Jakarta, nomorsatukaltim.com - Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Segara, memperkirakan ekonomi kuartal III-2020 minus 2 persen.
Dia menyebut, minusnya pertumbuhan kuartal III-2020 disebabkan karena rendahnya konsumsi/daya beli masyarakat di tengah pandemi COVID-19.
“Pertumbuhan kita sebelumnya (kuartal II) minus 5,32 persen. Kita siap-siap (di kuartal III-2020) bisa minus 2 persen,” kata Tirta melalui konferensi video, Senin (7/9).
Tirta mengungkap, daya beli akibat pandemi COVID-19 tak lepas dari melebarnya angka pengangguran dan kemiskinan. Tercatat sejak pandemi COVID-19 melanda, ada penambahan 4,86 juta penduduk miskin baru.
Belum lagi jajaran karyawan yang terkena PHK besar-besaran. Setidaknya, sebanyak 22 persen kepala keluarga kehilangan mata pencaharian. Berdasarkan asumsi makro, pengangguran meningkat antara 3-5 juta orang dan kemiskinan meningkat hampir 2-5 juta orang.
Mereka yang tidak lagi memiliki pekerjaan, harus merelakan tabungannya untuk mempertahankan daya beli. Begitu pula dengan para pengusaha. Tercatat, 48 persen pengusaha sudah menggunakan uang tabungannya untuk dapat bertahan hidup.
“Banyak rumah tangga yang mengalami kesulitan keuangan. Tidak ada mata pencaharian dan mereka mulai memakan tabungan. Untuk mempertahankan hidup. Apakah dengan demikian kita menyerah? Kita tidak harus menyerah begitu saja,” pungkasnya.
Jika pertumbuhan ekonomi RI pada kuartal III-2020 masih terkontraksi, Indonesia resmi memasuki jurang resesi. Secara teknikal, resesi bisa diartikan sebagai pertumbuhan ekonomi yang berturut-turut mencatatkan minus selama 2 kuartal.
Sebelumnya di kuartal II-2020, BPS mengumumkan pertumbuhan ekonomi RI terkontraksi minus 5,32 persen. Secara kuartalan, ekonomi terkontraksi 4,19 persen dan secara kumulatif terkontraksi 1,26 persen. Kontraksi ekonomi itu lebih tinggi dari proyeksi pemerintah. (kmp/qn)