Daring Ancam Kejiwaan Anak

Jumat 28-08-2020,14:34 WIB
Reporter : admin3 diskal
Editor : admin3 diskal

Pihak Dinas Pendidikan Berau memantau kegiatan mengajar secara daring (online) oleh guru-guru di Tanjung Redeb, beberapa waktu lalu.(dok humas)

TANJUNG REDEB, DISWAY - Kebijakan aktivitas dalam jaringan (daring) bagai dua sisi mata uang. Menimbulkan dua dampak. Positif dan negatif.

Melakukan aktivitas dengan jaringan atau terhubung melalui jejaring komputer dan internet menimbulkan risiko. Terutama pada kejiwaan anak.

Psikolog Klinis Unit Pelaksanaan Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak Berau, Herlina Saputri menilai tidak menutup kemungkinan adanya penyalahgunaan penggunaan internet. Pada anak dan remaja. Ini dampak negatifnya.

Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, terjadi peningkatan kunjungan situs game online dan pornografi.

Ini karena segala kegiatan, termasuk sekolah melalui sistem daring. Jadinya, menurut Herlina Saputri, terjadi peningkatan kreativitas. Anak diharuskan mengerti bagaimana cara penggunaan internet dan belajar melalui sistem itu. Apalagi pada era 4.0.

“Kita lihat banyak konten dan tugas guru yang lebih mengasah pengembangan kreativitas anak selama belajar dari rumah. Sisi positifnya itu. Orangtua pun bisa menciptakan interaksi yang lebih baik dengan anak,” jelasnya kepada Disway Berau, Kamis, (27/8).

Namun, katanya, pada konteks kejiwaan, anak dan remaja memiliki keterbatasan dalam bersosialisasi dan berperilaku. Karena keterbatasan ruang gerak.

Yang lebih mengkhawatirkan lagi, imbuhnya, di pendidikan anak usia dini (PAUD). Harus mendapatkan pembelajaran untuk pengembangan motorik. Menurutnya, terjadi pembatasan signifikan untuk tumbuh kembangnya. Apalagi pembelajaran dari rumah ke rumah kurang maksimal.

“Parahnya lagi, sebagian orangtua membebaskan menggunakan gadget. Daripada anaknya rewel. Yang biasanya hanya menggunakan ponsel 2-4 jam bisa jadi seharian,” jelasnya.

Makanya, Herlina Saputri berharap peran orangtua lebih maksimal. Dengan menciptakan juga kegiatan offline. Karena anak memerlukan aktivitas yang nyata.

"Penggunaan gadget pun tidak menutup kemungkinan adanya potensi melakukan tindakan kejahatan. Seperti kasus anak bermasalah dengan hukum, dan kekerasan seksual," tandasnya. Pihaknya mengaku tidak sedikit menangani kasus yang bermula dari penggunaan sosial media. Melalui ponsel.

“Dampaknya memang tidak sekarang. Saat ini sudah ditemukan kasus

kecanduan game atau gaming disorder. Beberapa daerah di Indonesia membuat rumah sakit kejiwaan khusus anak dan remaja. Untuk menanganinya," tutupnya. (RAP/ANM)

Tags :
Kategori :

Terkait