Kemerdekaan dari Perpektif Buruh Minyak

Rabu 19-08-2020,08:09 WIB
Reporter : Devi Alamsyah
Editor : Devi Alamsyah

Balikpapan menyimpan sejarah panjang penjajahan. Bahkan bukan hanya Belanda. Jepang dan pasukan tentara sekutu (Divisi 7 Australia) pernah menguasai daerah ini. Balikpapan dianggap seksi. Letaknya strategis. Dengan kekayaan sumber daya alam minyak dan gas bumi yang melimpah, di daerah-daerah sekitarnya.

Oleh: Darul Asmawan

DULU, Balikpapan difungsikan sebagai lokasi pengolahan dan pengapalan minyak mentah. Kilang pengolahan minyak (Oil Refinery), dibangun pada 1922. Bersamaan dengan pelabuhan. Objek vital itu dioperasikan oleh perusahaan minyak Belanda Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) – anak perusahaan Royal Dutch Shell.

Pada medio 1942, Jepang mengepung Balikpapan. Pasukan angkatan laut negeri matahari terbit itu, datang dari utara. Setelah merebut Tarakan, dari cengkraman Belanda. Jepang kemudian berhasil menundukkan perlawanan Belanda. Dan menguasai kilang minyak untuk menyuplai bahan bakar ke armada perangnya.

Penguasaan Jepang terhadap Kota Minyak pun tidak bertahan lama. Tentara sekutu yang terdiri dari angkatan bersenjata Divisi 7 Australia berusaha merebut kembali Balikpapan. Karena dianggap masih bernilai strategis dari kacamata ekonomi. Tentara sekutu membumi hangus Banua Patra. Itu terjadi sepanjang 25 Juni sampai 15 Juli 1945. Bombardir dilakukan melalui serangan laut dan udara.

BPM berniat kembali menguasai kilang minyak. Namun hal itu mendapat pertentangan keras dari masyarakat. Maka Belanda mendapat perlawanan sengit. Baru pada 1949, pelabuhan dan kilang minyak secara resmi diserahkan kepada pemerintah Republik Indonesia.

LAHIRNYA IDE KEMERDEKAAN

Sejarawan Akhmad Ryan Pratama, penulis buku berjudul "Industri Minyak Balikpapan dalam Dinamika Kepentingan Sejak Pendirian hingga Nasionalisasi (2012)". Dalam bukunya itu, ia menganggap lahirnya gagasan kemerdekaan di Balikpapan sebagai sesuatu yang unik.

Menurut Ryan, sapaan akrabnya, munculnya ide-ide nasionalisme di Balikpapan, sejatinya datang dari gerakan kelompok pekerja. Ia menyebutnya sebagai buruh minyak. Buruh minyak pada saat itu (masa penjajahan), merupakan satu-satunya pekerjaan yang memiliki akses komunikasi.

Dari tahun 1930-an, sudah membentuk macam organisasi. Yang diskusi-diskusinya berbicara tentang nasionalisme Indonesia. Pada akhirnya mereka menemukan momentum. Ketika 17 Agustus 1945, prokmasi kemerdekaan dikumandangkan dari Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta Pusat, oleh Ir. Soekarno.

Di antara buruh minyak yang memiliki nasionalisme tadi, ada yang bekerja sebagai operator radio. Mereka kemudian menangkap berita kemenangan itu. Akhirnya para buruh minyak memilih untuk mendukung proklamasi kemerdekaan tersebut.

Sejak saat itulah, kata Ryan, Balikpapan menjadi sebuah konsesi yang diperebutkan antara kekuasaan Belanda dengan buruh-buruh minyak yang mendukung pemerintah Soekarno-Hatta di Jakarta.

Kemudian, munculah berbagai upaya perlawanan untuk mempertahankan kemerdekaan. Dari tahun 1945 sampai 1950. Periode ini disebutnya sebagai periode-periode revolusi. Yaitu masa-masa yang menggambarkan bagaimana buruh-buruh minyak berperan aktif bersama para pemuda mengampanyekan nasionalisme.

"Jadi waktu itu nasionalis, komunis dan sosialis bersatu dengan teman-teman buruh minyak yang muslim kanan. Idenya cuma satu: mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia," ungkap Ryan, kala bercerita kepada Disway Kaltim, Senin (17/8).

Mereka akhirnya melakukan peperangan di berbagai penjuru Balikpapan. Terutama di dekat-dekat instalasi minyak dan infrakstruktur vital, seperti jalan dan jembatan. Peperangan ini kemudian meluas sampai ke basis-basis pemerintah kolonial. Yang merupakan sumber-sumber vital minyak dan gas bumi, seperti di Sangasanga dan Tarakan.

Tags :
Kategori :

Terkait