penyusunan dokumen yang dilakukan pihaknya. "Saya tidak bisa pastikan. Karena maju mundur terus. Sebab, misalnya progresnya sudah 70 persen, tapi setelah berkoordinasi dengan provinsi ada ketidaksesuaian lagi. Akhirnya progresnya bisa mundur lagi," ia menjelaskan, saat di temui Disway Kaltim di ruang kerjanya, Rabu (27/1/2021).
Selain itu, dia juga tidak menyebut target kapan dokumen tersebut dirampungkan hingga dibahas di DPRD Samarinda. "Target maunya secepatnya," imbuh Nufida singkat.
Sebelumnya, anggota Komisi III DPRD Samarinda Anhar menyebut ada sekitar 53 pihak yang di antaranya terdiri dari pengembang perumahan, kawasan industri dan lainnya, telah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap Perda RTRW ini sejak 2014.
Hal itu, kata Anhar, karena banyak pengembang perumahan yang sudah beraktivitas, terkendala dengan terbitnya perda tata ruang tersebut. Mereka adalah para pengembang yang awalnya membangun atau berencana membangun di kawasan kuning. Yang artinya memang diatur untuk perumahan. Dan telah mendapatkan izin lokasi untuk perumahan. Sebelum RTRW Nomor 2 Tahun 2014 itu terbit.
Namun dalam perda tersebut, lokasi mereka masuk dalam kawasan hijau. Atau tidak dapat dibangun. "Akhirnya mereka berhenti beraktivitas. Tidak bisa mereka melakukan apa-apa, karena secara tata ruang mereka sudah tidak bisa mengajukan izin lainnya. Karena tidak sesuai peruntukan di RTRW," jelas Anhar.
Ia melanjutkan, artinya, sudah 6 tahun para pengembang perumahan ini terkendala. Tidak bisa melanjutkan perizinan. "Padahal mereka sebelumnya sudah beraktivitas sebelum terbit perda itu," pungkasnya. (das/eny)
Tags :
Kategori :