Balikpapan, nomorsatukaltim.com – Jam malam membuat wajah Kota Minyak berubah. Senyap. Imbasnya gerak perekonomian melambai. Pengusaha kecil merugi. Bahkan sebagian ada yang gulung tikar.
Rizky Ananda, salah satu pelaku pengusaha kafe merasa bahwa sektor mikro dan menengah yang paling terdampak. Khususnya kafe, resto, dan angkringan, baik yang dikelola secara individu maupun perusahaan yang sudah mapan. Kondisi ini terus dihadapkan dengan kebijakan yang tak memihak mereka.
"Pengunjung jadi berkurang. Ini sudah jelas. Dan biasanya dalam sehari, ramai di jam tertentu saja," ujar Rizky, Minggu, (27/9/2020).
Penurunan jumlah pengunjung berbanding lurus dengan pendapatan. Meski transaksi bisa dilakukan secara online, atau dengan menerapkan sistem take away. Tetap tidak bisa sama seperti sedia kala.
Sebab esensi dari adanya suatu kafe atau angkringan, memang didesain sebagai tempat nongkrong. Wadah sekedar melepas penat warga Kota Minyak setelah seharian beraktivitas.
"Para pebisnis yang sering nongkrong dan ngobrol secara langsung juga jadi sulit. Mereka sering curhat. Emang bisa ketemu klien atau investor secara online, tapi karena enggak tatap muka, bisa menunda deal-deal'an suatu proyek atau bisnis yang lain loh," ungkapnya.
Dampak lain dari penurunan kunjungan bagi pengelola yakni mereka perlu melakukan penyesuaian. Mengurangi jumlah karyawan. Yang uniknya, menurut Rizky, kedekatan pemilik usaha dan karyawan di suatu kafe, berbeda dengan unit usaha lainnya. Rata-rata hubungan kerja antara bos dan anak buah sudah terjalin secara baik. Sehingga melepas seorang pekerja terasa begitu sulit. "Itu sulit," sesalnya.
Kondisi ekonomi yang menurun juga berpengaruh secara langsung kepada mitra kerja. Misalnya dengan supplier. Stok barang jadi terbatas. Sebab, supplier saja pendapatannya pasti berkurang. Disamping itu Rizky sadar. Kesehatan harus diprioritaskan.
Tapi perekonomian masyarakat yang melemah juga bisa menimbulkan masalah baru. "Suatu kebijakan selalu disertai konsekuensi. Alangkah baiknya jika dibarengi dengan solusi yang tepat," harap Rizky.
Baca juga: OMG, 2 Petugas BPBD Balikpapan Terpapar COVID-19
Termasuk penerapan jam malam. Membatasi aktivitas tidak efektif. Jika tidak dibarengi ketegasan dan kesadaran individu menerapkan protokol kesehatan.
Lagi pula perlu ada kajian yang secara spesifik dan sesuai fakta. Kalau aktivitas malam hari lebih berpotensi meningkatkan grafik pandemi, dibandingkan siang hari. "Karena tidak semua pengunjung bisa dikontrol untuk tidak berkerumun. Dan kami juga was-was kena razia kalau momennya pas lagi ramai (kunjungan)," imbuhnya.
Diketahui, Pemkot Balikpapan menerapkan pembatasan aktivitas malam hingga pukul 22.00 Wita. Namun, bagi pengusaha seperti angkringan, kafe dan rumah makan masih mendapat kelonggaran.
"Setelah pukul 22.00 WITA, diperkenankan masih buka tapi pembelian secara take away," ujar Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi beberapa waktu lalu.
Sistem layanan terhadap pelanggan diubah. Tidak boleh ada kerumunan di atas pukul 22.00 WITA. Tidak boleh makan di tempat. Harapannya dengan demikian dapat mengurangi jumlah kerumunan massa di tempat-tempat yang rawan penularan wabah. (ryn/boy)