Indonesia di Ambang Depresi dan Resesi

Senin 10-08-2020,12:50 WIB
Reporter : Y Samuel Laurens
Editor : Y Samuel Laurens

Proses pengemasan bansos di Jakarta. (Int)

Jakarta, nomorsatukaltim.com - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020 minus 5,32 persen. Jika tren minus tersebut berlangsung hingga kuartal III-2020, Indonesia bisa masuk ke jurang resesi ekonomi.

Sementara itu, sebanyak sembilan negara telah mengalami resesi akibat pandemi virus corona yang telah menjangkiti 19.261.406 orang. Negara-negara itu adalah Amerika Serikat (AS), Jerman, Perancis, Italia, Korea Selatan, Jepang, Hong Kong, Singapura, dan Filipina. Dua kali berturut-turut atau lebih pertumbuhan ekonomi di sembilan negara tersebut mencatatkan minus.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, Indonesia terancam mengalami depresi ekonomi jika persoalan pandemi virus corona tak segera selesai. Depresi ekonomi ini akan lebih parah dari resesi.

Ekonom senior Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Edhie Purnawan mengungkapkan, resesi adalah istilah dalam ilmu makroekonomi yang mengacu pada penurunan yang signifikan dalam kegiatan ekonomi. Di mana konsensus dari para ekonom dunia menyatakan, terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi riil selama dua kuartal secara berturut-turut (diminishing GDP) yang disertai dengan peningkatan jumlah pengangguran.

“Tetapi, kalau dengan acuan Biro Riset Ekonomi Nasional (NBER) di US yang biasanya secara resmi mengumumkan resesi, dinyatakan bahwa penurunan GDP riil selama dua kuartal berturut-turut itu tidak lagi menjadi definisi resesi,” kata Edhie belum lama ini.

Ia menambahkan, NBER mendefinisikan resesi sebagai penurunan signifikan dalam aktivitas perekonomian yang tersebar di seluruh (sebagian besar) sektor dalam perekonomian. Hal itu berlangsung lebih dari beberapa bulan. Yang biasanya bisa dideteksi dari jatuhnya GDP riil, pendapatan riil, lapangan kerja, produksi sektor-sektor industri, dan penjualan grosir dan eceran.

Edhie memaparkan, Indonesia kini mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif 5,32 persen pada kuartal II dan diharapkan pada kuartal III terdapat keajaiban. Sehingga minimal tidak tumbuh negatif.

“Meskipun Menkeu Sri Mulyani bahkan memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III atau kuartal III 2020 berada di kisaran minus 1,6 persen hingga (positif) 1,4 persen,” papar Edhie.

Estimasi tersebut adalah perkiraan sementara yang dibuat pemerintah dalam memprediksi pertumbuhan ekonomi 2020 di kisaran minus 0,4 hingga 1 persen. Oleh karena itu, Edhie memiliki beberapa pandangan agar ekonomi Indonesia bisa diselamatkan.

Ketika perekonomian mengalami proses adaptasi dan penyesuaian ekonomi terhadap kondisi baru, termasuk faktor-faktor produksi, konsumsi, dan distribusi yang pertama-tama memicu resesi, maka respons kebijakan serta aturan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun bank sentral harus sama sekali berubah dan lain dari biasanya.

“Hal ini dalam ilmu ekonomi makro adalah elemen standar untuk memulihkan perekonomian. Bahkan pemenang hadiah Nobel Jean Tirole pernah menyampaikan bahwa seluruh respons kebijakan untuk menanggulangi resesi harus sama sekali berbeda dari kondisi business as usual,” jelas Edhie.

Di antaranya pengelolaan aspek tenaga kerja, barang modal, dan sumber daya produktif lainnya, harus mulai disiapkan sesegera dan seaman mungkin mengikuti protokol COVID-19. Agar aman secara ketat dan bisa tetap produktif.

Kemudian pekerja yang menganggur harus dicarikan jalan keluar untuk menemukan pekerjaan baru dan perusahaan harus bangkit meski dengan kuantitas yang lebih rendah. Tetapi harus dengan jiwa yang lebih spektakular. Yang luar biasa. Yang ekstra-ordinary.

“Kointegrasi antar pelaku usaha dan pemerintah menjadi wajib di sini. Kita bekerja sebagai tim bersama. Pemerintah, bisnis, akademisi, media, komunitas, beserta segala jenis asosisasi industri harus bantu-membantu bersama-sama dengan semangat yang luar biasa,” katanya.

Pemulihan ekonomi ini tidak bisa menyembuhkan dirinya sendiri dari kerusakan yang terjadi. Maka kolaborasi, koordinasi, dan kointegrasi harus TSM (terstruktur, sistematis dan masif) dari semua elemen masyarakat.

Tags :
Kategori :

Terkait