Bankaltimtara

Serapan APBD Kaltim Rendah, Pengamat: Pemerintah dan DPRD Tak Profesional, Masyarakat Dirugikan

Serapan APBD Kaltim Rendah, Pengamat: Pemerintah dan DPRD Tak Profesional, Masyarakat Dirugikan

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Mulawarman Samarinda, Saiful Bachtiar-Mayang Sari/ Nomorsatukaltim-

SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM- Pengamat Kebijakan Publik Universitas Mulawarman, Saiful Bachtiar menyoroti rendahnya serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kalimantan Timur tahun 2025. Hal itu mencerminkan lemahnya profesionalitas birokrasi dan fungsi pengawasan DPRD.

Kritik itu sejalan dengan data terbaru Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan per 1 November 2025, realisasi belanja Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim baru mencapai Rp11,9 triliun dari total APBD sebesar Rp20,9 triliun.

Hal ini menunjukkan, bahwa masih ada sekitar Rp9 triliun atau 43 persen uang publik yang belum digunakan. Secara persentase, penyerapan anggaran baru mencapai 56,94 persen, sementara waktu tersisa kurang dari 2 bulan hingga penutupan tahun anggaran pada 25 Desember 2025.

"Kalau penyerapannya di bawah 60 persen, menurut saya itu perlu dijelaskan secara terbuka dan transparan oleh Gubernur, Wakil Gubernur, dan Sekretaris Daerah. Mereka pihak yang paling bertanggung jawab di sisi eksekutif," ujar Saiful saat dihubungi, Minggu 2 November 2025.

BACA JUGA: Kepala Daerah Penghasil Migas Jangan Dijadikan Penonton

Menurut dia, rendahnya serapan anggaran sebesar itu bukan hanya masalah teknis, tetapi mencerminkan kegagalan manajemen pemerintahan daerah dalam menjalankan fungsi perencanaan dan pengawasan publik.

Saiful menegaskan, dalam konteks tata kelola pemerintahan yang baik, perencanaan dan pengawasan harus berjalan beriringan.

Eksekutif sebagai pelaksana kebijakan wajib memastikan program terserap, sementara DPRD memiliki fungsi kontrol dan budgeting.

"Eksekutif dan legislatif sama-sama harus diaudit secara moral dan administratif. DPRD itu punya fungsi legislasi, budgeting, dan pengawasan. Kalau tiga fungsi itu dijalankan dengan benar, mereka mestinya tahu dari awal kalau penyerapan rendah," kata Saiful.

BACA JUGA: Serapan Anggaran Baru di Angka 61 Persen, Dinkes Kaltim Diminta Tingkatkan Kinerja

Menurut dia, DPRD semestinya aktif melakukan evaluasi sejak pertengahan tahun.

"Pada bulan Juli, seharusnya mereka sudah duduk bersama eksekutif membahas realisasi anggaran. Tapi kalau sampai Oktober masih 56 persen, itu artinya fungsi pengawasan tidak berjalan," tambahnya.

Saiful menilai, akar masalah ini ada pada birokrasi yang tidak profesional. Dalam sistem pemerintahan daerah, Sekretaris Daerah (Sekda) merupakan komando tertinggi aparatur sipil negara (ASN) yang memimpin Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).

"Pergantian gubernur tidak boleh jadi alasan. Dalam birokrasi yang profesional, siapapun kepala daerahnya, sistem harus tetap berjalan. Sekda dan OPD punya tanggung jawab memastikan anggaran terealisasi," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: