Agung Sakti: Amankan Jumlah Kursi = Jual Beli

Senin 03-08-2020,22:12 WIB
Reporter : Y Samuel Laurens
Editor : Y Samuel Laurens

(dok. Nomorsatukaltim.com

Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Mahar politik menjadi praktik politik praktis yang tidak bisa disangkal. Mesiki susah dibuktikan. Pengamat Politik Balikpapan Agung Sakti Pribadi menyebut, sebenarnya sah-sah saja bagi seorang kandidat menggelontorkan sejumlah biaya. Menggerakkan mesin partai politik demi kemenangan.

"Tidak ada masalah. Bahkan kesannya untuk marketing, membantu biaya kampanye," ujarnya, saat dihubungi, Rabu (29/7).

Menurutnya, mahar politik artinya cukup luas. Tidak hanya urusan mengamankan jumlah kursi, tapi juga bagaimana manajemen pengelolaan keuangan di dalam partai. "Terutama buat mereka yang didukung. Asal digunakan. Bukan disimpan dalam kas partai," katanya.

Namun berbeda saat deal-deal politik hanya untuk mengamankan jumlah kursi. "Itu sama saja dengan jual beli kursi," singkatnya.

Agung yang merupakan rektor Universitas Mulia Balikpapan itu mencontohkan, kasus adanya dugaan terhadap Sandiaga Uno, saat diminta mendampingi Prabowo dalam kontestasi pemilihan presiden tahun 2019.

Saat itu, wacana yang berkembang ialah Sandiaga Uno menggelontorkan sejumlah uang untuk bisa nyapres. Apalagi latar belakanganya sebagai pengusaha muda nan sukses, menimbulkan prasangka bagi sebagian masyarakat bahwa ada money politik. "Bagi dia itu tidak ada masalah. Asal terbuka," katanya.

Menurutnya, KPU maupun Bawaslu, sebagai lembaga penyelenggara dan pengawasan, juga kesulitan dalam mencari celah mahar politik yang dikotominya masuk dalam kategori salah.

Sebab seorang kontestan hanya perlu menjelaskan bahwa desain pemilu di Indonesia memang sudah sedemikian rupa. Misalnya untuk menggerakkan mesin partai tidaklah murah. "Makanya untuk kontestan (yang tidak kuat secara materi, Red.) susah," ungkapnya.

Ia mengingatkan, agar para calon kandidat yang ingin menjadi kepala daerah di Kaltim, jangan sampai terjebak dengan cara maju ke pilkada dengan membeli partai. Sebab, akibatnya akan terjadi belakangan. Partai yang dibeli bisa jadi tak setia. Atau bekerja semaunya. Yang penting sudah ada transaksi dan nominalnya.

Hal lain dampak dari politik transaksional, misalnya hasil perolehan suara tidak akan maksimal. "Pertama, uang itu harus digunakan dengan cara yang halal. Tantangannya ada pada etika dan moral kita," imbuhnya. (ryn/dah)

BACA JUGA

https://nomorsatukaltim.com/2020/08/03/tercekik-mahar-partai/
Tags :
Kategori :

Terkait