Balikpapan, nomorsatukaltim.com – Sudah tiga hari Perwali 23/2020 diterapkan. 463 pelanggaran protokol kesehatan (prokes) berhasil terjaring. Kepala Satpol PP Zulkifli membeber semua pelanggaran dan sanksinya saat rilis tim gugus tugas di Balai Kota, Kamis (3/9) kemarin.
"Ini di seluruh kecamatan (razia). Ada enam kecamatan," ujarnya. Ia menguraikan sebanyak 179 orang yang terjaring memilih sanksi denda. Warga yang memilih menyerahkan 19 masker kepada gugus tugas ada 93 pelanggar. Dan yang memilih sanksi kerja sosial sebanyak 191 pelanggar. "Yang tertinggi masih (di kecamatan) utara," katanya.
Kemudian Kecamatan Balikpapan Timur menempati urutan kedua jumlah warga yang terjaring. Urutan ketiga Kecamatan Balikpapan Selatan, keempat Balikpapan Barat, kelima Balikpapan Kota dan urutan keenam Kecamatan Balikpapan Tengah. "Saya tanya kepada para penyidik. Paling banyak itu (alasan warga) kelupaan (memakai masker)," katanya.
Menurutnya tim gugus tugas bisa memaklumi alasan-alasan warga namun tetap menjalankan prosedur penegakan disiplin protokol kesehatan. Sanksinya tetap diberi kepada pelanggar. "Namanya juga adaptasi kebiasaan baru. Nah kebiasaan baru ini harus dibiasakan," tegasnya.
Zulkifli membenarkan bahwa jumlah total penerimaan pembayaran denda 179 pelanggar itu masuk kas daerah. Nilainya setara sekitar Rp 17,9 juta. Kalau yang terjaring sudah siap membayarkan dendanya, lanjut Zulkifli, maka di saat itu juga pihaknya akan menindak. Menerima pembayaran denda. "Tapi ada juga yang menunda. Dalam artian hari berikutnya atau hari berikutnya lagi. Jadi untuk jaminan kami akan tahan KTP-nya," ungkapnya lagi.
Ia menambahkan batas waktu penundaan pembayaran denda disesuaikan arahan dari pihak penyidik. Jika sudah dilunasi, warga yang terjaring bisa mengambil KTP-nya di Kantor Satpol PP. Di seputaran Jalan Jend Sudirman, dekat dari Balai Kota. "Kan ada persidangan. Misalnya ada masyarakat sanggup dua hari," imbuhnya.
Lalu, bagaimana jika ada warga yang tidak kunjung membayar? Maka dengan tegas pemerintah menyebut akan memblokir NIK KTP yang bersangkutan. "Karena kita pengalaman menyidang seperti itu. Ada KTP (yang di tahan) bertahun-tahun tetap mencarinya ke kita juga," urainya.
Tentu sangat disayangkan jika menjadikan KTP sebagai korban. Sebab lanjutnya saat ini pendataan penduduk di setiap daerah sudah terintegrasi. Sehingga warga tidak akan bisa membuat KTP baru seenaknya. "Insyallah nanti kita mintakan ke penyidik. Berapa jumlah pelanggar yang sudah membayar dendanya," imbuhnya. (ryn/boy)