Tantangan Indonesia saat Resesi

Kamis 05-11-2020,08:20 WIB
Reporter : Disway Kaltim Group
Editor : Disway Kaltim Group

Sayangnya, ia menilai, upaya pemerintah menekan pandemi masih kurang serius. Ini tercermin dari realisasi dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Untuk sektor kesehatan masih mencapai Rp 27,59 triliun atau 31,51 persen. Dari pagu Rp 87,55 triliun per September lalu. 

Menurutnya, itu masih terlalu rendah. “Padahal ini yang diperlukan untuk mendorong konsumsi. Melalui sentimen atau kepercayaan konsumsi kelas menengah. Khususnya kelas menengah atas. Kalau COVID-19 sudah diturunkan, ini menambah kepercayaan kelas menengah atas. Untuk lebih leluasa. Dalam melakukan aktivitas konsumsi,” katanya.

Upaya pemerintah menggenjot konsumsi masyarakat juga bisa dilakukan. Dengan mendorong penyaluran dana PEN dari sektor-sektor lainnya. Khususnya dana perlindungan sosial.

Memang, kata Yusuf, realisasi sektor perlindungan sosial paling besar yakni sebesar Rp 167,08 triliun atau 81,94 persen. Dari pagu Rp 203,9 triliun. Namun, dalam praktik di lapangan, ia mengungkapkan, penyaluran bantuan sejumlah program yang masuk dalam perlindungan sosial masih mengalami kendala. Misalnya Kartu Prakerja dan Bantuan Subsidi Gaji (BSU).

Ia mengatakan, banyak calon penerima Kartu Prakerja gagal mencairkan bantuan. Lantaran terganjal masalah prosedur. Misalnya, calon penerima tidak mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan. Sehingga tidak bisa menerima insentif senilai Rp 3,5 juta dari Kartu Prakerja.

Hal yang sama, kata dia, juga terjadi pada program subsidi upah yang dilakukan oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Oleh sebab itu, pemerintah hendaknya melakukan evaluasi kualitas pelaksanaan program. Bukan hanya berpatok pada tingkat realisasi penyaluran.

“Meskipun persentase meningkat, tapi kalau dilihat lebih detail dari perlindungan sosial, ini masih banyak yang harus ditingkatkan. Dalam upaya untuk mendorong konsumsi. Khususnya pada dua bulan terakhir tahun ini,” tuturnya.

PENGENDALIAN CORONA

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menambahkan, kunci perbaikan investasi maupun konsumsi paling utama adalah mengendalikan pandemi COVID-19. “Baik investasi maupun konsumsi, kalau mau pulih, maka pandemi harus terkendali,” tuturnya.

Namun, untuk mengurangi tekanan pada investasi, ia menilai, pemerintah perlu membidik investasi. Dari negara-negara yang pandeminya mulai terkendali dan ekonominya pun berangsur pulih. Indonesia, dalam hal ini harus bersaing ketat. Dengan negara lain. Yang juga berupaya menarik investasi. Dari negara-negara yang sudah membaik tersebut. Sehingga harus memiliki nilai tawar yang lebih kuat.

“Seiring aktivitas ekonomi mereka yang meningkat, diharapkan negara-negara tersebut juga segera ekspansi ke luar negeri,” tuturnya.

Eko mencontohkan, negara yang dari sisi ekonomi maupun pandemi mulai membaik adalah China. Umumnya, kata dia, China tertarik untuk investasi pada sektor teknologi dan infrastruktur. Namun, ia kembali menekankan. Guna menarik investasi dari China, bukan perkara mudah. Utamanya jika hal utama tadi, yakni pandemi COVID-19, belum terkendali.

“Kemungkinan mereka belum akan kembali melirik Indonesia. Kalau penanganan pandemi masih belum maksimal,” ucapnya.

Sementara itu, guna mengurangi tekanan pada konsumsi rumah tangga, maka ia menyarankan agar sektor-sektor berisiko penularan COVID-19 rendah bisa mulai dibuka. Dengan protokol kesehatan yang ketat. Misalnya, aktivitas ekonomi di luar ruangan dengan tetap membatasi kapasitasnya.

Selain itu, pemerintah juga bisa mendorong ekonomi digital dan e-commerce berbasis potensi lokal. Harapannya, ini bisa mendorong sektor UMKM. Yang memiliki kontribusi besar kepada PDB kurang lebih 60 persen.

“Belanja sosial juga harus terus disalurkan. Sesuai alokasi yang sudah ditetapkan. Agar masyarakat bawah juga mulai bangkit,” katanya.

Tags :
Kategori :

Terkait