Meramu Obat

Jumat 15-01-2021,06:07 WIB
Reporter : Disway Kaltim Group
Editor : Disway Kaltim Group

Bunyinya:
“Setiap kali saya meracik obat yang akan dikirim ke kamar beliau, selalu saya sertakan doa di obat itu.”
Saya berlinang membacanya. Saya baca lagi. Baca lagi. Orang baik ternyata ada di mana-mana.

“Apakah saya pernah bertemu apoteker itu?” tanya saya ke teman yang kirim copy Facebook itu.
“Ia bilang belum pernah,” jawabnya.

Maka, kini saya yang ingin ketemu dengannya nanti. Apalagi ini ada di satu rumah sakit. Semoga ia juga menyertakan doa untuk semua yang sakit.
Banyak kiai dan sahabat yang juga mengirimi saya doa.

Bhante (Bhikhhu) Dharma Vicayo membimbing saya berdoa secara Buddha.
Teman-teman Kristen kirim doa Novena. Termasuk ada yang sengaja pergi ke Gua Maria St Yacobus bersama istri dan anaknya. Untuk doa Novena.
Saya sangat berterima kasih untuk semua itu.

Saya ingin terus sibuk.
Maka saya minta kepada petugas RS, biarlah saya sendiri yang membersihkan dan menata tempat tidur.
Saya juga memanasi makanan sendiri. Ada alat masak air di kamar. Ada alat kecil untuk memanasi makanan.

Maka saya rebus air sendiri. Saya juga memanasi sop kaki kiriman istri. Saya rebus telur, brokoli, bihun, dan makanan-makanan yang sudah dingin. Saya cuci piring, sendok, mangkok dengan cucian yang lebih bersih.

Lalu Christianto Wibisono bertanya soal zikir ‘Hu’ di Disway tiga hari lalu itu. Yang diamalkan oleh pengikut tarekat Satariyah seperti keluarga saya.

Saya bingung mencari cara menjawab. Kepada orang Islam saja saya sulit menjelaskannya. Apalagi ini kepada orang Kristen.

Tarekat itu artinya ”jalan”. Yakni jalan menuju Tuhan. Bukan hanya untuk bertemu Tuhan melainkan bagaimana bisa menyatu dengan Tuhan.

Saya tahu, pasti banyak jalan menuju Tuhan. Masing-masing bisa menemukan jalannya sendiri-sendiri. Asal mau mencari. Atau ada yang menunjukkannya dengan benar.

Lalu soal lain lagi.
Kemarin adalah hari ke-7 saya terkena Covid-19. Ada yang bilang, hari ketujuh itu masih merupakan puncak inkubasi virusnya.
Kemarin bisa jadi hari yang bahaya.

“Bagaimana keadaan hari ini?” tanya Dhimam Abror, teman berjuang saya di Jawa Pos dulu.
“Semoga sempurna, seperti Kitab Kejadian,” jawab saya.

Saya tahu Abror seorang humoris dan pembaca buku filsafat yang tekun. Maka saya mengasosiasikan jawaban saya dengan Hari Ketujuh penciptaan alam raya. Seperti disebut dalam Genesis.

Jawab Abror ternyata lebih serius:
“Saya pecinta Karen Amstrong. Interpretasinya tentang Kitab Kejadian asyik dan cocok dengan iman Islam.”

Lalu Abror menyertakan foto sampul buku In the Beginning, a New Interpretation of Genesis karya Amstrong.

“Praktisi dan penghayat tarekat/tasawuf seperti bos (Abror selalu panggil saya bos –DI) lebih mudah menerima tradisi-tradisi itu. Kalimatun sawaa’. Tapi orang-orang syariat seperti saya berat sekali. Butuh perjuangan ekstra,” tulisnya.

Tags :
Kategori :

Terkait