SAMARINDA, nomorsatukaltim.com - Secara resmi, tiga anggota DPRD Kaltim memberikan surat penangguhan penahanan untuk dua mahasiswa yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polresta Samarinda. Terkait dugaan membawa senjata tajam dan penganiayaan pada saat aksi tolak pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, Kamis (5/11/2020) lalu.
Ketiga legislator Karang Paci (sebutan DPRD Kaltim) tersebut atas nama Sutomo Jabir dari PKB, Baharuddin Demmu selaku Ketua Fraksi PAN, dan Syafruddin selaku Ketua Fraksi PKB. Ketiganya secara resmi menyerahkan berkas administrasi penangguhan penahanan kepada perwakilan pimpinan di Polresta Samarinda, Kamis (12/11/2020). Dalam kesempatan itu, Syafruddin menyampaikan, sedikitnya ada empat anggota pimpinan yang siap menjadi penjamin, termasuk Wakil Ketua DPRD, Sigit Wibowo.
“Cuman (Pak Sigit) belum hadir hari ini (kemarin, Red.), dan Insyaallah akan ikut serta menandatangani secepatnya,” ungkapnya kepada Kabag Ops Kompol Andi Suryadi yang mewakili Kapolresta Samarinda Kombespol Arief Budiman, di Mapolresta Samarinda, Kamis (12/11/2020).
Baca juga: Lima Anggota DPRD Kaltim Ajukan Penangguhan Penahanan Mahasiswa
Pemberian berkas penangguhan itu kemudian diterima, dan selanjutnya akan disampaikan ke Kapolresta Samarinda, usai dinas ke luar daerah.
"Kami belum bertemu Kapolresta Samarinda Kombes Pol Arif Budiman. Namun, kami sudah menyerahkan berkas tersebut kepada pimpinan Polresta yang diwakili oleh Kasatreskrim Kompol Yuliansyah dan Kabag Ops Kompol Andi Suryadi," ungkap Syafruddin kepada media ini.
Udin sapaan karibnya menjelaskan, kedatangan mereka sebagai anggota DPRD Kaltim tidak bermaksud untuk mengintervensi proses hukum. Namun, karena rasa solidaritas dan kemanusiaan yang tinggi, dia mengatakan mahasiswa tersebut wajib untuk dibela.
“Sebagai senior juga dipergerakan, kami menjaminkan diri kami, agar mereka bisa bebas dan menunaikan tugasnya sebagai mahasiswa dan menjadi abdi bagi negara,” ungkap Udin.
Baca juga: Polisi Tangkap Sembilan Peserta Aksi Tolak UU Cipta Kerja di Samarinda, Dua Dijadikan Tersangka
Udin berharap, penyerahan berkas penangguhan itu dapat segera direspons oleh Kapolresta Samarinda dengan cepat. Apabila dalam waktu kurun satu minggu, penangguhan masih belum mendapatkan respons, pihaknya akan mendatangi Polda Kaltim untuk mendorong pembebasan kedua mahasiswa tersebut.
“Jadi ini juga dalam tujuan silaturahim, sekaligus membangun hubungan antara lembaga legislatif dan yudikatif,” jelasnya.
Terakhir, Udin mengaku telah menghubungi Rektor Politeknik Negeri Sipil (Polnes) dan Rektor Universitas Mulawarman (Unmul) sebagai lembaga akademik yang menaungi kedua mahasiswa yang ditetapkan sebagai tersangka tersebut. Udin mengingatkan kepada kedua rektor tersebut untuk membantu pembebasan FR dan WJ.
“Kita berharap juga, agar segeranya Rektor Unmul dan Polnes juga ikut bersikap. Karena mereka punya tanggung jawab, dan bisa membantu proses percepatannya juga. Semua instrumen potensial akan kita gerakkan,” terangnya.
DIJENGUK ORANG TUA
Dalam kesempatan itu pula, media ini berkesempatan untuk berbincang dengan ayah salah satu tersangka bernama FR. Ditemui di halaman Mapolres Samarinda, Johansyah (50), yang mengaku sebagai orang tua FR ini menyampaikan, dirinya melakukan perjalanan cukup jauh dari Kabupaten Balangan, Kalsel, ke Samarinda hanya ingin bertemu dengan anak pertamanya tersebut.
Ia mengaku baru mendapat kabar terkait FR yang ditetapkan tersangka, Selasa (10/11/2020) lalu.
“Baru tahunya Selasa siang jam 2, saya ada terima surat penahanan anak saya," ucapnya saat diwawancarai, Kamis (12/11/2020) di Mapolresta Samarinda.
Usai menerima surat penahanan anaknya, ia segera menuju Samarinda dan berkesempatan untuk menanyakan langsung kepada FR apa yang sebenarnya telah terjadi.
"Terus waktu saya bertemu, saya langsung tanyakan ke dia. Saya bilang, kamu jawab dengan jujur. Apakah itu memang perbuatannya atau tidak. Anak saya bilang dia berani bersumpah kalau senjata tajam itu bukan miliknya,” ungkapnya.
Lanjutnya bercerita, kepada dirinya, FR mengaku ia tidak ada membawa senjata tajam saat hendak berdemonstrasi. Kala itu, aksi unjuk rasa pecah, FR seketika bergerak untuk membantu temannya yang terjatuh. Namun tiba-tiba FR ditangkap polisi dengan menunjukkan senjata tajam, yang kemudian disebut adalah miliknya.
“Saya tahu benar anak saya bagaimana. Jadi saya pun yakin itu bukan FR. Bahkan saya bilang, kalau memang barang itu punya dia, jawab jujur saja. Saya ikhlas. Tapi kalau barang itu bukan punya FR, dia mati sekalian tidak apa-apa. Perjuangkan apa yang menurutnya sebagai kebenaran,” ungkapnya berlinang air mata.
Johansyah mengatakan, FR merantau sendirian ke Samarinda hanya untuk mengenyam pendidikan tinggi. Bermodalkan uang satu juta, FR nekat berkuliah sembari bekerja. Johansyah mengaku, selama anaknya merantau di Samarinda kerap berkomunikasi dengan baik. FR bahkan disebut sangat berbakti, karena rutin mengirimkan hasil kerjanya ke keluarga.
“Saya berani jamin, saya tahu betul kelakuan anak saya. Dia anak baik, bukan saya ngomong sembarangan. Dia memang taat pada orang tua,” lanjutnya.
Johansyah menjelaskan, FR adalah anak kedua dari lima bersaudara. Di bawah FR, ada tiga adik yang masih kecil. Sehingga keluarga menaruh harapan besar terhadap FR sebagai calon tulang punggung keluarga. Atas kejadian ini, Johansyah tak memungkiri, ia dan keluarga merasa begitu terpukul.
“Saya memohon kepada pihak yang bersangkutan, agar anak saya bisa diperlakukan secara adil. Tolong bantu anak saya. Supaya bisa melanjutkan kegiatan kuliahnya seperti biasanya,” ucap lelaki yang berprofesi sebagai sopir ini.
Pada kesempatan yang sama, Johansyah turut berkesempatan bertemu langsung dengan tiga legislator DPRD Kaltim yang ikut pasang badan untuk membebaskan anaknya tersebut. Salah satu anggota dewan itu adalah Baharuddin Demmu.
”Kita akan terus berupaya, pak. Berdoa saja mudah-mudahan ada respons cepat dari Pak Kapolres. Kami sebagai senior mereka juga mencari jalan tengah, pak, doakan ya, pak,” ungkap Demmu menyampaikan simpatinya kepada Johansyah. (aaa/zul)