Asal Muasal Amonium Nitrat yang Meledak di Lebanon

Senin 10-08-2020,12:31 WIB
Reporter : Y Samuel Laurens
Editor : Y Samuel Laurens

Ledakan di Beirut yang mengakibatkan 137 orang meninggal dunia dan ribuan orang mengalami luka-luka. (Int)

Beirut, nomorsatukaltim.com - Ledakan dahsyat yang meluluhlantakkan Ibu Kota Lebanon, Beirut, pada Selasa (4/8) telah menewaskan setidaknya 137 orang dan melukai lebih dari 5.000 lainnya. Di antara korban terdapat dua warga negara Indonesia (WNI) yang mengalami luka ringan. Ledakan tersebut diduga berasal dari 2.700 ton amonium nitrat yang disimpan di Pelabuhan Beirut.

Masyarakat Lebanon mengutarakan kemarahan dan ketidakpercayaan mereka bahwa bahan kimia yang rentan meledak itu ditempatkan dalam jumlah sedemikian besar di sebuah gudang tanpa langkah pengamanan selama enam tahun dan begitu dekat dengan kota.

Pemerintah Lebanon sejauh ini belum membuat pernyataan dari mana amonium nitrat tersebut berasal. Kendati demikian, jumlah yang disimpan di gudang sama dengan yang tiba di Beirut pada November 2013 menggunakan kapal kargo berbendera Moldova, MV Rhosus.

Kapal yang dimiliki Rusia itu mengangkat sauh pada September 2013 dari Batumi, Georgia, menuju Beira, Mozambik. Di dalam lambungnya, kapal tersebut membawa 2.750 ton amonium nitrat. Bahan kimia itu biasanya berwujud bola kecil yang umumnya digunakan sebagai pupuk pertanian. Tapi juga dapat dicampur dengan bahan bakar minyak. Untuk membuat peledak di bidang pertambangan dan konstruksi.

Saat sedang berlayar melintasi kawasan timur Laut Mediterania, Rhosus mengalami “masalah teknis” dan terpaksa merapat ke Pelabuhan Beirut, berdasarkan laporan pada 2015 yang ditulis seorang pengacara Lebanon yang mewakili para kru dan dimuat situs industri perkapalan Shippingarrested.com.

Rhosus diperiksa para pejabat pelabuhan dan “dilarang berlayar”. Sebagian besar anggota kru dipulangkan, kecuali Kapten Rusia, Boris Prokoshev, dan tiga awak lainnya yang berkewarganegaraan Ukraina.

Rhosus mengalami kebocoran. Namun masih layak berlayar. Setelah itu pemilik kapal mengirimnya ke Beirut. Untuk mengangkut kargo tambahan berwujud alat-alat berat. Karena kesulitan keuangan.

Sedangkan para kru tidak bisa menempatkan peralatan itu ke dalam kapal secara aman. Lantas ketika pemilik kapal tidak bisa membayar bea pelabuhan. Aparat Lebanon menyitanya.

Selanjutnya Rhosus “ditelantarkan oleh pemiliknya setelah penyewa dan pemilik kargo tak lagi berminat pada kargo tersebut”.

Sementara para kru yang masih berada di kapal kekurangan makanan dan kebutuhan pokok. Para pengacara mengatakan, awak kapal mengajukan permintaan kepada Hakim Urusan Mendesak di Beirut. Untuk mengizinkan mereka kembali ke negara asal seraya menekankan “bahaya yang dihadapi para kru mengingat muatan yang diangkut berbahaya”.

Hakim pada akhirnya mengizinkan para kru yang tersisa untuk turun dari kapal. Pada 2014, pejabat pelabuhan mengalihkan amonium nitrat tersebut ke “Gudang 12” di sebelah tempat penyimpanan biji-bijian. Para pengacara mengatakan, kargo itu “menunggu untuk dilelang dan/atau dimusnahkan secara patut”.

“Kargo itu berdaya ledak tinggi. Itulah sebabnya disimpan di dalam ketika kami bertugas di kapal amonium nitrat (yang kami angkut) punya konsentrasi sangat tinggi,” ujar Prokoshev.

“Saya merasa sedih atas orang-orang (yang tewas atau luka akibat ledakan). Namun, aparat setempat di Lebanon harus dihukum. Mereka tidak peduli sama sekali dengan kargo,” sambungnya.

Manajer umum Pelabuhan Beirut, Hassan Koraytem, dan Direktur Jenderal Bea Cukai Lebanon, Badri Daher, sudah memperingatkan pengadilan mengenai bahaya yang ditimbulkan penyimpanan amonium nitrat dan pentingnya untuk memusnahkan kargo itu.

Sejumlah dokumen yang beredar di internet tampak memperlihatkan bahwa para pejabat bea cukai mengirim surat-surat kepada pengadilan untuk meminta arahan setidaknya sebanyak enam kali dari 2014 sampai 2017.

Tags :
Kategori :

Terkait