Bankaltimtara

SUP dan Silvofishery Jadi Pintu Masuk Pengembangan Ekowisata di Balikpapan

SUP dan Silvofishery Jadi Pintu Masuk Pengembangan Ekowisata di Balikpapan

Wakil Ketua Umum Stand Up Paddle Indonesia, Akmal Malik-Salsa/ Nomorsatukaltim-

BALIKPAPAN, NOMORSATUKALTIM - Pengembangan olahraga stand up paddle (SUP) di Balikpapan tidak hanya diarahkan sebagai kegiatan olahraga air, tetapi juga menjadi pintu masuk penguatan ekowisata berbasis rehabilitasi lingkungan.

Konsep tersebut tengah diperkenalkan melalui pengelolaan kawasan tambak dengan sistem silvofishery di area De Boekit Riverside, Manggar, Balikpapan Timur.

Wakil Ketua Umum Stand Up Paddle Indonesia, Akmal Malik mengatakan, keterlibatan komunitas SUP dalam kawasan tersebut berkaitan langsung dengan pemanfaatan perairan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Menurutnya, SUP dipilih lantaran tidak merusak ekosistem perairan dan dapat dikombinasikan dengan edukasi lingkungan.

BACA JUGA: Forest Trail Run, Cara DLH Kenalkan Konsep Wisata dan Olahraga Berbasis Hutan di Kebun Raya Balikpapan

"Secara umum, tambak-tambak di Indonesia mengalami kejenuhan. Tanahnya rusak karena penggunaan pupuk urea dan bahan kimia dalam jangka panjang, sehingga produktivitasnya menurun," kata Akmal saat diwawancara di lokasi kegiatan, pada Sabtu, 13 Desember 2025.

Ia menjelaskan, sistem silvofishery menjadi salah satu solusi yang kini didorong pemerintah pusat. Sistem ini menggabungkan budidaya perikanan dengan penanaman mangrove, sehingga pakan ikan berasal dari ekosistem alami tanpa menggunakan bahan kimia.

"Silvofishery adalah instrumen yang direkomendasikan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Budidaya ikan menggunakan mangrove sebagai media alami, tanpa urea dan tanpa kimia," ucapnya.

Akmal menuturkan, penerapan sistem ini di Balikpapan merupakan terobosan yang dilakukan bersama Pemkot Balikpapan.

BACA JUGA: De Boekit Riverside Tambah Destinasi Wisata Edukasi Air di Balikpapan

Kawasan tambak yang sebelumnya tidak produktif mulai diarahkan menjadi area edukasi lingkungan sekaligus destinasi wisata berbasis alam.

Menurutnya, meski kawasan tersebut belum dibuka secara resmi, minat dari luar daerah sudah terlihat. Sejumlah daerah seperti Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta telah datang untuk mempelajari penerapan silvofishery di lokasi tersebut.

"Ini menunjukkan bahwa model seperti ini punya daya tarik, bukan hanya untuk pariwisata, tapi juga sebagai rujukan pengelolaan lingkungan," ungkap Akmal.

Baginya, konsep wisata yang dikembangkan tidak berorientasi pada eksploitasi alam, melainkan pada restorasi ekosistem.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait