Kerja Sama di PT AKU, Saksi: Hanya Terdakwa yang Tahu

Rabu 06-01-2021,10:00 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal

Lima saksi dipanggil dalam sidang rasuah PT Agro Kaltim Utama (PT AKU), Selasa (5/1/2021) siang. Dua di antaranya merupakan mantan staf perusahaan daerah (Perusda) itu. Mereka dimintai keterangan terkait pembukuan dan kerja sama perusahaan.

nomorsatukaltim.com - KEDUANYA adalah Sri Yuni Wulandari, selaku mantan staf keuangan, dan Dewi Febrianti, mantan staf administrasi. Mereka dipanggil oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim, Zaenurofiq dan Aditya Eka Saputra. Dalam persidangan yang juga menghadirkan dua terdakwa kasus korupsi penyertaan modal Pemprov Kaltim kepada PT AKU, mantan direktur utama (Dirut) Yanuar, dan mantan direktur umum Nuriyanto. Dalam persidangan secara daring di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda, Sri Yuni dan Dewi diambil keterangan soal pengetahuannya terhadap pembukuan perusahaan dan kerja sama dengan perusahaan lain, semasa dua terdakwa memimpin perusda. Kata JPU Zaenurofiq, secara singkat kedua saksi tak mengetahui adanya kerja sama dengan pihak lain. “Yang jelas dia hanya menulis keuangan keluar dan masuk saja. Tapi kalau peruntukan lain, mereka tidak begitu tahu. Karena yang lebih tahu adalah direksi, yaitu dua terdakwa ini," ujar pria yang juga menjabat sebagai Kasi Penuntut Umum Kejati Kaltim, dikonfirmasi usai persidangan. Selain dua mantan karyawan PT AKU, JPU turut memanggil Dirut PT Formitra, Agus Irawanto. PT Formitra merupakan perusahaan yang melakukan kerja sama dengan PT AKU terkait pengadaan pupuk. Kata Zaenurofiq, Agus mengaku mau bekerja sama dengan PT AKU karena mengenal Yanuar. Yang tak lain adalah teman semasa mereka menempuh pendidikan tinggi. "Terungkap tadi, bahwa ada penyertaan modal yang diserahkan dari PT AKU ke saudara Agus Irawanto selaku Dirut PT Formitra sebesar Rp 1,5 miliar," ungkap Rofiq, sapaan akrabnya. Ia melanjutkan, kerja sama pengadaan pupuk sebesar Rp 1,5 miliar sebagai piutang, telah disetorkan kepada PT AKU. Berikut pula dengan keuntungan hasil investasi, sebesar Rp 76 juta. "Dari keterangan saksi, dari Rp 1,5 miliar itu pokoknya sudah dikembalikan. Serta bagi hasil keuntungan sebesar Rp 76 juta juga sudah diserahkan," terangnya. Hal ini tentunya membantah pernyataan kedua terdakwa, yang mengaku PT Formitra masih memiliki utang kepada PT AKU sebesar Rp 509 juta. Keterangan tersebut disampaikan kedua terdakwa ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Kaltim melakukan audit pertanggungjawaban keuangan. "Kedua terdakwa ini mengakunya, masih ada yang belum disetorkan ke PT AKU. Itu ada sekitar Rp 500 juta sekian, yang masuk dalam catatan piutang PT AKU," bebernya. "Jadi sudah tidak ada utang ataupun piutang. Itu semua ada buktinya, saksi telah memberikan semua buktinya, dalam bukti laporan rekening koran," lanjutnya. Terakhir, giliran dua aparatur sipil negara (ASN) dari Pemprov Kaltim yang dimintai keterangan. Mereka adalah Suriansyah, Kepala Bagian (Kabag) Sarana Perekonomian Setdaprov Kaltim, dan Fahmi Prima Laksana, Sekretaris Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemprov