Produknya Jadi Cacat Hukum Atau Hanya Perbuatan Gaduh
Perdebatan seru terjadi. Di media sosial hingga berita-berita nasional. Terkait Putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 5 Tahun 2019. Atas gugatan Rachmawati Soekarnoputri. Bersama 6 pemohon lainnya. Bagaimana pendapat pakar hukum Kaltim melihat itu?
------------------------
PUTUSAN yang diketok oleh ketua majelis Supandi pada 20 Oktober 2019 ini, baru dipublikasi pekan lalu. Dalam pertimbangannya, MA menyatakan bahwa PKPU tersebut bertentangan dengan Pasal 416 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pasal itu menjelaskan bahwa pasangan calon (paslon) terpilih adalah paslon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen. Dari jumlah suara dalam pilpres. Sedikitnya 20 persen suara di tiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.
MA menilai, berdasarkan sistem perundang-undangan, PKPU telah melebihi aturan UU Pemilu yang lebih tinggi. Sehingga tidak mencerminkan asas keseimbangan, keselarasan, dan keserasian.
Praktisi hukum Kota Balikpapan Dr H Abdul Rais SH MH berpendapat, jika penetapan Jokowi sebagai Presiden adalah dari produk cacat hukum. Atau bisa dibilang Presiden cacat hukum. "Hal ini dapat dibuktikan dengan kekalahan KPU RI atas gugatan Rachmawati Soekarnoputri yang menyoal tentang Presiden terpilih tidak memenuhi syarat perolehan suara," ujarnya, Minggu (12/7).
Perolehan suara yang dimaksud Abdul Rais adalah 50 persen plus 1 suara, 20 persen dari 34 provinsi di Indonesia atau separuhnya. Yakni 17 provinsi. "Keputusan MA tanggal 28 Oktober 2019 tapi baru diumumkan ke publik 3 Juli 2020, sehingga lebih dulu penetapan MK dan pelantikan Presiden terpilih. Ini ada apa ya kan? Namun terjawab sudah atas putusan MA saat ini," jelasnya.
Rais mengungkapkan, sekalipun banyak pengamat mengatakan jika putusan MA tidak bisa diberlakukan surut, akan tetapi menurutnya, untuk peristiwa hukum yang terjadi dan ramai diperbincangkan netizen dan masyarakat, perlu ada terobosan hukum. Ini untuk menjamin suatu kepastian hukum.
"Bahwa putusan MA ini dapat dilaksanakan untuk membatalkan Jokowi sebagai Presiden terpilih, dikarenakan KPU sebagai pembuat regulasi, pelaksana dan penyelenggara Pilpres telah kalah dalam sidang di MA, sehingga produk regulasi, pelaksanaan dan penyelenggaran Pilpres cacat hukum," tambahnya.
Dengan begitu, ia berpendapat, dengan sendirinya penetapan calon Presiden terpilih menjadi cacat hukum atau batal demi hukum. Sekalipun MK telah menetapkan Presiden terpilih, yang sifatnya hanya menetapkan.
KPU, kata Rais, bisa saja membatalkan Presiden terpilih Jokowi dengan menjalankannya Putusan MA. Kemudian memperbaiki regulasi PKPU/Peraturan Komisi Pemilihan Umum. "Apa solusinya? Ya melakukan pemilihan ulang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden ulang," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: