Hanya Pola yang Berubah

Rabu 11-11-2020,09:23 WIB
Reporter : admin3 diskal
Editor : admin3 diskal

TANJUNG REDEB, DISWAY - Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11/2020 tetang Cipta Kerja terdapat revisi retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB), yang sebelumnya mengacu pada UU Nomor 28/2009 Peraturan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Plh Kasi Pelayanan I, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Berau, Fery Atom Batara, revisi tersebut tidak menghilangkan hak pemungutan retribusi IMB, sebab pemerintah daerah masih berhak memungut retribusi. Perombakan itu berada dalam pasal 144 UU Cipta Kerja, retribusi IMB atau yang sekarang mengalami perubahan istilah menjadi retribusi persetujuan bangunan gedung, tetap menjadi salah satu dari sekiranya 4 jenis retribusi yang berhak dipungut oleh pemerintah daerah. “Terkait retribusi sempat menjadi perbincangan, tetapi jika mengacu secara global dan keputusan menteri retribusi tetap ada di daerah. Hanya berupa pola pengurusan izin yang berubah,” jelasnya kepada Disway Berau, Selasa (10/11). Dia menjelaskan, secara global merujuk pada UU Cipta Kerja, persetujuan bangunan gedung adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan untuk membangun gedung baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku nantinya. Meskipun saat ini belum ada perubahan lagi dari provinsi, karena daerah hanya bisa melaksanakan dari kementerian dan provinsi. Selama ini pula, pengurusan izin selalu mengacu pada peraturan kementerian, walaupun ada landasan baru dalam peraturan pemerintah dan peraturan kepala daerah. Dia memberi contoh, seperti penetapan tarif retribusi, jangka waktu hingga kearifan lokal di Kabupaten Berau mengacu pada Perda No 6 Tahun 2011 dan Perbup Pemutihan Nomor 36 tahun 2017. Sementara itu, pada UU Cipta Kerja, terdapat satu pasal baru. Yaitu Pasal 156A berbunyi bahwa memungkinkan pemerintah pusat dapat mengubah tarif retribusi demi melaksanakan kebijakan fiskal nasional. Kemudian, dalam pasal 36A UU No 28 tahun 2002, di dalam cipta kerja mengatur pelaksanaan setelah mendapatkan persetujuan bangunan gedung. Perihal persetujuan dapat diperoleh setelah mendapatkan pemenuhan standar teknis dari pemerintah pusat. Sesuai dengan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) dari Pemerintah Pusat. “Garis besar dalam perubahan pola pelaksanaan, NSPKnya lah yang akan diatur pusat, sebab tiap daerah memiliki kewenangan yang berbeda. Pusat sifatnya menyamakan, tetapi setelahnya persetujuan ada pada daerah,” jelasnya. Menurutnya, UU Cipta Kerja tidak terlalu banyak mengambil perubahan. Sejauh ini pelaksanaan izin sudah diatur oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melalui lembaga OSS yang sudah dijalankan sejak tahun 2018. Jika NSPK akan berlaku, pihaknya tidak perlu lagu mengacu pada SOP yang dibuat oleh daerah. Dia memberikan contoh, seperti pengurusan izin sebelum diadakannya tinjauan lapangan, melalui NSPK dapat serentak menentukan berapa lama waktu yang diperlukan. Jadi, masing-masing daerah sama. “Kalau sekarang tinggal menunggu peraturan resminya dulu. Pelayanan masih seperti biasa, kalau harus langsung mengacu pada UU Cipta Kerja hari ini tidak ada pelayanan. Sekarang dengan provinsi juga belum ada pembicaraan lebih lanjut,” jelasnya. Pihaknya juga tidak bisa berkomentar banyak, hanya memaparkan beberapa poin penting dalam perubahan UU Cipta Kerja. Tetapi pastinya retribusi tetap dipungut oleh daerah jika tidak ada lagi perubahan. Jika ada perubahan, potensi kehilangan retribusi untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) bisa mencapai Rp 1 miliar per tahun. Diakui, angka itu tidak terlalu besar. Seperti di tahun ini, realisasi kuartal pertama retribusi masih jauh dari target sebesar Rp 1,5 miliar. Begitu juga dengan retribusi dua tahun sebelumnya belum bisa mencapai target. Namun pada 2017 realisasi pernah melampaui target, yaitu sebesar Rp 1,715 miliar menjadi Rp 1,3 miliar. *RAP/APP

Tags :
Kategori :

Terkait