Mengetahui empat bawahnnya ditetapkan sebagai tersangka, Sultan, kepala Pemangku Kota Ulin ikut gusar. Ia masih tidak percaya jika bawahannya terlibat aktif dalam kasus tersebut. Tidak mungkin… Tidak mungkin. Ini pasti rencana para sinuhun.
-------------
MUFAKAT KANJENG SINUHUN - MAKAN malam kali itu terasa hambar bagi Tari. Rasanya kurang lengkap. Padahal, anak dan cucu-cucunya tengah berkumpul. Tak biasanya Sultan absen pada jam makan malam. Itulah waktu yang ia sempatkan untuk berkomunikasi dengan keluarga. Utamanya dengan Tari, sebagai istri, yang sudah mendampinginya berpuluh tahun. Di tengah kesibukannya sebagai pejabat publik.
Pagi hingga sore, Sultan biasanya sudah sibuk dengan aktivitasnya memimpin Kota Ulin. Kadang, lanjut lagi malam. Bahkan hingga larut. Begitu seterusnya. Hampir tak ada libur bagi keluarga itu. Apalagi liburan. Hanya jam makan malam ini yang biasanya tak terlewatkan. Sultan memang berkomitmen untuk meluangkan waktu pada jam itu. Apalagi jika cucu-cucunya pada datang. Itulah momen berharga bagi keluarga Sultan.
Tak biasa juga Sultan absen bermain bersama cucu-cucunya. Yang lagi lucu-lucunya itu. Cucu pertama dari anak pertamanya itu sudah mulai pintar bicara. Semua ia tanyakan pada sang kakek. Laki-laki, usianya sudah empat tahun. Cucu keduanya perempuan. Itu baru belajar jalan. Badannya montok dan menggemaskan.
Namun, Tari tak mau ambil pusing. Ia mengajak anak dan cucu-cucunya untuk melanjutkan makan malam tanpa harus menunggu Sultan. Anak-anaknya pun tak mau bertanya lebih jauh. Mereka sudah mafhum, sang ayah sangat sibuk. Urusan rakyat dan Kota Ulin hampir tak ada habisnya. Begitulah pejabat publik.
Tak jauh dari tempat itu. Sultan berada di ruang tamu. Persis di samping rumah dinasnya itu. Ia masih ngobrol dengan dua orang bawahannya. Yang satu tampak sudah tak asing. Hampir setiap hari bersama Sultan. Dialah Agus. Bukan aparat pemangku kota bawahan Sultan. Tapi teman yang setia. Kemana ada Sultan, disitu pun biasanya Agus hadir. Agus yang seorang pengusaha itu, juga sering dimintai pertimbangan terhadap berbagai kebijakan. Setidaknya second opinion dari pandangan orang luar.
Seorang lagi adalah Syamsuddin. Ia adalah Sesepuh Bidang Hukum Pemangku Kota Ulin. Syamsuddin lah yang biasanya memberikan pertimbangan hukum kepada Sultan. Pun begitu terkait dengan kerja sama dengan pihak luar. Sesepuh Bidang Hukum lah yang memberi pertimbangan itu.
Namun, di Kota Ulin kadang kala hukum bisa dikalahkan dengan politik. Rakyat boleh takut dengan penegak hukum, tapi urusan politik, eitt..nanti dulu.
Karena hukum juga hasil dari produk politik. Hasil kompromi para elit politik yang dikolompokan dalam faksi-faksi itu. Kepala Pemangku Kota seperti Sultan bahkan para sinuhun, juga produk politik.
Syamsuddin sebetulnya sudah memberikan pertimbangan hukum dalam kasus perluasan lahan pertanian itu. Namun, ia tidak punya kewenangan untuk memutuskan lebih jauh. Samsyuddin juga pernah dipanggil Punggawa Militer Besar. Hanya sekali. Ia dimintai keterangan sebagai Sesepuh Bidang Hukum terkait kasus dugaan penggelembungan dana pada pengadaan lahan 1.000 hektare tersebut. Namun, ia lolos dari status tersangka.
Sementara Sultan juga tetap harus mempertimbangkan peta politik dalam kebijakannya. Karena apapun program yang akan dilakukan, tak bisa berjalan tanpa adanya dukungan dari para sinuhun. Sementara proyek perluasan lahan pertanian ini dianggap mendesak. Ini soal kebutuhan pangan masyarakat. Juga kaitannya dengan tingginya biaya hidup di Kota Ulin. Artinya harus segera dilakukan agar biaya hidup masyarakat tidak terlampau tinggi. Ujung-ujungnya adalah kesejahteraan.
Jika mengandalkan pasokan bahan pangan dari daerah sebelah. Ketergantungan. Sering kali berpengaruh terhadap harga. Apalagi dengan banyaknya pengepul nakal. Mereka dengan seenaknya memainkan harga-harga itu. Pemangku Kota tidak berdaya. Hukum pasar yang berlaku.
Kini tidak ada acara lain, selain memperluas lahan pertanian. Dengan begitu, bisa juga mengontrol harga-harga di pasaran.
Sultan pun tak luput dari panggilan penyidik. Sudah dua kali ia dipanggil. Dikonfrontir dengan saksi-saksi lainnya. Namun secara teknis, Sultan menyampaikan tidak mengetahui itu. Ia mempercayakan semuanya kepada bawahannya dan para sinuhun yang mengawasi kegiatan teknis.
Apakah Sultan tahu adanya kenaikan harga tersebut?. Jawabannya “Iya”. Tapi bagi Sultan, jika memang pertimbangan secara teknis mengharuskan adanya penambahan anggaran, tak masalah. Asalkan memang sesuai saja. Karena dianggap menyetujui itulah Sultan akhirnya dipanggil sebagai saksi.