Kaltim. Hongkun lebih dulu melemparkan sejumlah pertanyaan kepada saksi Suriansyah. Kata Rofiq, saksi mengaku mengenal terdakwa saat dirinya masih menjabat sebagai Kasubag Perusahaan Daerah. Kala itu, Suriansyah bertugas melakukan koordinasi dan pembinaan pada delapan Perusda milik Pemprov Kaltim. Salah satunya ialah PT AKU. Perusda yang bergerak di bidang usaha pertanian, perdagangan, perindustrian, dan pengangkutan darat, yang berdiri di bawah Setdaprov Kaltim. Dijelaskan dalam persidangan, PT AKU didirikan pada 31 Agustus 2000. Dibentuk untuk membidangi perkebunan sawit dan pupuk, serta diharapkan Pemprov Kaltim dapat memberikan sumbangsih pendapatan asli daerah (PAD). Terkait mekanisme penyertaan modal, Suriansyah menjelaskan PT AKU lebih dulu mengajukan usulan dalam bentuk proposal kepada Pemprov Kaltim, dalam hal ini gubernur. Pengajuan penyertaan modal itu kemudian didisposisi hingga ke Biro Ekonomi dan dirapatkan. Selanjutnya, usulan pun diterima. PT AKU mendapatkan penyertaan modal. Apabila kegiatannya mendapatkan laba, maka masuk dalam dividen PAD. Singkat cerita, pada 2003, PT AKU mendapatkan kucuran dana modal sebesar Rp 5 miliar. Penyertaan modal itu diberikan dengan rincian, pada 23 Juli sebesar Rp 250 juta, 20 November sebesar Rp 750 juta, serta 29 Desember sebesar Rp 4 miliar. Namun, dengan modal tersebut, PT AKU hanya dapat menyetorkan laba ke PAD sebesar Rp 3 miliar, tepatnya di 2005. Dari awal Perusda ini berdiri, Pemprov Kaltim sudah mengalami kerugian. Pasalnya, dividen yang diserahkan ke kas daerah tak sebanding dengan modal yang sudah dikucurkan. Namun pada 15 Desember 2008, PT AKU kembali diberikan suntikan dana penyertaan modal sebesar Rp 7 miliar dari Pemprov Kaltim. Uang dengan jumlah besar itu habis tak tersisa. Hanya dipergunakan untuk biaya kas Perusda PT AKU sebesar Rp 911 juta, dan membayar deposito berjangka sebesar Rp 3 miliar. Kemudian uang sebesar Rp 8,8 miliar dipergunakan untuk membayar piutang usaha ke sembilan perusahaan berbeda. Sehingga, tak ada keuntungan laba yang dapat disetorkan ke PAD. Meski begitu, selang dua tahun kemudian, Pemprov Kaltim tak jera mengucurkan dana penyertaan modal ke PT AKU. Terakhir, Pemprov memberikan dana suntikan sebesar Rp 15 miliar, tepatnya pada 30 September 2010. Total sudah Rp 27 miliar yang dikucurkan Pemprov Kaltim ke Perusda tersebut. Namun tetap saja tak ada sepersen pun laba yang masuk ke dalam kas daerah. Alih-alih hendak dipaksa tetap beroperasi, PT AKU malah pailit alias jatuh bangkrut. Modal usaha yang dikucurkan pun tidak jelas keberadaannya, dan dilaporkan sebagai piutang dengan total modal sekitar Rp 31 miliar. Hal tersebut terungkapnya di 2014. Di mana Perusda PT AKU yang telah berhenti beroperasi, tak dapat mempertanggungjawabkan keuangannya, di dalam rencana kerja anggaran perusahaan (RKAP) yang telah disetujui di dalam rapat umum pemegang saham (RUPS). Pemprov Kaltim saat itu meminta pertanggungjawaban PT AKU, dengan membuat laporan keuangan yang telah diaudit oleh Konsultan Akuntan Publik (KAP) di setiap tahunnya. Penunjukan KAP ini langsung dari direksi PT AKU. Dari hasil audit tahun keuangan 2008 dan 2010 terungkap, penyebab kerugian