Berburu Sumber Air Baku

Jumat 06-11-2020,16:00 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal

Pembangunan infrastruktur persiapan ibu kota negara baru memang ditunda. Tapi penyusunan rencana tata ruang dan pemenuhan kebutuhan air bersih atau air baku terus berlangsung. Daerah dan pusat silang pendapat.

nomorsatukaltim.com - Kebutuhan air bersih merupakan isu klasik yang belum bisa diselesaikan. Mengingat sumber air bersih di Kalimantan Timur cukup terbatas. Tanpa ibu kota baru, masih banyak masyarakat yang belum terlayani. Di Kota Samarinda misalnya, Perusahaan Umum Daerah Air Minum (Perumdam) Tirta Kencana, baru mampu memenuhi 75 persen rumah tangga. Padahal, Samarinda sudah digadang menjadi salah satu daerah utama penyuplai kebutuhan air ibu kota negara baru. "Kami baru memiliki kemampuan produksi 2.532 liter per detik dari 15 IPA (Instalasi Pengolahan Air). Sementara kebutuhannya lebih dari itu," kata Kepala Seksi Humas dan Protokol Perumdam Tirta Kencana, Lukman, Senin (2/10/2020). Ada tiga wilayah yang masih menerima distribusi air bergilir dari PDAM. Di antaranya wilayah Sambutan, Wahid Hasyim, dan PM Noor. Pemutusan distribusi air dilakukan setiap 3 hari sekali. Perumdam sudah melakukan upaya peningkatan produksi di beberapa IPA eksisting. Di Kota Tepian, pelayanan air bersih dipatok seharga Rp 2.800 per kubik untuk kelompok rumah tangga D1 atau masyarakat menengah ke bawah. Jumlah pelanggan kategori ini mencapai 40.919 Sambungan Rumah (SR). Sementara tarif maksimal adalah Rp 5 ribu per kubik. Samarinda saat ini sedang membangun 3 IPA baru. Yakni di wilayah Sungai Kapih, Makroman, dan Kalhol. Pembangunan 3 IPA baru itu, ditarget selesai pada pertengahan tahun 2021. IPA baru tersebut akan mengambil sumber bahan baku dari Sungai Mahakam, Sungai Karang Mumus, dan Waduk Benanga. “Sumber air baku kita banyak, tapi pengolahan untuk memproduksi air bersih masih terkendala,” imbuh Lukman. Berbeda dengan Samarinda, Balikpapan masih mengandalkan sumber air baku tadah hujan sumur air dalam. Waduk Manggar masih menjadi sumber utama pemenuhan kebutuhan air bersih calon kota satelit itu. Cakupan pelayanan PDAM Tirta Manggar pada data tahun 2018 mencapai 76,52 persen atau 98.173 SR. Perusahaan itu hanya mampu menambah 62 SR selama periode 2017-2018. Sedangkan menurut Direktur PDAM Tirta Manggar, Haidir Effendi, jumlah pelanggan tahun ini mencapai 106 ribu dengan daftar tunggu sebanyak 4 ribu. Untuk meningkatkan kemampuan pelayanan, PDAM merencanakan desalinasi air laut. Proses ini gagal dilaksanakan karena lelang proyek awal tahun ini tidak diminati investor. Kota ini juga sedang berburu sumber-sumber air baku yang akan diolah menjadi air bersih. Pemerintah sudah membangun embung Aji Raden dan Waduk Teritip. Dari dua sumber itu akan mampu melayani 16 ribu pelanggan. Soal menyuplai kebutuhan ibu kota negara, PDAM Samarinda menyatakan kesiapannya. "Kami optimistis mampu memenuhi kebutuhan air sampai IKN nanti. Lagi pula, akan dibangun waduk baru juga untuk wilayah IKN. Jadi aman. Pasti terpenuhi," kata Lukman. Biar belum memenuhi cakupan pelanggan 100 persen, Perumdam Tirta Kencana Samarinda, bisa menyetor Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 8 miliar di 2019. Lebih tinggi dari satu tahun sebelumnya. Sebesar Rp 7 miliar.

BENDUNGAN UBAH EKOLOGI, DESALINASI MAHAL

Ketua Tim Pelaksana Penyusunan Rancangan Tata Ruang Calon Ibu Kota Negara, F. Ermaula Aseseang mengakui sumber air baku pemenuhan ibu kota negara, masih kurang. Meski begitu, pemerintah menghindari upaya pengambilan air tanah. “Di mana-mana, kota pasti butuh air, tapi kita akan mengejar air permukaan," katanya. Kawasan strategis nasional memiliki luas 256 ribu hektare, termasuk kawasan ibu kota seluas 56 ribu hektare. Alternatif pemenuhan air baku IKN tersebut, yaitu membangun bendungan, desalinasi hingga memanfaatkan sodetan Sungai Mahakam. Namun, pembangunan bendungan dan desalinasi, agak susah dilakukan. Sebab, bila membangun bendungan, dikhawatirkan akan mengubah ekologi. Sementara desalinasi, mahal. Sehingga opsi yang paling kuat, memaksimalkan Sungai Mahakam. "Perkembangan terakhir, bendungan tidak dibuat. Lebih baik dengan sodetan mahakam. Tapi ini masih tataran bahasan," kata dia. Namun pernyataan Ermaula dibantah Pejabat Pembuat Komitmen Perencanaan dan Program Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III, Indrasto Dwicahyo. "Pembangunan bendungan Sepaku-Semoi, sudah berjalan. Intake Sungai Sepaku dan Bendungan Lepek. Akan dibangun. Rencana untuk masa kontruksi, kita intake Sungai Sepaku," bebernya. Sementara untuk wacana sodetan Sungai Mahakam, memang ada. Bisa memenuhi minimal kebutuhan sampai 2.000 liter per detik. Namun, ada beberapa pertimbangan. "Sungai Mahakam terpengaruh pasang surut. Sehingga kami harus cari (daerah) yang agak ke hulu sungai. Kemudian jaraknya jauh. Kalau lewat tol (jalurnya), 140 kilometer. Kalau lewat Loa Kulu, Jembayan, sekitar 40 kilometer. Tapi itu di seberang, ada Bukit Meratus. Kemudian harus mempertimbangkan salinitas juga," jelasnya. Menurut Indras strategi yang disiapkan memenuhi kebutuhan air ialah dengan pembangunan beberapa bendungan. Kebutuhan air baku di ibu kota negara sampai tahun 2045 diperkirakan mencapai 4.000 liter per detik. Sementara saat ini, air baku yang tersedia dari eksisting Sungai Tengin hanya 20 liter per detik. Pemeirntah memerkirakan tahun 2024 dibutuhkan 30 liter per detik. Kapasitas ini diperkirakan mampu memenuhi kebutuhan 30 ribu orang di masa konstruksi. Untuk mengetahui kebutuhan air menggunakan pendekatan jumlah penduduk, BWS masih menunggu rencana induk ibu kota negara yang dibuat Bappenas. (sah/krv/yos)
Tags :
Kategori :

Terkait