“Gue masuk penjara gara-gara streaming YouTube. Lu ngapa?” Tanya seorang berbaju oranye dari balik jeruji besi. “Ngomong Anjay.”
BEGITULAH cara masyarakat Indonesia menanggapi beredarnya pernyataan pers oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (Komnas PA, bukan KPAI, red). Komisi yang digawangi Arist Merdeka Sirait itu jadi sasaran cemoohan, kritik dan sarkasme masyarakat yang tidak setuju dengan larangan pengunaan kata 'anjay.'
Memang, akhir pekan lalu, komisi menyebarkan rilis resmi berjudul "Hentikan Menggunakan Istilah Anjay". Rilis tersebut ditandatangani langsung oleh Arist Merdeka Sirait dan Dhanang Sasongko. Selaku Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Komnas Perlindungan Anak.
Kata 'anjay' dilarang digunakan jika mengandung unsur kekerasan dan merendahkan martabat seseorang. Hal itu dianggap sebagai salah satu bentuk kekerasan verbal atau bullying yang dapat terancam pidana. Mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak.
"Lebih baik jangan menggunakan kata 'anjay.' Ayo hentikan sekarang juga!!!" Begitu kalimat imbauan yang tertulis dalam rilis Komnas PA.
Namun, dalam rilis tersebut juga masih menganggap wajar penggunaan kata 'anjay.' Jika diungkapkan sebagai bentuk kekaguman atau ucapan lain yang tidak mengandung kekerasan, ketersinggungan, atau sakit hati.
Larangan ini pun menjadi ramai diperbincangkan di kalangan masyarakat. Terutama, tentu saja, mengundang keributan media sosial. Sebagian masyarakat, kontra dengan larangan ini. Tagar anjay bahkan sempat menjadi trending di laman Twitter dengan lebih 92 ribu cuitan.
Warga Samarinda, Wahid Tawaqal mengatakan keberatannya terkait larangan penggunaan kata 'anjay' ini. "Terlalu mencari-cari masalah sih kalau kata anjay dilarang. Dan memidanakan seseorang karena berkata anjay tampak terlalu konyol. Sialnya, yang konyol seperti itu malah ingin diberikan ruang," ungkapnya kepada Disway Kaltim, Senin (31/8).
Alumni Program Studi Sastra Indonesia, Universitas Mulawarman (Unmul) ini menyebut, tidak ada kata yang netral. Setiap kata diciptakan memiliki nilai dan tujuan tertentu.
"Tapi untuk menganggap kata 'anjay' itu ofensif dan sampai melarangnya. Itu hanya makin mencoreng kebebasan berpendapat--yang mana sudah terjadi juga lewat peraturan yang lain," tandasnya.
Terpisah, Amelia Rizky Yunianty juga mengutarakan ketidaksetujuannya perihal larangan penggunaan kata anjay ini.
"Bagi saya, pelarangan kata 'anjay' menunjukkan kemalasan pemangku kebijakan dalam mencari tahu. Nahasnya, kemalasan itu berujung pada perumusan kebijakan. Atau paling tidak, pernyataan yang asal-asalan dan memalukan," kata dia.
Menurutnya, kata 'anjay' tidak lebih dari sekadar ungkapan yang mengekspresikan banyak hal sesuai konteks dan situasi.
"Jika kata anjay dilarang karena dianggap makian. Karena versi samar dari kata makian anjing. Lalu apa bedanya dengan kata 'bang**t' dan 'anjing' yang sama-sama merupakan nama hewan?" Tandasnya. Komnas PA sendiri dalam keterangan itu menggarisbawahi bahwa penggunaan istilah anjay sebagai kata pengganti ucapan salut dan bermakna kagum atas suatu peristiwa, tidak temasuk dalam kategori bullying. (krv/yos)