Nyata dan Berbahaya

Rabu 13-01-2021,09:47 WIB
Reporter : admin3 diskal
Editor : admin3 diskal

BEBERAPA orang mungkin tidak percaya dengan virus corona, namun nyatanya, dapat menyerang siapa saja. Bagi mereka yang menjadi penyintas, memiliki kisahnya tersendiri saat berperang dengan virus tak kasat mata itu.

Salah satu penyintas yaitu Elvira warga Tanjung Redeb, merupakan korban dari keganasan COVID-19, meski dirinya dan satu keluarganya sangat patuh dalam menjalankan protokol kesehatan. Yang paling tidak disangka lagi, ibu Elvira menjadi salah satu dari 20 kasus COVID-19 yang meninggal. “Saya tidak menyangka bahwa ibu dipanggil karena virus ini, kami pun tidak bisa mengantarkan kepulangan beliau,” jelasnya kepada Disway Berau, Selasa (12/1). Elvira bercerita satu keluarga mereka tertular, sebab ibunya baru saja menemani sang ayah perjalanan tugas ke Maratua. Namun, ayah Elvira tidak positif, hanya ibunya, dirinya, suaminya, kakak dan keponakannya yang tinggal bersama. “Saat ibu di Maratua, beliau bercerita sedang sakit kepala dan demam tinggi,” kisahnya. Setelah itu, pihak keluarga merawat ibu di rumah dalam waktu satu minggu dan tidak kunjung sembuh. Gejala semakin parah dengan adanya batuk kering dan sakit badan. Disusul dengan gejala Elvira yaitu sulit tidur, sakit kepala dan demam tinggi. Kondisi yang semkin melemah, akhirnya mendahulukan ibunya ke IGD. Sampai akhirnya mereka diisolasi dan dinyatakan positif. Ibu Elvira berpulang setelah 5 hari masa perawatan. Kemudian, dirinya dinyatakan sembuh setelah 9 hari masa perawatan. “COVID-19 itu nyata, siapa yang menyangka saya kehilangan ibu saya karena itu? Padahal kami sudah sangat patuh dengan protokol kesehatan. Bahkan saya tidak bisa mengantarkan ibu ke pemakaman,” ceritanya. Elvira berpesan kepada masyarakat untuk sadar bahwa virus corona bisa berbahaya sekali bagi keselamatan, begitu juga ketika mereka yang menjadi penyintas harusnya didukung, dan tidak ditakuti oleh masyarakat. “Bahkan ketika kami sembuh, ada saja masyarakat yang masih takut dengan kami,” tandasnya. Selain itu, Kapolres Berau AKBP Edy Setyanto Erning pun membagi kisahnya. Dirinya dinyatakan positif pada 6 Desember, sebelum dilaksanakan pilkada serentak waktu itu. Saat itu, 7 orang anggotanya yang akan bertugas untuk pengamanan pilkada melakukan PCR lantaran hasil rapid antibody mereka reaktif. “Saat saya suruh mereka ikut swab, saya juga ikut, disitu lah saya ternyata dinyatakan positif,” jelasnya. Lebih lanjut, setelah mendapatkan hasil positif satu-satunya yang dia pikirkan adalah apakah akan tetap hidup atau meninggal dunia, seperti beberapa kasus lainnya. Namun, dokter menyarankan untuk tetap semangat, sebab ketika pikiran negatif menyelimuti, imunitas tubuh akan turun. Selama masa penyembuhan, Edy mengakui, konsumsi banyak jenis obat, dan tidak fokus pada perkataannya, begitu juga dengan psikis tubuhnya yang jauh berkurang dibandingkan normal. Padahal, gejala awalnya adalah flu biasa. Begitu juga dengan sesak napas yang menyerang. “Saya tegaskan untuk masyarakat Berau, virus ini memang benar nyata. Jangan sesekali tidak patuh dengan prokes,” tegasnya. Setelah dinyatakan sembuh, Edy masih harus melakukan karantina mandiri untuk memastikan dirinya benar-benar aman. Bahkan, ketika berada bersama pasien yang lain, dia menceritakan bahwa pasien tersebut sudah pernah terkena COVID-19 untuk yang kedua kalinya. Ada pula cerita dari penyintas lain yaitu dokter umum Abdul Jabar Karim, seorang dokter yang mengerti betul tentang wabah ini juga menjadi korban keganasan virus corona. Dia mengakui awalnya hanya didiagnosa tipes. Setelah hampir dirawat 7 hari dirinya tidak kunjung sembuh. Hingga setelah rontgen, dirinya direkomendasikan untuk melakukan PCR. Setelah proses swab, dirinya dinyatakan positif. “Sebelumnya, saya memang melakukan perjalanan ke Maratua untuk kegiatan bakti sosial di sana,” ungkapnya. Pria yang akrab disapa dr Jaka, memberi tahu bahwa selama positif, dia kehilangan nafsu makan dan juga kehilangan kemampuan penciuman. Bahkan dirinya kehilangan 15 kilogram berat badan. Namun, selama di ruang isolasi, dirinya dengan teman-teman lain berusaha meningkatkan imun dengan mengedukasi satu sama lain dan menghindari berita-berita yang dapat menimbulkan kesedihan. Dirinya pun dinyatakan sembuh dan yang terpenting adalah jangan sampai lalai untuk menerapkan protokol kesehatan. Bahkan dirinya mengakui dia sangat patuh untuk mengikuti anjuran, namun tetap bisa terserang virus berbahaya. *RAP/APP
Tags :
Kategori :

Terkait