Waspada Risiko Ketergantungan Pangan

Jumat 20-11-2020,17:44 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

TPID secara aktif berupaya mengendalikan inflasi dengan menjaga kecukupan pangan.

Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Inflasi Balikpapan triwulan IV diperkirakan akan sedikit meningkat. Hal itu sejalan dengan era new normal sehingga permintaan diperkirakan akan menguat. Hal itu berdasarkan pantauan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Balikpapan dari beberapa risiko di triwulan mendatang. Risiko lain bersumber dari cuaca yang kurang kondusif. Yang berpotensi menganggu produksi sejumlah bahan pangan. Tahun depan, juga terdapat risiko inflasi yang perlu diwaspadai. Terutama menguatnya permintaan, normalisasi tarif angkutan udara, dan ketergantungan pangan dengan daerah lain. Hal itu terungkap dalam High Level Meeting (HLM) TPID Kota Balikpapan melalui virtual meeting dengan tema Ketahanan dan Kecukupan Pangan Kota Balikpapan, Kamis (19/11/2020). HLM dipimpin langsung Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi selaku Ketua TPID Kota Balikpapan. Dihadiri seluruh anggota TPID. Termasuk Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan, Bimo Epyanto. Bimo menjelaskan, dengan mempertimbangkan risiko dan tantangan inflasi ke depan. Diperlukan strategi 4K yang dimasifkan. Yaitu keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi dan komunikasi yang efektif. "Beberapa upaya mengantisipasi risiko inflasi ke depan akan ditempuh langkah-langkah yang harus dilakukan," katanya, kepada nomorsatukaltim.com. Di antaranya, mendorong produksi lokal di Kota Balikpapan melalui mengawal keberlanjutan kegiatan urban farming. Melakukan pemetaan sentra produksi sebagai dasar kerja sama antardaerah. Menginisiasi kerja sama antardaerah untuk menjamin ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi. Terutama untuk komoditas pangan strategis, mendorong Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur memfasilitasi kerja sama antardaerah intra Kalimantan Timur. Selain itu, pemanfaatan subsidi biaya distribusi Kementerian Pertanian jika terdapat komoditas yang mengalami kelangkaan. Dan melakukan pengelolaan ekspektasi masyarakat melalui komunikasi yang efektif ke masyarakat. "TPID berupaya pencapaian inflasi Kota Balikpapan tahun 2020 yang terjaga pada level 3% ± 1%," sebut Bimo Epyanto.   Dalam kesempatan itu, pihaknya juga menyampaikan informasi mengenai perkembangan inflasi di Kota Balikpapan. Berdasarkan hasil asesmen Bank Indonesia Balikpapan, faktor yang mendorong terjadinya deflasi di Kota Balikpapan adalah merebaknya pandemi COVID-19. Di mana hal ini mendorong lemahnya permintaan (daya beli menurun) yang tercermin dari hasil survei Konsumen Bank Indonesia. Yang menunjukkan Indeks Keyakinan Konsumen berada pada level pesimis. Kemudian, melandainya inflasi bahan makanan seiring kecukupan pasokan di tengah permintaan yang tidak sekuat sebelumnya. Serta berlanjutnya koreksi harga angkutan udara seiring rendahnya permintaan di sektor transportasi udara. "Penurunan tarif angkutan udara yang dialami menyesuaikan lemahnya permintaan yang ditengarai sebagai dampak kebijakan swab/rapid test bagi penumpang pesawat, kebijakan korporasi/perusahaan yang membatasi perjalanan dinas, dan adanya imbauan masyarakat untuk menahan bepergian ke luar daerah di tengah pandemi," ujarnya. Sementara itu, Rizal Effendi mengatakan bahwa TPID secara aktif berupaya mengendalikan inflasi dengan menjaga kecukupan pangan. Yaitu melalui program-program inovasi seperti Gerakan Wanita Matilda, kampanye Budidaya Lele dan Kangkung dalam Ember (BUDE). Juga ada launching Pagar Mantep, program Laris Pasar, pemantauan harga, operasi pasar melalui kegiatan stabilisasi harga dan pasokan. Di tengah pandemi COVID-19, Kota Minyak mencatat lima kali deflasi.  Yaitu pada Maret, Juli, Agustus, September, dan Oktober 2020. "Tetapi, perlu diwaspadai risiko ketergantungan pangan Kota Balikpapan terhadap daerah lain. Karena mendorong fluktuasi harga bahan makanan sehingga perlu menjadi concern dalam kontinuitas pasokan," ujarnya menambahkan. (fey/eny)
Tags :
Kategori :

Terkait