Jalan di Kaltim Rentan Longsor, Ini Kata Pengamat Infrastruktur

Rabu 20-01-2021,14:55 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal

SAMARINDA, nomorsatukaltim.com - Pengamat Infrastruktur, Haryoto menilai kerentanan jalan-jalan di Kaltim disebabkan dua hal. Pertama faktor teknis pembuatan jalan, dan kedua faktor kondisi alam.

Penasihat Himpunan Pengembang Jalan Indonesia (HPJI) Kaltim itu mengutarakan, kebanyakan jalan lama di Benua Etam dibangun mengikut punggung dan pinggang atau lereng bukit. Tujuan pembuatan jalan seperti itu, kata dia, untuk menghindari pekerjaan yang lebih rumit dan menelan biaya mahal. Karena harus menambah galian atau timbunan yang lebih banyak. Baca juga: Jalan Poros Samarinda-Balikpapan Terus Longsor Metode pembuatan jalan negara yang mengikuti punggungan bukit itu. Pada zaman dahulu, untuk menghemat biaya. Juga mengurangi beban pekerjaan yang membutuhkan teknologi tinggi. Harapannya, dengan pembangunan jalan yang low cost itu, pembangunan jalan yang dilakukan bisa lebih merata. "Bayangin kalau buat jalan gali timbun seperti jalan tol begitu. Berapa banyak ongkosnya. Secara teknis juga setengah mati," jelas Haryoto, Selasa, (19/1/2021). Di satu sisi, morfologi atau lapisan batuan permukaan, menurut sejarah geologi, dibentuk oleh endapan batuan aluvial. Yang 'melipat-lipat'. Daerah perlipatan itu kemudian membentuk bukit-bukit kecil. Maka jadilah wilayah perbukitan. Dengan adanya lipatan-lipatan itu, lereng-lereng bukit tadi membentuk pola seperti “kue lapis”, kata Haryoto. Kondisi itu yang menyulitkan untuk membangun jalan pada zaman dahulu. Baik secara teknis maupun biaya. Sehingga pilihannya jalan dibuat di puncak atau lereng bukit. "Jadi bukit, lembah, cekungan, gitu kan. Kadang-kadang ujung bukit itu pas dengan lebar Jalan," ia memaparkan. Di tambah lagi, lanjutnya, endapan yang melipat-lipat tadi, tanahnya berpasir. Dan kebetulan pula  banyak juga gulma atau tanaman yang membusuk. Maka tumbuhan yang membusuk itu ketika bercampur aduk dengan pasir menjadi seperti lumpur. Ketika terkena hujan, adanya rembesan air di lereng, mudah melorot. Longsor.  Sehingga, jalan yang dibuat dengan metode seperti mengikuti lereng dan punggungan itu. Di lahan atau morfologi yang berpasir bercampur lumpur itu, sulit bertahan lama. Celakanya lagi, lereng yang ditempati jalan, kadang terganggu. Misalnya ada beban rumah, kemudian parahnya kalau tanaman yang harusnya melindungi lereng sudah tidak ada. Beralih fungsi. Maka tinggal menunggu waktu tanah melorot dan memakan badan jalan. Selain itu, lanjutnya lagi, terkadang arah pengaliran drainase di pinggir jalan tidak dirancang dengan benar. Menurutnya, air limpasan tidak bisa dibuang atau dialirkan ke tempat lereng. "Karena tanahnya nanti keropos," imbuhnya. Ia melihat, yang dibangun sekadar parit. Asal jadi. Padahal seharusnya, pembuangan air atau arah drainase jauh dari tempat lereng. "Biasanya jalan ambles itu di tempat timbunan kan? Misal di Pulau Jawa atau Sulawesi. Tapi kalau di sini lerengnya melorot, membawa badan jalan.” Karena itu, untuk mencegah longsor, pola pembangunan jalan baru di Kaltim berubah. Ia sering menemukan proyek pembuatan jalan dengan memangkas tebing. Tapi ada kontraktor menimbun sisi lereng tebing menggunakan tanah hasil mengikis tebing sebelahnya. Sehingga, jalan yang seharusnya merupakan hasil potongan tebing yang dikikis, menjadi timbunan. “Itu juga berbahaya, sewaktu-waktu bisa melorot juga. Kadang-kadang yang membangun itu ceroboh. Harusnya yang jadi jalan bukan tanah timbunan. Melainkan potongan potongan tebing," kata Haryoto. Akademisi Universitas Mulawarman, Dahlan Balfas menilai dari sudut pandang geologi, faktor yang mempengaruhi tingkat stabilitas jalan di Kaltim adalah Cekungan Kutai (Kutai Basin). “Yang mana batuan penyusunnya adalah batuan sedimen yang ketebalannya sampai ribuan meter,” kata Dekan Fakultas Teknik itu. Karakteristik batuan sedimen Cekungan Kutai yang menyebabkan jalan mudah rusak atau bergerak adalah tingkat pelapukannya relatif tinggi karena beberapa faktor.  Antara lain batuan sedimen penyusun Cekungan Kutai sangat tebal dengan tingkat konsolidasi dan resistensinya terhadap pelapukan relatif rendah. “Sehingga tingkat pelapukannya relatif tinggi.” Selanjutnya komposisi batuan sedimennya banyak mengandung material organik yang mudah larut dan mempercepat pelapukan dan erosi. Faktor lain ialah kedewasaan tekstur dan komposisi batuan sedimen relatif muda sehingga batuannya relatif kurang stabil. Faktor geologi keempat susunan stratigrafi batuan sedimen merupakan perselingan antara batuan permeabel dengan batuan impermeabel. Batuan impermeabel bisa menjadi bidang gelincir gerakan tanah, terutama jika batuan permeabel jenuh dengan air tanah. “Faktor-faktor geologi tersebut diperparah oleh kondisi permukaan seperti tingkat curah hujan tinggi dan vegetasi penahan yang sudah hilang.” Karena itu, Dahlan Balfas menilai desain jalan di Kalimantan secara umum memerlukan struktur fondasi yang cukup dalam. (das/yos)
Tags :
Kategori :

Terkait