Dalih Pelanggaran Netralitas ASN di Pilkada

Kamis 30-07-2020,08:49 WIB
Oleh: Y Samuel Laurens

Dari 369 kasus dugaan pelanggaran netralitas ASN yang dilaporkan Bawaslu kepada KASN, sebanyak 283 orang telah diberikan rekomendasi penjatuhan sanksi pelanggaran netralitas oleh KASN. Dengan tindak lanjut pemberian sanksi dari Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) baru kepada 99 ASN atau 34,9 persen saja. Ini belum termasuk sanksi yang tergolong sangat ringan. Mayoritas sanksi yang dijatuhkan kepada ASN yang melanggar netralitas berkategori sedang. Yang sanksinya meliputi penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun, penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun, dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun.

Jika persoalan netralitas ASN ini tidak mampu kita awasi dengan baik, maka akan berdampak pada tata kelola dan manajemen ASN. Dampak tersebut dapat kita lihat dalam beragam rupa. Pertama, merit system. Sistem ini merupakan model birokrasi pemerintahan yang diisi oleh orang-orang yang kompeten, profesional, mumpuni, serta benar-benar lepas dari kepentingan suatu golongan atau kelompok tertentu. Kita sama-sama paham, jika semangat yang dibawa oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN adalah untuk membangun merit system ini. Namun jika mobilisasi ASN untuk kepentingan politik tertentu terus terjadi tanpa kontrol dan pengawasan yang memadai, maka pondasi merit system ini akan terus tergerus dan bakal sulit untuk direalisasikan.

Kedua, spoil system. System ini merupakan bentuk rekrutmen ASN. Khususnya pada jabatan-jabatan publik. Yang hanya didasarkan oleh kedekatan dengan struktur kekuasaan semata. Jadi semacam cap stempel kuasa. Kendati pun mereka yang direkrut tidak memenuhi kriteria yang dipersyaratkan. Memang benar ada yang masih mengamini prinsip kontestasi dalam Pilkada, “The winner takes it all”. Tapi harus kita ingat, prinsip tersebut tetap harus dijalankan secara profesional dan proporsional. Apalagi dalam kondisi masyarakat yang majemuk dengan beragam preferensi politik, prinsip tersebut justru rentan menimbulkan tindakan diskriminatif terhadap kelompok tertentu.

Untuk itu, penting bagi kita untuk mencari rumusan strategi yang tepat dalam mengawasi dan mencegah pelanggaran terhadap netralitas ASN. Harus ada keseimbangan strategi antara proses “hulu” dan “hilir” penanganan dugaan pelanggaran netralitas. Di proses hulu, harus ada upaya untuk menutup dalih pelanggaran yang kerap kali ditemui selama ini. Upaya tersebut tidak cukup hanya dengan bertumpu kepada Bawaslu. Butuh keterlibatan penuh dari semua elemen masyarakat secara partisipatif.

Pun demikian dengan ASN. Butuh internalisasi yang menguatkan sekaligus menjauhkan mereka dari pelanggaran prinsip netralitasnya. Untuk itu, pemerintah daerah, termasuk seluruh perangkatnya, harus berani mengambil inisiatif untuk berupaya mendorong penguatan prinsip netralitas di kalangan pegawainya. Mulai dari mendorong kesadaran dan pemahaman regulasi, sistem pengaduan, desain pengawasan, koordinasi lintas sektor, dan lain sebagainya.

Sedangkan di proses hilir, upaya penegakan hukum harus didorong lebih maksimal. Dengan kategori sanksi yang jauh lebih berat. Sehingga dapat memberikan efek jera. Agar perkara serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang atau setidaknya dapat diminimalisasi. (*Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Mulawarman)

Tags :
Kategori :

Terkait