Tantangan Pemanfaatan Kawasan Industri

Sabtu 12-09-2020,08:48 WIB
Reporter : Y Samuel Laurens
Editor : Y Samuel Laurens

Potret KEK Maloy di Kutai Timur. (IN)

Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Banyak Ekonom dan pelaku ekonomi yang merasa aneh dengan Kalimantan Timur (Kaltim). Produsen bahan mentah. Namun sulit mendapat nilai tambah.

Data Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Kaltim menunjukkan, daerah ini masih mendatangkan minyak goreng ribuan ton per tahun. Padahal bahan baku pembuatan minyak goreng berasal dari Bumi Etam.

Itulah yang mengemuka dalam webinar Perkembangan dan Prospek Perekonomian Provinsi Kaltim, yang diselenggarakan BI Kaltim, baru-baru ini. Yang menjadi bahasan menarik lainnya, ialah soal keberadaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Di Kaltim, pemerintah menetapkan kawasan ekonomi khusus Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK). Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2014.

KEK Maloy diperuntukkan bagi industri pengelolaan minyak sawit (CPO) dan turunannya, industi pengolahan kayu, logistik dan pelabuhan.

Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI), Sanny Iskandar menjelaskan, kawasan seluas 557,34 hektare (ha) yang berlokasi di Kabupaten Kutai Timur ini memiliki potensi yang sangat besar.

“Sasarannya sangat luas. Optimalisasi kegiatan industri, ekspor, impor dan kegiatan ekonomi lainnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi,” kata Sanny baru-baru ini.

Bukan hanya KEK Maloy. Kawasan industri lainnya juga potensial. Seperti Kawasan Industri Kariangau di Balikpapan. Karena itu, ia merekomendasi beberapa hal yang bisa ditindaklanjuti untuk Kaltim.

Di antaranya mengurangi ketergantungan terhadap sumber daya alam tidak terbarukan (non-renewable resources): batu bara, bahan bakar fosil, gas alam, batuan dan mineral.

Pengembangan produksi dari bahan mentah menjadi barang jadi atau setengah jadi. Selanjutnya, peralihan produksi dan pengolahan SDA maupun energi terbarukan (renewable resources).

Yang tak kalah penting adalah pengembangan industri pionir yang mendukung pengembangan calon ibu kota negara (IKN) baru.

Selain itu, pihaknya menyebut pemerintah daerah juga harus punya kebijakan yang mendukungnya. Harus ada mitra strategis yang mempunyai komitmen dalam pembangunan. “Karena kawasan Kaltim sudah memenuhi unsur strategisnya (di ALKI II). Di mana bahan baku melimpah dan sudah ada pelabuhan laut,” ujar pria yang juga Ketua Apindo Bidang Properti dan Kawasan Ekonomi ini.

Kaltim memiliki beberapa kawasan yang diharapkan mampu menjadi motor pertumbuhan ekonomi. Kawasan untuk hilirisasi SDA dan kawasan untuk pariwisata berkualitas.

Pertama, batu bara. Produk turunannya memiliki nilai tambah yang relatif tinggi sudah diminati investor. Kemudian hilirisasi batu bara mendorong terintegrasinya industri pengolahan terkait di satu kawasan.

Kedua, CPO. Sentra produsen nasional setelah Sumatera. Produk hilirisasi CPO berpotensi dikembangkan lebih jauh. Untuk mendorong terintegrasinya industri pengolahan lanjutan berbasis CPO di satu kawasan.

Tags :
Kategori :

Terkait