Jakarta, nomorsatukaltim.com - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menyatakan, wisatawan mulai berdatangan ke berbagai destinasi wisata di Indonesia seiring berlakunya relaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akibat pandemi COVID-19. Meskipun penurunannya masih tajam pada Juni 2020.
BPS mencatat jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia pada Juni 2020 mencapai 160.280 kunjungan. Turun 2,06 persen dibandingkan Mei 2020 atau penurunannya mencapai 88,82 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
“Pengaruh COVID-19 luar biasa dalamnya bagi sektor pariwisata. Namun setelah adanya relaksasi PSBB, terlihat ada geliat pariwisata. Tapi posisinya masih jauh sekali dari posisi normal,” ujar Suhariyanto, Senin (3/8).
Ia memaparkan, di tahun-tahun lalu wisman memilih Pulau Bali untuk berwisata. Namun karena Bali sempat ditutup dan baru dibuka kembali minggu lalu, maka kali ini pergerakan wisman paling besar terjadi di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, yang mengalami kenaikan 130,13 persen pada Juni 2020 dibandingkan Mei 2020.
Dengan demikian, secara kumulatif pada Januari-Juni 2020 jumlah kunjungan wisman ke Indonesia mencapai 3,09 juta kunjungan atau turun 59,96 persen dibanding jumlah kunjungan wisman pada periode yang sama tahun sebelumnya yang berjumlah 7,72 juta kunjungan.
Jumlah kunjungan wisman ini terdiri atas wisman yang berkunjung melalui pintu masuk udara 1,60 juta kunjungan, pintu masuk laut 746,02 ribu kunjungan, dan pintu masuk darat 741,33 ribu kunjungan.
Adapun dari 160.280 kunjungan, wisman yang datang dari wilayah Timur Tengah memiliki persentase penurunan paling besar dibanding Juni 2019: 99,53 persen. Sedangkan persentase penurunan paling kecil terjadi pada wisman yang datang dari wilayah Asia selain Asean: 80,33 persen.
Sementara menurut kebangsaan, kunjungan wisman yang datang ke Indonesia paling banyak berasal dari Timor Leste: 82.480 kunjungan atau mencapai 51,46 persen. Diikuti Malaysia 62.760 kunjungan atau 39,15 persen dan China 2.060 kunjungan atau 1,29 persen.
Suhariyanto menambahkan, pemulihan sektor pariwisata kemungkinan membutuhkan waktu yang panjang. Mengingat dampaknya yang mendalam. (an/qn)