Catatan Pilkada 2020

Minggu 13-12-2020,20:26 WIB
Reporter : Disway Kaltim Group
Editor : Disway Kaltim Group

Pilkada serentak 2020 sedikit lagi selesai. Dengan KPU akan berkutat pada perolehan suara setiap paslon. Untuk kemudian ditetapkan sebagai pemenang kelak. Banyak dinamika yang terjadi di Kaltim. Dan ini lah beberapa catatan dari Tim Redaksi Nomorsatu Kaltim.

Diwarnai Saling Klaim SK Pengusungan

Oleh: Muhammad Rafi’i

AKHIRNYA Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kutai Kartanegara (Kukar) mendekati tahap-tahap akhir. Meskipun sudah mencapai klimaksnya pada 9 Desember kemarin. Bisa dikatakan cukup sukses sih. Jika parameternya sejak pemungutan, pencoblosan dan perhitungan suara saja. Tapi jika melihat ke belakang, banyak drama-drama yang terjadi.

Ya, dimulai saat-saat awal partai politik ramai-ramai buka penjaringan calon bupati dan wakil bupati. Untuk kemudian diusung. Loncat sana, loncat sini. Daftar sana, daftar sini. Mulai dari politisi ulung, tokoh masyarakat, pengacara hingga tokoh agama. Ramaikan bursa calon bupati dan wakil bupati Kukar.

Saling klaim dukungan, poster di sana-sini. Mengaku calon pemimpin Kukar untuk merebut hati masyarakat.

Di antara partai politik yang punya kursi di parlemen sibuk buka penjaringan dan mencari koalisi. Hanya satu partai politik yang adem ayem. Yakni Partai Golkar. Benar saja, partai politik berciri khas kuning ini tak perlu koalisi pun, bisa saja ajukan pasangan calon.

Jelang mendekati pendaftaran di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kukar. Nama-nama pun mulai mengerucut. Mulai terbentuk beberapa poros. Sejak dibukanya pendaftaran jalur independen. Hanya dua bakal pasang calon yang mendaftar. Yakni M Ghufron Yusuf-Ida Prahastuty, Bapaslon lainnya (Alm) Eddy Subandi-Junaidi.

Sayang, perjalanan mereka tidak csampai tahap pendaftaran. Keduanya gugur. Tidak memenuhi syarat. Seperti yang diminta KPU Kukar. Mereka pun harus legowo. Sekaligus memastikan Pilkada Kukar tahun ini tak memiliki calon independen.

Hingga mendekati deadline pendaftaran pasangan calon jalur partai politik. Nama mengerucut di tiga nama. Abdul Rasid, petahana Edi Damansyah dan Awang Yacoub Luthman (AYL).

Puncaknya, saat menyisakan dua petarung. Edi dan AYL. Saling klaim memiliki dukungan salah satu partai besar. Ciri-cirinya warna biru bergambar matahari. Memang posisinya cukup ideal. Jika merapat ke AYL, maka AYL bisa maju ke gelanggang pilkada. Kalau tidak, pupus sudah harapan AYL.

Singkat cerita, kubu Edi mengklaim didukung si partai biru. Begitu pun dengan AYL. Ia mengantongi SK pengusungannya dari partai biru dengan tanggal yang lebih tua. Sedangkan Edi kantongi SK pengusungan yang baru, setelah si partai  mengaku membatalkan dukungannya pada AYL.

Puncaknya pada proses pendaftaran di KPU Kukar. Kedua kubu sama-sama membawa SK pengusungan. Dan ini menjadi puncak masalah.

Edi lebih diuntungkan dengan membawa ketua sekaligus sekjen si partai biru. Sedangkan kubu AYL tidak. Otomatis tertolak lah proses pendaftaran di KPU Kukar hingga masa perpanjangan pendaftaran berakhir. Akhirnya Edi Damansyah jadi petarung tunggal, ditemani calon wakilnya Rendi Solihin.

Langkah hukum pun diambil kubu AYL, dengan melakukan beberapa laporan. Baik ke Bawaslu Kukar, Bawaslu Kaltim hingga Bawaslu RI.

Drama kembali terjadi, kurang sebulan mendekati hari pencoblosan. Timbul surat rekomendasi dari Bawaslu RI. Meminta Edi Damansyah yang saat itu masih sebagai calon bupati, untuk didiskualifikasi. Alasannya karena melanggar aturan pilkada. Intinya diduga menyalahgunakan kekuasaannya untuk menolong start kampanye. Ini hasil dari aduan relawan Kolom Kosong

Tags :
Kategori :

Terkait