Dinar menambahkan, Permenaker ini disosialisasikan ke anggota dewan pengupahan provinsi, kabupaten/kota. Namun kondisi pandemi COVID-19 ini, peserta sosialisasi dikurangi dari 34 provinsi.
TAK TERIMA
Serikat buruh tidak terima terkait kemungkinan adanya UMP 2021 yang bakal lebih rendah dari tahun ini. Meskipun kebijakan itu dilakukan oleh perusahaan yang terdampak virus Corona (COVID-19).
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengatakan, jika itu dilakukan, maka pengusaha telah melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dia menyebut, pelaku yang melanggar hukumannya bisa penjara.
“Tidak boleh (lebih rendah). Karena melanggar UU dan bisa dituntut satu tahun penjara sesuai UU Nomor 13 Tahun 2003,” kata dia, Minggu (18/10).
Dia tidak ingin pemerintah memukul rata bahwa UMP 2021 tidak naik. Jika tidak bisa menaikkan UMP 2021, Iqbal meminta pengusaha menyampaikan laporan keuangan perusahaan yang membuktikan bahwa pelaku bisnis merugi.
“Bagi perusahaan yang tidak mampu, dibuktikan laporan keuangan perusahaan yang merugi akibat terdampak COVID-19, maka dapat mengajukan permohonan untuk tidak naik UMK/UMP 2021. Biar fair,” tuturnya.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita. Menurutnya, meskipun ada COVID-19, masih ada sektor bisnis yang tumbuh dan mampu untuk menaikkan UMP.
“Jangan karena COVID ini memang dipukul rata. Jadi tidak ada kenaikan. Saya kira ada perusahaan yang memang mampu menaikkan upahnya,” imbuh dia.
Dia memberi peringatan kepada pengusaha. Agar jangan sampai membuat buruh semakin marah karena tidak ada kenaikan UMP. Pasalnya, tidak hanya pengusaha, buruh juga terdampak COVID-19.
“Jadi, saya kira pengusaha harus melihat. Supaya ini jangan semakin membuat buruh terpuruk dan membuat mereka semakin marah. Tidak diperdulikan. Ya, harus dinaikkanlah. Misalnya kan ada perusahaan yang tidak mampu menaikkan, ya dibuktikanlah. Diajak buruh berbicara. Begitu,” tandasnya.
TIDAK BERUBAH
Besaran UMP tahun 2021 kemungkinan tidak naik. Hal itu berdasarkan usulan dari dialog selama tiga hari yang berlangsung 15-17 Oktober oleh dewan pengupahan nasional provinsi, kabupaten/kota.
Wakil Ketua Depenas, Adi Mahfudz mengatakan, UMP 2021 hanya diusulkan minimal sama dengan 2020. Sedangkan untuk perusahaan yang terdampak COVID-19, bisa menyesuaikan melalui perundingan bipartit antara pengusaha dan buruh.
“Hasilnya yang sangat utama kita saling merekomendasikan dari unsur pengusaha. Kita merekomendasikan bahwa yang pertama UMP 2021 kita harapkan minimal sama dengan 2020. Sedangkan upah minimum pengusaha yang terdampak COVID-19 tentu menyesuaikan ke bipartit,” katanya.
Adi yang juga sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pengupahan Nasional (DPN) Asosiasi Pengusaha Muda Indonesia (Apindo), menyebut hal itu karena kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan untuk menaikkan upah minimum.
“Karena kondisi ekonomi yang saat ini memang tidak memungkinkan. Kita juga sesuaikan dengan kekuatan pengusaha itu sendiri. Karena kita sebetulnya saling tahu satu dengan yang lainnya,” tutur dia.
Jika dipaksakan UMP 2021 naik di tengah kondisi pandemi, ia menilai akan semakin banyak pegawai yang dirumahkan hingga dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).