Samarinda, nomorsatukaltimcom - Sampah selalu jadi momok di ibu kota. Penyebabnya bisa jadi dua hal. Lemahnya kebijakan pemerintah. Atau, kesadaran masyarakatnya yang rendah.
Sumbangsih masyarakat terhadap jumlah sampah dalam sehari tidak sedikit. Semakin padat penduduk, jumlahnya juga makin meningkat. Contohlah di kecamatan Samarinda Utara. Penduduknya 129.319 jiwa. Sampah yang dikumpulkan mencapai 90,52 ton. Dalam sehari.
Di urutan runner up ada Samarinda Ulu dengan penduduk 128.028 jiwa. Jumlah sampah per hari mencapai 89,62 ton. Yang paling sedikit adalah Samarinda Kota. Jumlah sampah yang diangkut Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Samarinda yaitu 24,36 ton. (data lihat grafis).
Kepala DLH Samarinda Nurrahmani menyebut banyak faktor yang menyebabkannya. Tempat pembuangan sampah yang terbatas. Karena itu DLH pun masih butuh bantuan. Dari sejumlah pihak untuk membantu penyediaan. “Kalau tempat sampah, memang kita tidak ada siapkan,” sebutnya.
Kepadatan penduduk merupakan penyebab lain banyaknya jumlah sampah ibu kota. Bahkan ikut memengaruhi volume. Dia mengestimasikan satu orang di Samarinda berkontribusi menghasilkan
sekitar 0,7 kilogram. Itu sehari. Jika sebulan kalkulasinya sekitar 21 kilogram. Masih hitung-hitungan kasar katanya.
Sementtar itu sampah terbanyak lanjut dia adalah jenis organik. Umumnya dihasilkan oleh ibu-ibu yang suka masak di rumah. Apalagi saat penerapan work from home (WFH). Dimana semua aktivitas dilakukan dari rumah. Termasuk belajar. Jadi, sangat jarang untuk membeli makanan dari luar.
“Anak mereka ini kan pasti sudah tidak jajan di luar lagi. Jadi, para ibu ini jadi rajin masak. Karena untuk snek anak mereka. Jadi, sampah plastik berkurang,” sebut Yama.
Dosen Lingkungan Universitas Mulawarman Unmul Bernaulus Saragih turut bicara. Samarinda masih aman. Karena belum masuk fase darurat. Tapi pemerintah tetap perlu menekan. Melalui Peraturan Daerah (Perda). Terkait pengurangan volume sampah. Jika itu memang diperlukan.
“Banyak, berserakan dimana-mana. Yang perlu dilakukan Pemkot itu harus menerapkan Perda dengan tegas. Karena kalau ada itu, ada punishment (tekanan) dan reward (penghargaan) tersendiri,” paparnya.
Sosialisasi soal pembuangan sampah perlu digaungkan lagi. Baik mengenai jadwal. Jenis-jenis sampah yang harus dibuant. Dan lainnya. Selain itu, waktu pengangkutan sampah dari regu DLH juga harus sesuai. “Kadang sampah menumpuk berhari-hari tidak dibuang. Harusnya perlu ada disipliner, sehingga masyarakat tahu dan terdidik, kayak mikir harus buang sampah di jam berapa,” sarannya.
Karena itu peraturan harus dibuat. Penerapannya harus menyeluruh. Termasuk denda. Baik bagi regu DLH. Atau pun masyarkat umum.
Contohlah Singapura katanya. Berani menerapkan sistem tilang. Bahkan denda di tempat. Kesadaran seperti itu bisa diadopsi. Di Samarinda. “Peraturan harus disosialisasikan lagi, kedisiplinan dalam mengelola sampah sangat perlu. Didik masyarakat juga untuk memisah-misahkan sampah. Sehingga sampah kita bisa didaur ulang,” tegas Bernaulus. (mic/boy)