Cegah ABH dengan Puspaga

Rabu 23-09-2020,09:48 WIB
Reporter : admin3 diskal
Editor : admin3 diskal

Puspaga Goes to School aktif dilakukan sebelum adanya pandemik. Saat ini pelayanan puspaga banyak dilakukan via daring.

Tanjung Redeb, Disway - Pusat pembelajaran keluarga (Puspaga) merupakan salah satu cara mengantisipasi kasus kekerasan terhadap anak. Agar meminimalisir anak berhadapan dengan hukum (ABH).

Inilah yang dilakukan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan (DPPKBP3A).

Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak DPPKBP3A Berau, Yayuk Yuliarto, mengaku, puspaga memberikan masukan dan menerima keluhan dari masyarakat. Terutama dalam pola asuh dan tumbuh kembang anak.

"Selama ini sasaran puspaga adalah sekolah dan masyarakat dimulai di tingkat kelurahan dan kampung. Bagaimana mereka menjalankan fungsi di ranah pencegahan. Sebab kasus anak harus memperbaiki di keluarga," tegasnya.

Menurut Yayuk, jika komunikasi keluarga kurang, maka akan besar potensi ke anak. Anak bisa mencari kumunikasi di luar, melakukan pelampiasan yang bisa di luar keharusan.

“Sebelum adanya corona, kami sering melakukan sosialisasi langsung di tingkat sekolah dan kelurahan. Sebelum 2020 hampir 1.000 jadi sasaran pembinaan," tandasnya.

Data di Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak jumlah anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) masih tertinggi kedua setelah kekerasan seksual.

Hingga September, telah masuk 6 kasus. Bahkan pada 2018 dan 2019 hampir 40 persen yang ditangani adalah kasus ABH. "Perbandingan laki-laki dan perempuan 4 banding 1. Menimpa anak usia 13 sampai 18 tahun," ungkapnya.

Yayuk Yuliarto, mengatakan, kecenderungan anak yang berhadapan dengan hukum rerata berasal dari keluarga yang tidak harmonis.

"Anak perlu mendapatkan pemenuhan di 5 klaster. Seperti hak dasar, yaitu memiliki akta kelahiran, pengasuhan keluarga dan alternatif, kesehatan, pendidikan dan perlindungan kasus anak," tandasnya.

Perlindungan itu, tambahnya, entah anak sebagai pelaku, korban, atau saksi. Sering ditemui anak bermasalah dengan hukum karena tidak terpenuhi salah satu 5 klaster dan cenderung dari keluarga. (RAP)

Tags :
Kategori :

Terkait