Samarinda, nomorsatukaltim.com – Borneo FC Samarinda tampak masih trauma atas apa yang terjadi pada penyelenggaraan Liga 1 musim ini. Bahkan ketika PT LIB selaku operator liga mengirimi surat pemberitahuan terkait kelanjutan kompetisi. Borneo FC malah jadi kikuk.
Menurut manajemen, surat tersebut sama sekali belum memberi titik cerah. Memang, PT LIB menyebut kompetisi Liga 1 akan digulirkan Februari sampai Juli 2021. Tapi hanya itu saja.
Tanggal kick off belum tertera. Pernyataan sudah mendapatkan izin keramaian juga belum ada. Format kompetisi dan venue juga sama sekali belum dijelaskan. Maka tak wajar jika Borneo FC tidak terlalu antusias. Bagi mereka, surat tersebut masih menimbulkan banyak tanda tanya.
"Jelas surat yang diberikan PSSI maupun PT LIB untuk klub terkait kelanjutkan kompetisi. Tapi kami rasa masih sangat membingungkan. Kita semua tak mau kejadian yang kemarin terulang kembali," urai Farid Abubakar, manajer Borneo FC kepada Disway melalui sambungan seluler, Jumat (06/11/2020).
Surat pemberitahuan tersebut memang tak ubahnya seperti sebelumnya. Seolah-olah PSSI dan PT LIB tidak belajar banyak dari kerunyaman yang terjadi 3 bulan terakhir.
Dari sisi finansial. Federasi dan operator liga sudah memastikan akan memberi suntikan subsidi sebesar 25 persen dari angka normal. Jika sebelumnya per bulan klub mendapat Rp 800 juta, kali ini hanya Rp 200 juta saja setiap bulannya.
Kepastian ini memang sudah lama dinanti-nanti klub peserta Liga 1. Maka penjelasan soal nominal subsidi klub ini patut disyukuri.
Sayangnya, subsidi baru diberikan ketika liga bergulir nanti. Artinya pada bulan Maret tahun depan, klub Liga 1 baru akan mendapatkan dana subsidi bulan Februari.
Jadi sebelum kompetisi bergulir, klub harus menanggung biaya operasional tim sendiri. Padahal selama kompetisi libur, klub tetap harus membayarkan gaji pemain dan ofisial. Belum lagi biaya akomodasi, transportasi, dan konsumsi pemain saat melakukan pemusatan latihan sejak Agustus hingga Oktober lalu. Bukan uang sedikit itu.
Untuk Borneo FC sendiri, mereka bahkan mengeluarkan biaya ekstra. Yaitu untuk swab test tahap pertama. Serta biaya yang terlanjur keluar untuk DP hotel dan tiket pesawat. Yang kemudian semua tahu, segala pengeluaran itu berakhir sia-sia.
"Poin inilah yang membuat saya kecewa. Karena pada saat ini klub sangat membutuhkan subsidi itu. Seperti diketahui, banyaknya pengeluaran tim dan tidak adanya pemasukan untuk tim selama ini. Ini yang kemudian membuat tim jadi susah secara finansial. Jika federasi memutuskan baru akan memberi subsidi itu ketika kompetisi bergulir," sesal Farid.
Pada momen seperti ini, harusnya PSSI dan PT LIB hadir di tengah-tengah klub. Melahirkan solusi pembiayaan klub yang tertatih-tatih. Agar kasus klub bangkrut tidak lagi terjadi di persepakbolaan Tanah Air.
"Tahun 2020. Sungguh kondisi yang teramat mengecewakan buat klub. Semoga yang mempunyai kuasa untuk membuat keputusan itu, mengerti apa yang kita alami," tutupnya. (frd/ava)