Uci Zahra Fani, Terkenang Tradisi Lom Plai

Sabtu 21-09-2019,14:21 WIB
Reporter : Devi Alamsyah
Editor : Devi Alamsyah

Kutim, DiswayKaltim.com- Hitam manis. Mempesona dan percaya diri. Kalimat yang pas untuk menggambarkan sosok Uci Zahra Fani. Gadis 24 tahun tersebut berhasil mengharumkan Kaltim. Khususnya Kutim di kancah nasional.

Suyono dan Yatik, patut berbangga atas prestasi yang diraih anak keduanya itu. Kini Uci menikmati sebagai Duta Wisata Indonesia. Juara pertama dari seluruh Indonesia. Bersama pasangannya, Muhammad Siddiq.

Banyak tugas dan kegiatan yang harus diselesaikan. Mengawal program kerja serta kegiatan-kegiatan yang sudah diamanahkan.

“Dalam perjalanannya, saya memiliki banyak teman komunitas. Menambah kecintaan saya terhadap budaya yang ada di negeri ini,” terangnya.

Pengalaman yang berkesan. Saat bertugas sebagai Duta Wisata, ketika mengikuti kegiatan yang berbau kebudayaan atau adat istiadat.

Contohnya, seperti upacara adat Lom Plai atau Pesat Panen Padi masyarakat Suku Dayak Wehea di Muara Wahau, Kutai Timur.

Wehea tak hanya indah dengan hamparan hutannya yang hijau dan terjaga. Tradisi suku tertua di Wahau ini punya pesona yang tak kalah hebatnya.

“Lom Plai adalah tradisi yang turun-temurun dijalankan suku tersebut sejak nenek moyang. Panen maupun gagal panen. Lom Plai menjadi begitu unik karena kuat akan tradisi.  Rangkaiannya berlangsung selama sebulan. Puncaknya selalu jadi pagelaran yang dinanti. Bukan hanya warga di sana, melainkan penduduk Kutim secara keseluruhan. Juga wisatawan nusantara hingga mancanegara,” kata Uci.

Lom Plai dinamai sesuai peruntukannya. Lom berarti pesta. Plai adalah padi. Diambil dari bahasa Dayak Wehea. Keberadaan padi yang diritualkan tentu bukan sekadar syukur terhadap panen yang didapat. Dengan bakat tari yang saya miliki. Sebagai penari yang pernah membawakan judul tersebut, tentu saja sangat penasaran bagaimana proses Lom Plai secara langsung.

“Untuk kali pertama, saya melihat secara langsung kemeriahan acara tersebut. Saat itu diadakan di Desa Diaq Lai,” terangnya.

Puncak gelaran Lom Plai sendiri terbagi dalam 10 kegiatan dan acara sakral. Dimulai dari masak lemang, tradisi biasanya diikuti pawai budaya. Di sini, anak-anak setempat unjuk kebolehan. Mereka mengenakan pakaian adat dari hulu ke hilir kampung.

Sekilas suasananya persis seperti Lebaran. Setiap rumah mempersilakan siapapun yang melintas untuk mampir. Menyantap sajian yang dihidangkan. Tentu saja menu utamanya lemang yang menjadi tradisi.

“Namun, kegiatan yang menjadi begitu sakral pada periode ini adalah embos min. Alias pembersihan kampung. Saking sakralnya, tak satu pun kepala diperkenankan melintas ketika prosesi dijalankan. Jika melanggar, siap-siap dikenakan sanksi adat,” ungkapnya.

Nah, untuk menjaga tak satu pun warga mengusik prosesi sakral, Lom Plai dirancang dengan hiburan menarik. Yakni, sajian seksiang atau perang-perangan di sungai. Hiburan ini dibuka tarian dan sajian musik tradisional di atas rakit.

Tontonan perang-perangan yang paling ditunggu-tunggu. Diikuti para pemuda. Perang dilakukan dari atas rakit yang berisikan lima orang. Alat yang digunakan untuk menyerang lawan adalah rumput gajah. Dirancang menyerupai tombak. Tentu saja senjata itu punya kekuatan untuk membuat musuh terlempar dari rakitnya.

Sedangkan hiburan berikutnya adalah lomba perahu. Khusus ajang ini, dibagi menjadi dua kategori, yakni kategori pria dan wanita.

Rampungnya rangkaian hiburan ditutup aksi warga mencoret wajah. Siapapun yang dijumpai di jalan-jalan menggunakan arang. Namanya tradisi. Polisi hingga tentara pun tak luput dari aksi yang satu ini.

Namun, tak sampai di situ. Setelah wajah hitam penuh arang, aksi basah-basahan seperti di Erau Kutai Kartanegara, turut memeriahkan momen setahun sekali ini. Sebelum ditutup acara sakral tari-tarian hudoq.

“Acara yang sungguh menyenangkan. Terlebih lagi pada saat embos min. Warga menyiramkan air ke warga lainnya. Saya pun tak ingin ketinggalan menyatu bersama masyarakat. Ikut meramaikan. Dan tentu saja basah semua. Sungguh pengalaman yang sangat berkesan dan tidak terlupakan,” jelasanya.

Uci berharap. Generasi muda kita patut bangga atas budaya dan wisata yang dimiliki Kaltim. Terlebih saat ini Kaltim terpilih menjadi Ibu Kota Negara.

“Ayo bersama kita lakukan kegiatan positif. Mempromosikan alam, budaya, dan wisata yang ada di Kaltim. Membuat kegiatan positif yang diacungin jempol. Saat ini, berbagai kegiatan kami jalankan. Fokus pada Proker yang sudah dibuat.  Mulai dari tingkat kabupaten hingga nasional. Banyak yang sudah kami lakukan,” imbuhnya. (oke/dah)

Tags :
Kategori :

Terkait