Pengecualian karena COVID-19

Jumat 02-10-2020,09:33 WIB
Reporter : admin3 diskal
Editor : admin3 diskal

Rudi memastikan, asap hasil dari pembakaran incinerator telah sesuai dengan standar baku mutu. Pasalnya, asap yang keluar melalui cerobong telah melalui scraber (filter).

“Kami juga sudah melakukan uji emisi, dan hasilnya aman,” ungkapnya.

Dalam pengoperasian incinerator, pihaknya menugaskan 3 orang. Setiap petugas, diwajibkan menggunakan APD level 3, seperti petugas ruang isolasi COVID-19.

“Jadi mereka juga pakai hazmat saat melakukan incenerasi limbah COVID itu,” pungkasnya.

Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kaltim, Munawar membenarkan, ada beberapa fasyankes yang memiliki incinerator tapi belum mengantongi izin Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Ada juga yang telah memiliki izin, namun habis masa berlakunya,” kata Munawar, baru-baru ini.

Di antaranya, RSUD Abdul Rivai di Berau. Kemudian RSUD Panglima Sebaya dan RSUD Insan Harapan Sendawar. Lalu RSUD Ratu Aji Putri Botung di PPU.

Pemerintah memberi dispensasi penggunaan incinerator hanya pada saat COVID-19. Secara spesifikasi alat yang dimiliki sudah memenuhi standar. Yakni suhu bakar antara 800-1.000 derajat celcius.

Incinerator biasanya dipakai untuk membakar limbah medis, sebelum dikemas dalam wadah berlanel B3.

Limbah medis penanganan COVID-19 yang dimusnahkan antara lain alat bekas tes swab, rapid test, alat makan pasien COVID-19, APD (Alat Pelindung Diri) tenaga kesehatan, masker, dan lain sebagainya.

"Intinya, segala hal yang berkaitan dengan alat atau sesuatu bekas penanganan. Baik dari pasien maupun tenaga medis," ungkapnya.

Saat pembakaran, asap hasil pembakaran dialirkan ke udara bebas. Melalui cerobong yang tingginya, biasanya kurang lebih 6 meter. Kata Munawar, asap pembakaran tergolong aman. Bagi lingkungan. Sebab, misalnya di limbah terdapat virus, itu sudah musnah sejak dalam pembakaran.

Setelah dibakar, debu atau sisa bakar dikemas. Lalu dikirim ke PT. Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) di Jawa Barat. "Di sana, sisa bakar limbah itu ditanam," tuturnya.

Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kaltim, per 7 September, jumlah limbah medis yang ditimbulkan dari penanganan kasus COVID-19 berjumlah 112.970 kilogram. Atau 112,9 ton.

Jumlah itu mulai Maret, awal terdeteksinya virus sampai awal bulan ini. Kepala DLH Kaltim, Ence Ahmad Rafiddin Rizal mengatakan, jumlah itu berasal dari 22 fasyankes yang menangani kasus COVID-19 di Kaltim. Tersebar di Balikpapan 4 fasyankes, Samarinda 4, Bontang 1, Kukar 2, Kutim 1, Berau 2, Paser 3, Kubar 4 dan PPU 1.

Rizal memastikan, penanganan limbah medis oleh fasyankes dengan cara dimusnahkan. Tidak dibuang ke lingkungan masyarakat, maupun tempat pembuangan akhir (TPA). “Karena limbah tergolong berbahaya, jenis B3,” katanya.

Tags :
Kategori :

Terkait