Hari Ini Periksa Lima Saksi
Selasa 29-09-2020,09:00 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal
SAMARINDA, nomorsatukaltim.com – Lima saksi akan kembali dihadirkan dalam persidangan kasus dugaan suap terkait pekerjaan infrastruktur di lingkungan Pemkab Kutim, tahun anggaran 2019-2020, Selasa (29/9/2020).
Kelimanya yaitu Sekretaris Daerah (Sekda) Kutim Irawansyah, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemkab Kutim HM Edward Azran. Kemudian ada nama Hendra Ekayana, Ahmad Firdaus, dan Panji Asmara. Ketiganya merupakan staf di Bappeda.
Sebelumnya, melalui sidang secara daring, kelimanya telah dihadirkan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda, Senin (28/9/2020). Namun karena terkendala jaringan internet, sidang akhirnya dilanjutkan, hari ini.
Dalam sidang Senin (28/9/2020), Aditya Maharani dan Deki Aryanto kembali duduk sebagai pesakitan dalam persidangan. Ia didakwa memberi suap kepada Bupati Kutim nonaktif Ismunandar, sebagai rekanan swasta Pemkab Kutim. Sidang kemarin pun dipimpin oleh Agung Sulistiyono sebagai ketua Majelis Hakim. Dengan didampingi Joni Kondolele dan Ukar Priyambodo selaku hakim anggota.
Sementara untuk Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tim Penasehat Hukum dari kedua terdakwa, serta kelima saksi menghadiri persidangan hanya melalui sambungan virtual. Begitu pula dengan kedua terdakwa yang tak bisa hadir di ruang persidangan, lantaran sedang ditahan di rumah tahanan KPK di Jakarta.
Di awal persidangan, saksi pertama yang dimintai keterangan adalah Irawansyah. Sekda Kutim itu diminta menjelaskan peran dan tugasnya sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kutim.
Dalam sesi pertanyaan yang dilemparkan oleh JPU, Irawansyah diminta menyampaikan proses tahap masuknya dana Pokok Pikiran (Pokir) DPRD Kutim ke dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Hingga kemudian Pokir itu menjadi proyek yang dikerjakan oleh rekan swasta, yakni terdakwa Deki Aryanto.
Namun baru beberapa keterangan yang disampaikan, jaringan internet terputus. Mengakibatkan sidang jarak jauh itupun harus ditunda dan akan kembali dilanjutkan pada Selasa siang (29/9/2020).
"Sidang ditunda sampai besok (hari ini, red) karena tadi ada terkendala masalah teknis di jaringan. Sidang selanjutnya tetap meminta keterangan dari kelima saksi tadi," singkat Agung Sulistiyono ditemui usai persidangan.
Seperti diketahui, Aditya Maharani dan Deki Aryanto didakwa telah memberikan suap demi memuluskan pengerjaan sejumlah proyek bernilai puluhan miliar. Uang sogokan belasan miliar yang diberikan oleh kedua terdakwa itu, mengalir ke sejumlah pejabat tinggi di Pemkab Kutim.
Nama Bupati Kutim nonaktif Ismunandar, serta istrinya, Encek Unguria Riarinda Firgasih selaku Ketua DPRD Kutim, ikut terseret. Kemudian ada pula nama Musyaffa selaku Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Suriansyah alias Anto sebagai Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), dan Aswandhinie Eka Tirta sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kutim.
Aditya Maharani, Direktur PT Turangga Triditya Perkasa serta Deki Aryanto, Direktur CV Nulaza Karya, didakwa JPU KPK lantaran terbukti melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 65 KUHP.
Dengan dakwaan kedua, Deki maupun Maharani didakwa melanggar pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 65 KUHP.
Deki didakwa menyogok Ismunandar dan Encek, melalui Musyaffa serta Anto dengan total uang Rp 8 miliar. Penyerahan uang diketahui dilakukan di rumah jabatan Bupati Kutim di Jalan Bukit Pelangi, dan di rumah Anto di Loa Ipuh, Tenggarong. Selain di sana, uang suap ada juga diberikan di kantor Bapenda Komplek Bukit Pelangi. Penyerahan uang tersebut terjadi dalam rentang waktu antara 2019 hingga Juni 2020.
Uang itu digunakan sebagai biaya kepada Encek yang telah membantu Deki menyelesaikan pembayaran proyek yang tertunda. Kemudian ada juga biaya proyek yang berasal dari pokir milik Encek sebagai Ketua DPRD Kutim. Kemudian dalam dakwaan selanjutnya, Deki juga disebut turut menyuap Ismunandar. Untuk memuluskan proyek bernilai puluhan miliar dengan potongan biaya sebesar 10 persen.
Selanjutnya, untuk perkara yang menyeret Maharani, dalam bacaan dakwaan disebutkan dia telah memberikan uang sebanyak Rp 6,1 miliar kepada Ismunandar melalui Musyaffa dan Aswandhinie Eka Tirta sebagai Kepala Dinas PU Kutim. Tujuannya agar Maharani mendapat paket pengerjaan proyek dari dinas-dinas di lingkungan Kutim. Maharani disebut sempat menyerahkan uang Rp 5 miliar secara bertahap untuk mendapatkan proyek senilai Rp 15 miliar di Dinas PU Kutim lewat Musyaffa.
Kemudian Ismunandar juga sempat memerintahkan Irawansyah selaku Sekda dan Edward Azran selaku Kepala Bappeda Kutim, untuk anggaran dana proyek Ismunandar sebesar Rp 250 miliar, agar tak dapat diganggu gugat. Dalam dakwaan juga disebutkan, pada medio Mei 2020, Maharani sempat mengadakan pertemuan dengan Ismunandar dan Musyaffa agar paket pekerjaan terdakwa tak terganggu dengan paket relokasi COVID-19.
Ismunandar pun diketahui telah memerintahkan Musyaffa untuk menindaklanjuti permintaan itu secara teknis. Atas dakwaan yang dibacakan JPU itu lah, kedua terdakwa lebih dahulu diselesaikan perkaranya. Sedangkan kelima tersangka lainnya hingga kini masih dalam proses pemberkasan perkara. (aaa/zul)
Tags :
Kategori :