Ombudsman menemukan indikasi kerugian negara. Dari tambang rakyat yang tidak bayar pajak. Setahun bisa Rp 38 triliun potensi pendapatan yang hilang itu. Belum lagi soal tanah. Kota Balikpapan dan Samarinda yang paling banyak aduan pelayanan sertifikasi tanah. Bagaimana lembaga negara ini menyikapi itu?
-----------------
RABU (15/7) lalu, Ombudsman RI mengadakan webinar. Memaparkan tinjauan sistemik dan temuan Ombudsman RI terkait tambang ilegal di Indonesia. Dalam laporan itu, tercatat ada empat temuan. Salah satunya adalah perusahaan pertambangan yang berada di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim).
Keesokan harinya, Disway Kaltim mendatangi Kantor Ombudsman RI Perwakilan Kaltim. Di kawasan MT Haryono Samarinda, pukul 14.30 Wita. Setelah memastikan protokol kesehatan lengkap. Media ini dipersilakan masuk.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kaltim Kusharyanto sendiri yang menyambut. Mengenakan setelan kemeja putih panjang, pria asal Madiun, Jawa Timur itu berbicara panjang lebar soal tupoksi Ombudsman di Benua Etam.
“Ya, benar. Ada temuan di Kukar. Tapi itu kegiatan pusat. Saat itu baru sampling saja selama dua hari,” kata Kusharyanto, menjelaskan mengenai pemaparan Ombudsman RI melalui webinar sehari sebelumnya.
Temuan ini baru sekadar rangkaian awal kegiatan. Ke depan, perkara tambang ilegal akan diseriusi oleh Ombudsman RI. Mengingat negara mengalami banyak kebocoran anggaran karena aktivitas tambang ilegal ini.
Dari pemaparan mereka. Negara kehilangan pendapatan sebesar Rp 38 triliun per tahun. Dan Rp 315 miliar per tahun dari sektor non emas. “Fokus kami lebih ke tambang rakyat. Sebisa mungkin pelaku tambang rakyat ini dibina dulu. Mengenai penentuan wilayah, perizinan dan lainnya,” lanjut pria yang akrab disapa Kus itu.
Ombudsman RI berkeyakinan bahwa aktivitas tambang rakyat seharusnya bisa dilakukan secara legal. Agar masyarakat bisa menikmati hasilnya secara maksimal. Begitu pula dengan negara yang bisa memaksimalkan pendapatan dari sektor tambang rakyat.
Dalam catatan Ombudsman RI, jika tambang rakyat memiliki izin. Negara bisa memperoleh pendapatan sebesar Rp 10-20 triliun per tahun. “Harus bisa dinikmati rakyat. Bisa membuat koperasi agar penjualan bisa lebih maksimal. Itu yang ke depan ingin kami dorong,” paparnya.
Soal kajian ini, Kus berharap Gubernur Kaltim Isran Noor bisa segera mengadakan rapat koordinasi dengan instansi terkait. Agar kebocoran anggaran akibat tambang ilegal di Kaltim bisa direduksi lebih dini.
Pindah ke hal lain, soal maladministrasi pertanahan. Sejak tahun 2013 sampai 2019. Ombudsman RI Perwakilan Kaltim menerima pengaduan kasus maladministrasi pertanahan sebanyak 657 kasus. Di Balikpapan 274 kasus dan Samarinda (177). Ini jadi daerah terbanyak adanya aduan.
Lalu apakah pelaporan kasus pertanahan masih terjadi dalam rentang waktu semester pertama 2020? “Ya, ada. Tapi jumlah aduannya saya harus buka data dulu, Mas,” jawab Kusharyanto.