"Kami membantu. Kita juga ingin memutus rantai pengecer," ucap Kadisperindag PPU, Muhammad Sukadi Kuncoro.
Menurutnya, dengan diadakannya operasi pasar, secara otomatis masyarakat yang membutuhkan akan menerima. Bukan lagi orang yang mampu dan pengecer yang membeli.
Ditambah, persoalan yang terjadi karena masih terdapat orang kategori mampu ikut membeli. Menggunakan hak masyarakat tidak mampu atau tidak tepat sasaran.
"Kami imbau secara tegas, masyarakat yang tidak berhak ya jangan membeli. Karena selama itu masih dilakukan, maka kuota tetap akan kurang,” tegasnya.
Berdasarkan kuota data yang ada di Dinsos PPU, itu sudah lebih. Kuota gas elpiji 3 kilogram sendiri di PPU per tahun ialah 1.700.000 tabung per tahun.
Peruntukkannya bagi rumah tangga miskin. Yang memiliki penghasilan di bawah Rp1,8 juta per bulannya. Atau tidak berpenghasilan tetap. Selain itu dilarang membeli.
Lalu warga yang memiliki usaha masih boleh membeli. Dengan catatan beromzet kecil.
Yang beromzet besar, PNS atau masyarakat berpenghasilan di atas Rp1,8 ribu per bulan, idealnya menggunakan tabung gas non subsidi 5,5 kg dan 12 kg.
Kuncoro optimistis adanya pemasangan sambungan jaringan gas (jargas) pada 2020 dapat membantu mengatasi masalah ini.
Terlebih kuota jargas yang diberikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencapai 5.062 Sambungan Rumah (SR).
Pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Pertamina. Setelah berjalannya jargas itu, harus ada penyesuaian pembagian kuota. Utamanya untuk wilayah yang belum ada jargas nanti.
"Otomatis nanti harus ada relokasi ke Sepaku, yang tidak ada jargas," tutupnya. (rsy/ava)