Lidi Nipah dan Jelantah Sumbang Surplus Neraca Perdagangan Kaltim

Jumat 08-01-2021,10:23 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Untuk lidi nipah, Kaltim pertama kali melakukan ekspor ke India. Sedangkan minyak jelantah, diekspor ke daratan Eropa. Tepatnya ke Belanda, Spanyol, dan Portugal.

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Neraca perdagangan Bumi Etam tetap surplus. Meski pandemi masih terjadi hingga pengujung 2020 kemarin. Periode Januari hingga Oktober 2020, berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kalimantan Timur (BPS Kaltim), neraca perdagangan ekspor dan impor Kaltim mencapai USD 8,687 miliar. Total ekspor Kaltim hingga Oktober tahun kemarin mencapai USD 10,381 miliar. Terdiri dari migas sebesar USD 818 juta. Dan non migas USD 875 juta. Dengan demikian, secara keseluruhan terdapat selisih sebesar USD 8,687 miliar dengan rincian USD 8,526 tanpa migas. Menurut Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kalimantan Timur (Disperindagkop UKM Kaltim) HM Yadi Robyan Noor, angka surplus tersebut masih sangat memungkinkan untuk mengalami kenaikan di akhir Desember kemarin. "Sangat bersyukur, meski pandemi neraca perdagangan kita masih selisih tinggi," ucapnya baru-baru ini. Menurutnya, salah satu kesuksesan ekspor di era kepemimpinan Gubernur Kaltim Isran Noor ialah lidi nipah dan minyak jelantah (minyak goreng bekas). Untuk lidi nipah, Kaltim pertama kali melakukan ekspor ke India. Sedangkan minyak jelantah, diekspor ke daratan Eropa. Tepatnya ke Belanda, Spanyol, dan Portugal. Ia melanjutkan, ekspor kedua komoditas tersebut bahkan menjadi bagian dari ekspor Indonesia. Yang bernilai tambah dan sustainable ke pasar internasional. Pelepasannya pun dipimpin langsung Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Tepatnya 4 Desember lalu. Nilai ekspor lidi nipah Kaltim ke India pun tak sedikit. Yakni senilai USD 408 ribu. Lidi nipah digunakan sebagai campuran bahan pembuatan asbes. Dan lapisan dasar karpet. "Tersedia lahan 30.000 hektare untuk pengembangan (lidi) nipah di kawasan Delta Mahakam. Saat ini baru dimanfaatkan sebanyak 50 hektare," ungkap Roby, sapaannya. Untuk di negara-negara maju di Benua Eropa, jelantah Bumi Mulawarman digunakan sebagai bahan dasar biodiesel. Salah satunya seperti yang dilakukan Belanda. Digunakan untuk mengoperasikan kincir angin. Ada 7 perusahaan Kaltim yang ikut pelepasan ekspor oleh Presiden Jokowi Desember lalu. Empat perusahaan termasuk usaha kecil menengah (UKM) ialah CV Tiga A Balikpapan, CV Masagenah, PT Garuda Sinar Perkasa, dan PT Syam Surya Mandiri. Lalu, tiga perusahaan masuk skala perusahaan besar yaitu PT Pupuk Kaltim, PT SLJ Global, dan PT Kutai Refinery Nusantara. Selain lidi nipah dan minyak jelantah, komoditi lain yang diekspor dari Kaltim ialah urea, amoniak, udang beku, plywood, RBD Palm Oil, dan produk perikanan. Dari itu, nilai ekspor mencapai USD 677,3 juta. Atau setara Rp 9,3 triliun. "Dari nilai itu, perusahaan kategori UKM menyumbang USD 2,1 juta. Atau Rp 29,1 miliar," sambung Roby. Menurut Roby, momentum ini sangat baik. Lantaran, produk-produk non migas di Kaltim bisa bersaing di pasar global. Ia meminta UKM Kaltim harus optimistis. "Geliat ekspor Kaltim ke pasar internasional ini sangat monumental," tandasnya. Pengamat Ekonomi Bumi Mulawarman Purwadi menyatakan hal tersebut sangat bagus. Walaupun dua komoditas saja yang memberikan banyak andil. Kata Purwadi, beberapa hal yang menjadi keunggulan itu jangan terlalu dirasa cukup. Beberapa turunan yang digunakan negara tujuan ekspor itu bisa saja diterapkan Pemerintah Provinsi Kaltim, ataupun Pemerintah RI. "Seperti lidi nipah dan minyak jelantah itu. Itu komoditas kita yang bisa juga kita pergunakan. Jadi nilai jualnya masih bisa lebih lagi," ucapnya. Purwadi menuturkan lagi, identitas Indonesia memang lebih kepada pengekspor bahan mentah yang aktif. Untuk negara-negara di luar. Hal itu bagi Purwadi bisa diubah. Lantaran, sumber daya manusia yang mumpuni juga dimiliki Indonesia. Begitu juga teknologi. Yang memang mungkin belum setara. Tapi jika dikondisikan, bisa saja mampu mencapai apa yang diekspor negara luar ke Indonesia. "Hal itu memang bisa dibanggakan. Tapi terlalu kecil. Banyak hal yang masih bisa kita jual ke luar negeri. Dengan nilai tambah yang tentunya bisa lebih lagi," pungkas Purwadi mengakhiri. (nad/eny)
Tags :
Kategori :

Terkait