Gelombang Demo UU Ciptaker Mengikis Nyali Investor

Rabu 14-10-2020,06:51 WIB
Reporter : Disway Kaltim Group
Editor : Disway Kaltim Group

Jakarta, nomorsatukaltim.com - Gelombang penolakan terhadap Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja (UU Ciptaker) terus mengalir dari hari ke hari. Tidak hanya dari kalangan pekerja atau buruh, penolakan kini juga datang dari berbagai lembaga. Termasuk yang berlatar belakang Islam: MUI, NU, hingga Muhammadiyah.

Bahkan, PA 212 juga menggelar demo penolakan UU Ciptaker pada Selasa (13/10). Rentetan aksi demo dari buruh juga akan terus dilakukan sampai momen setahun pelantikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin pada 20 Oktober. 

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mewanti-wanti pemerintah atas dampak demo penolakan UU Ciptaker yang berkepanjangan. Sebab, bukan tidak mungkin kepercayaan investor terkikis.

“Apalagi demo berakhir rusuh. Ini bisa memberi sentimen negatif dan berdampak ke penilaian serta kepercayaan investor. Karena penolakannya semakin besar. Jadi, perlu diwaspadai,” ungkap Yusuf, Senin (12/10). 

Dampak lebih besarnya, aliran investasi yang diharap-harap pemerintah justru bisa urung masuk ke Indonesia. Toh, investor masih punya opsi berinvestasi ke negara berkembang lainnya. Yang punya iklim investasi lebih baik. Sebutlah, Vietnam. 

“Pertumbuhan investasi ke depan juga tentu akan jadi pertaruhan. Meski dengan omnibus law pun, belum tentu investasi besar akan langsung masuk. Tapi ini memberi ancaman. Yang paling tidak disukai investor ya, ketidakpastian dan kondisi yang tak kondusif. Seperti demo berkepanjangan,” katanya. 

Kendati begitu, ia belum bisa memberi hitung-hitungan berapa besar dampak ke pertumbuhan investasi ke depan. Masalahnya, tanpa persoalan ini pun, aliran investasi sudah berpotensi seret. Lantaran Indonesia masih di tahap pemulihan dari tekanan ekonomi. Akibat pandemi virus corona atau COVID-19 pada tahun depan.

Untuk jangka pendek, memang, Yusuf melihat dampak demo UU Ciptaker yang berkepanjangan sejatinya tidak terlalu besar. Hal ini terlihat dari kondisi pasar keuangan yang masih cukup ‘adem’. Meski bukan tidak mungkin terpengaruh. 

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih berada di zona hijau sampai Senin lalu. Begitu pula dengan nilai tukar rupiah. Justru cenderung menguat sejak pekan lalu. 

“Paling dampaknya yang merugi DKI Jakarta dalam jangka pendek. Karena banyak fasilitas kota yang rusak. Meski mungkin tidak terlalu besar. Namun, cukup menambah pengeluaran di tengah sulitnya ekonomi karena pandemi,” imbuh Yusuf. 

Atas kondisi ini, ia menilai pemerintah sudah harus benar-benar serius menanggapi gelombang penolakan UU Ciptaker. Hanya saja, tidak mungkin pemerintah mengalah dengan mudah.

Ambil contoh. Saat demo penolakan revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilakukan secara besar pun pada akhirnya isu mereda dengan sendiri. Hal ini pula yang terbaca oleh Yusuf akan dilakukan pemerintah. “Kalau dari gesture pemerintah saat ini sih, sepertinya memang tidak akan dibatalkan,” jelasnya.

Di sisi lain, ia melihat jalan paling ideal adalah membawa penolakan UU Ciptaker ke judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang alias perppu yang membatalkan UU Ciptaker akan lebih konyol lagi. 

“Justru ketika dibatalkan dengan terbitkan perppu, ini akan memberi dampak buruk ke investor. Karena muncul sisi tidak konsisten dari pemerintah. Dampaknya justru lebih tidak bagus. Win-win-nya judicial review,” tuturnya. 

Senada, ekonom Indef Eko Listyanto juga ragu dengan solusi penerbitan perppu. Sebab, ada pertimbangan dampak ke investor.  “Masa UU ini sudah diminta dipercepat, bahkan waktu itu kalau bisa selesai 3 bulan, setelah dipercepat, dibahasnya ngebut, tiba-tiba ditarik karena ditolak. Meski ya tidak ada yang tidak mungkin di politik. Tapi idealnya judicial review,” katanya. 

Tags :
Kategori :

Terkait