Diskusi pun berlanjut. Agak berat. Saya yakin Covid-19 yang ada di tubuh saya tidak bisa mengikutinya.
“Dalam tradisi Kristen, membahas Injil lebih enak,” kata Abror. “Semua mengakui Injil ada author-nya/pengarangnya. Tapi kalau bicara Al Quran susah. Karena antara makhluk atau kalam saja bisa bunuh-bunuhan,” tulis Abror.
Baiknya tidak semua diskusi dengan Abror itu dimuat di sini. Terlalu sensitif. Juga berat sekali.
Covid perlu yang humor-humor. Yang ”Hati Gembira” seperti dikatakan Tung Dasem saat terkena Covid dulu.
Saya juga tidak terlalu memikirkan Covid. Tapi saya tidak bisa berhenti memikirkan yang meramu obat saya itu. (*)
sumber: disway.id