Nakes Mundur, Warga Jangan Kendur

Selasa 25-08-2020,22:52 WIB
Reporter : Devi Alamsyah
Editor : Devi Alamsyah

Tiga komponen penting dalam penanggulangan COVID-19 adalah uji sampel (testing), tracing (penelusuran) dan tracking. Kemampuan ketiganya di Kalimantan Timur masih dirasa lemah. Gugus tugas kini menyerahkan kepada masyarakat. Menjadi garda depan. Tenaga kesehatan mundur. Menunggu ada yang terpapar.

-------------

PENDERITA corona di Indonesia menyentuh rekor baru. Data teranyar yang dipublikasikan  Tim Komunikasi Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, 154 ribu orang terkonfirmasi positif. 6.680 di antaranya meninggal dunia. 

Sementara penderita di seluruh dunia berdasarkan worldometers telah mencapai 23,1 juta. Korban meninggal dunia 803 ribu jiwa. Amerika Serikat masih menjadi negara dengan penderita terbanyak, mencapai 5,01 juta kasus. Worldometers selama ini menjadi rujukan berbagai organisasi kesehatan, termasuk media masa di seluruh dunia.

Di Kalimantan Timur, data terbaru menunjukkan 3.021 orang terkonfirmasi positif. 107 meninggal dunia dan 1.056 masih menjalani perawatan. Data-data itu termasuk tenaga medis dan tenaga kesehatan. Berdasarkan catatan Disway Kaltim, setidaknya 142 nakes di berbagai daerah terindikasi COVID-19. Angka sebenarnya, kemungkinan lebih banyak. Sebagian besar sudah dinyatakan sembuh. 

Sejak kasus pertama ditemukan, belum ada tanda-tanda penularan wabah ini akan berhenti. Bahkan kecenderungan kurvanya terus menanjak. Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kaltim, Nataniel Tandirogang mengatakan, upaya mengetatkan penerapan protokol kesehatan belum membuahkan hasil maksimal.

Untuk mencegah penyebaran kasus ini, Nataniel menyarankan peningkatan kapasitas testing (pengujian), tracking (pelacakan) dan tracing (penelusuran).

Hal ini supaya diketahui siapa saja penderitanya, kemudian dilakukan isolasi. Upaya penelusuran, pelacakan dan pengujian, menurut dia belum terstruktur dengan baik. “Terutama pada infrastruktur laboratorium yang belum optimal. Kondisi itu menyebabkan banyak kasus tidak terlacak,” katanya.

Hal itu dibuktikan dengan angka penambahan kasus yang didominasi probable atau orang terindikasi COVID-19.

Oleh karena itu, ia menyarankan beberapa hal yang bisa dibenahi. Pertama sistem tracing, tracking dan testing. Dibuat lebih terstruktur dan terkoordinasi dengan baik. Terdata dalam satu bentuk data base. Data itu, lalu disebarkan ke rumah sakit-rumah sakit. 

Informasi itu akan sangat penting sebagai gambaran bagi tenaga kesehatan di rumah sakit dalam melakukan penanganan. "Setidaknya melindungi tenaga kesehatan dari paparan virus corona ini," imbuhnya.

Selanjutnya soal pengujian. Nataniel menilai, upaya pengujian memang masih sangat rendah.  Itu karena kapasitas laboratorium yang belum memadai. Baik dari sisi SDM maupun infrastruktur, contohnya penyediaan reagen. Akibatnya daftar tunggu uji spesimen di laboratorium masih teramat panjang.

Dampaknya, suplai data sangat lambat. Butuh waktu berhari-hari untuk mengetahui seseorang posistif atau tidak. 

Jika kesulitan proses pengujian, mengapa tidak menerapkan metode pool test? “Bisa saja diadopsi dengan menyesuaikan pada peningkatan kasus di daerah ini. Namun tidak bisa diadaptasi secara keseluruhan,” ujarnya.

Misalnya, metode samplingnya dikelompokkan per kecamatan atau per kelurahan. Karena, jika diadaptasi secara utuh, justru bisa merugikan.

Tags :
Kategori :

Terkait