pada PT AKU lantaran adanya kerja sama yang menyebabkan piutang. Kemudian laporan itu ditindaklanjuti oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Provinsi Kaltim, yang kemudian menilai berhenti beroperasinya PT AKU tidak dapat dinilai kewajarannya sebesar Rp 31 miliar, sesuai laporan keuangan internal tahun 2014. "Kalau Kabag Ekonomi, dia ditanya terkait masalah pembinaan terhadap perusahaan-perusahaan yang bernaung di bawah Pemprov Kaltim. Dia hanya menerangkan, bahwa benar PT AKU dari 2003 sampai dengan 2010 itu ada menerima penyertaan modal secara bertahap. Yaitu dengan jumlah keseluruhan sebanyak Rp 27 miliar," ucap Rofiq. Usai meminta keterangan dari Suriansyah, majelis hakim kemudian menghadirkan saksi kedua, Fahmi Prima Laksana. Singkatnya, saksi kala itu bertugas sebagai Kasubag Akuntansi Biro Keuangan Setdaprov Kaltim di 2002 hingga 2009. Ia mengaku hanya mengetahui perihal penyertaan modal yang dikucurkan Pemprov Kaltim ke PT AKU. "Nah dari Rp 27 miliar itu, kemudian ada dilakukan audit oleh BPK tahun 2018. Ditemukan ada nilai yang tidak wajar, sebesar Rp 31 miliar sekian. Itu termasuk Rp 27 miliar sama bunga yang kemudian diputar lagi buat dilakukan kerja sama lagi. Itulah yang tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh direksi PT AKU. Kalau kerugian negaranya, itu Rp 29 miliar," tandasnya. Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Yanuar, Supiyatno mengatakan, Saksi Yuni selaku Staf Keuangan PT AKU saat itu hanya menerangkan, dirinya mulai bekerja di perusahaan tersebut sejak 2004 hingga 2015. "Sedangkan saksi Bu Dewi itu bekerja 2003 sampai dengan 2015. Per tahunnya ada laporan dan audit internal. Dan ada dua kali diperiksa," terangnya ketika dikonfirmasi setelah persidangan selesai. Terkait kerja sama PT AKU dengan siapa, dalam bentuk apa, lanjut Supiyatno, saksi-saksi tidak mengetahuinya. Kedua saksi hanya dapat menjelaskan proses pembukaan, dari laporan rekening koran. "Itu sudah lengkap dan sudah terlapor," katanya. "Nah, persoalannya di 2014. Itu sebenarnya ada uang yang menjadi piutang. Itulah yang menjadi persoalan. Karena menjadi piutang yang tidak bisa ditagihkan. Kalau sebelum-sebelumnya tidak ada masalah," imbuhnya. Sementara itu, pria yang akrab disapa Yatno itu turut menanggapi keterangan saksi Suriansyah di dalam persidangan. Menurutnya, keterangan keduanya masih sama dengan apa yang disampaikan dalam persidangan sebelumnya. "Mereka mengatakan bahwa PT AKU ini dibentuk oleh Pemprov Kaltim, kemudian badan pengawasannya itu Pemprov juga yang langsung menunjuk," tandasnya. "Untuk penyertaan modal, ini keterangan baru yang saya dapat dari pak Suriansyah. Bahwa suatu kewajaran, modal dasar untuk Perusda itu Rp 1,5 triliun. Kemudian saya pertanyakan, apakah masih representatif ketika modal dasar Rp 27 miliar untuk mendirikan Perusda, itu belum masuk sebenarnya. Kemudian dari semua kesaksian saksi yang telah dihadirkan JPU, terdakwa tidak memberikan tanggapan dan pertanyaan," pungkasnya. Setelah mendengarkan seluruh saksi yang dihadirkan, Hongkun Ottoh kemudian menutup persidangan dan akan kembali dilanjutkan pada Selasa (11/1) mendatang. (aaa/zul)
Tags :
Kategori :

Terkait