Pro-Kontra Kebiri Kimia

Kamis 14-01-2021,09:00 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal

Penerapan kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual memang sudah dipastikan melalui Peraturan Pemerintah (PP) 70/2020. Namun pro-kontra masih terus membayangi pelaksanaannya.

nomorsatukaltim.com - IKATAN Dokter Indonesia (IDI) dengan tegas menolak menjalankan regulasi itu. Ketua IDI Balikpapan, dr Dradjat Witjaksono mengatakan, jika hal ini diserahkan kepada IDI, maka pihaknya menolak melaksanakan eksekusi hukum kebiri kimia ini. "Kalau secara hukum kami bukan pakarnya. Tapi kebiri ini siapa yang mau melaksanakannya? Karena dokter ini terikat sumpah," ujarnya, Rabu (13/1/2021). Lanjut Dradjat, penolakan yang disebut dapat melanggar kode etik adalah dalam sumpah dokter. Dalam sumpahnya, tertera profesi dokter untuk menyelamatkan hidup dan mengurangi penderitaan orang. Bukan justru menyiksa orang. "Kita disumpah untuk menyelamatkan hidup orang, mengurangi penderitaannya. Lah, masa ini justru membuat seseorang menderita?" jelasnya. Dalam penerapan hukum kebiri kimia ini, Dradjat menerangkan, seseorang yang telah disuntik hanya mengalami disfungsi ereksi. Namun, nafsu birahinya masih ada. "Kalau dikebiri itu hanya menahan, mengurangi atau mengakibatkan disfungsi ereksi, dia tidak bisa ereksi. Tapi keinginan atau naluri itu tetap. Jadi nafsunya masih, tapi tidak bisa menyalurkan," tegasnya. Disebutkan Dradjat, hingga hari ini tidak akan ada dokter di bawah naungan IDI yang menjadi eksekutor suntik kebiri kimia. "Saya rasa tidak ada dokter yang mau melaksanakannya. Termasuk dokter TNI-Polri juga, karena pasti mereka disumpah dan di bawah IDI juga," ujarnya. Sebelum PP ditandatangani, IDI sudah mengajukan keberatan terhadap pemerintah pusat. Namun, hal yang disampaikan IDI tidak diindahkan. Menurut Ketua IDI Balikpapan, jika ingin menerapkan aturan hukum kebiri tersebut, sebaiknya dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tidak memegang teguh sumpah dokter. "Kami sih tidak mempermasalahkan adanya aturan atau hukum tersebut, asalkan pelaksanaannya (eksekutornya) bukan dokter, karena kami ada sumpah," ujarnya. "Jadi silakan saja yang bukan dokter. Tenaga medis yang bukan dokter yang tidak ada sumpahnya. Karena kita enggak boleh suntik kebiri kimia ini, itu malah membuat orang sakit, melanggar sumpah kita," tambahnya. Meski IDI sebagai organisasi profesi dokter menolak mengeksekusi kebiri kimia ini, nyatanya dukungan terhadap hukuman ini mengalir dari para pejabat. Di Balikpapan, dukungan kebiri kimia disampaikan Ketua DPRD, Abdullah. Ditemui usai rapat dengar pendapat (RDP), Rabu (13/1/2021) siang, Abdullah menyatakan dirinya sangat senang dengan adanya aturan yang membuat predator anak harus menjalani hukuman berat ini. "Yang dihukum berat aja masih ada yang kembali melakukan, jadi bagus aja ada hukuman itu," ujar Abdullah. Sejauh ini, disebutnya, moralitas dan akhlak masyarakat memang sedang tergerus oleh zaman. Di mana banyak sekali kasus-kasus kekerasan seksual terhadap wanita dan anak yang sudah terjadi. Bahkan menurutnya, Balikpapan yang memiliki semboyan Madinatul Iman saja masih banyak yang melakukan kejahatan kelamin ini. Ia pun meminta kepada aparat penegak hukum di Balikpapan untuk dapat menerapkan aturan tersebut, dengan tujuan bisa membumi hanguskan kasus kekerasan seksual terhadap wanita dan anak ini. "Artinya dengan aturan ini kita bisa selesaikan ini orang-orang yang berbuat kejahatan seksual. Intinya biar kapok mereka ini," tambahnya.

BELUM DITERAPKAN

Pasca ditetapkannya regulasi PP 70/2020 tersebut, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim belum bisa menyampaikan perihal penerapan hukuman kebiri kimia bagi para predator seksual di kemudian hari. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Kaltim, Muhammad Farid ketika dikonfirmasi media ini. Farid mengatakan, belum mengetahui isi dari PP 70/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindak Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak yang diteken oleh presiden tersebut. Sehingga dirinya enggan berkomentar lebih jauh terkait bagaimana penerapannya dalam menangani kasus kekerasan seksual. "Saya belum baca isinya, saya baca dulu mungkin baru saya kasih komentarnya. Sejauh ini hanya baru mengetahui kalau PP itu sudah diteken oleh presiden," ungkapnya. Farid mengatakan, selama ini Kejati yang membawahi sepuluh kejaksaan negeri (Kejari) di tingkat kabupaten kota di Kaltim, belum pernah menerapkan hukuman kebiri bagi para pelaku kekerasan seksual. "Yang digunakan untuk menjerat ya KUHP dan UU Perlindungan Anak," terangnya. Dijelaskannya, untuk menjerat pelaku kekerasan seksual, Kejati dan Kejari selama ini menjerat dengan KUHP bagi korban yang masuk kategori dewasa. Sedangkan bagi korban yang di bawah umur, dijerat dengan UU perlindungan anak. "Jawaban saya, selama ini kami kenakan dengan pasal KUHP, itu untuk yang dewasa. Kalau yang masih di bawah umur ya UU perlindungan anak," tegasnya. (bom/aaa/zul)
Tags :
Kategori :

Terkait