Menyoal Kontradiksi Perppu Pilkada Serentak
OLEH: HERDIANSYAH HAMZAH*
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang sedianya dilaksanakan pada September 2020 ini, pada akhirnya harus ditunda akibat pandemi COVID-19. Pijakan hukum penundaan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor I Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang (Perppu Nomor 2 Tahun 2020). Namun apakah dengan dikeluarkannya Perppu Nomor 2 Tahun 2020 ini, serta-merta memberikan kepastian hukum terhadap keberlanjutan pelaksanaan Pilkada serentak?
Pada bagian konsideran menimbang huruf b Perppu Nomor 2 Tahun 2020 tersebut, secara ekslipsit disebutkan bahwa dalam rangka penanggulangan penyebaran COVID-19 sebagai bencana nasional, perlu diambil kebijakan dan langkah-langkah luar biasa. Baik di tingkat pusat maupun daerah. Termasuk perlunya dilakukan penundaan tahapan pelaksanaan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil walikota serentak tahun 2020. Agar pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah tetap dapat berlangsung secara demokratis dan berkualitas serta untuk menjaga stabilitas politik dalam negeri.
Jika membaca konsideran tersebut, maka nafas Perppu Nomor 2 Tahun 2020 ini adalah penundaan Pilkada serentak akibat pandemi COVID-19 yang ditetapkan sebagai bencana nasional non-alam. Namun menyangkut pelaksanaan Pilkada serentak lanjutan nantinya, masih menyisakan problema hukum. Hal ini diakibatkan oleh Perppu Nomor 2 Tahun 2020 yang cenderung ambigu dan justru tidak memberikan ketidakpastian hukum. Untuk itu, penting bagi kita membangun kesepahaman bersama. Tentang bagaimana sesungguhnya status hukum keberlanjutan Pilkada serentak yang ditunda akibat adanya bencana nasional non-alam pandemi COVID-19 ini.
PENUNDAAN PILKADA SERENTAK
Alasan pokok penundaan Pilkada serentak adalah pandemi COVID-19. Yang telah ditetapkan sebagai bencana nasional non-alam. Yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan Pilkada serentak tidak dapat dilaksanakan. Ketentuan mengenai penundaan Pilkada serentak ini diatur dalam Pasal 120 Perppu Nomor 2 Tahun 2020. Yang menyebutkan, “Dalam hal pada sebagian wilayah pemilihan, seluruh wilayah pemilihan, sebagian besar daerah, atau seluruh daerah terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, bencana non-alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan pemilihan atau pemilihan serentak tidak dapat dilaksanakan, dilakukan pemilihan lanjutan atau pemilihan serentak lanjutan”.
Untuk menguatkan legitimasi penundaan Pilkada serentak akibat pandemi COVID-19 sebagai bencana nasional non-alam, maka dasar yang digunakan adalah regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah: Pertama, penetapan status darurat kesehatan melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Akibat Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Kedua, Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional. Kedua regulasi inilah yang menjadi dasar terpenuhinya norma atau ketentuan yang diatur dalam Pasal 120 Perppu Nomor 2 Tahun 2020. Dengan demikian, maka penundaan Pilkada serentak memiliki pijakan hukum yang kuat.
Pertanyaan berikut yang patut kita diskusikan adalah, jika Pilkada serentak ditunda, lantas kapan Pilkada serentak tersebut dilanjutkan? Pasal 201A ayat (1) Perppu Nomor 2 Tahun 2020 secara eksplisit sudah menyatakan, “Pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 201 ayat (6) ditunda karena terjadi bencana non-alam sebagaimana dimaksud alam Pasal 120 ayat (1)”.
Artinya, selama bencana non-alam ini masih berlangsung, maka belum bisa dipastikan kapan hari pemungutan suara serentak ditetapkan. Secara administratif, sepanjang status darurat kesehatan dan bencana nasional non-alam akibat COVID-19 belum dicabut, maka Pilkada serentak belum bisa dilanjutkan.
Kendati dalam Pasal 201A ayat (2) Perppu Nomor 2 Tahun 2020 menyebutkan frase “dilaksanakan pada bulan Desember 2020”. Namun penentuan waktu pelaksanaan Pilkada lanjutan hanya dapat ditetapkan setelah status bencana nasional non-alam dinyatakan berakhir. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 201A ayat (3) Perppu Nomor 2 Tahun 2020 yang menyatakan, “Dalam hal pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana non-alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir. Melalui mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122A”.
Jadi bukan hanya karena satu ayat menyebut frase “Dilaksanakan pada bulan desember 2020”. Lantas kita meyimpulkan bahwa pelaksanaan Pilkada serentak lanjutan akan dilaksanakan pada Desember. Namun kita harus memandang relasi interkoneksitas antar satu pasal dengan pasal lainnya. Maupun ayat dengan ayat lainnya. Apalagi semangat Perppu Nomor 2 Tahun 2020 tersebut memang lebih pada pengaturan kekosongan hukum terkait penundaan Pilkada serentak. Akibat terjadinya bencana nasional non-alam.
Norma dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2020 “kontradiktif” atau saling bertentangan (conflict of norm). Satu sisi Pilkada serentak ditunda hingga bencana nasional non-alam berakhir. Namun di sisi lain justru mengatur waktu pelaksanaan Pilkada serentak lanjutan pada Desember 2020.
PERPPU LAGI?
Jika Pilkada serentak dilanjutkan pada Desember 2020 hanya dengan bermodalkan norma yang tertuang dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2020, maka Pilkada serentak tersebut tidak memiliki landasan hukum yang cukup kuat untuk dilaksanakan. Sebab sejatinya, pandemi COVID-19 yang telah ditetapkan sebagai bencana nasional non-alam tersebut, masih eksis dan belum bisa dipastikan kapan akan berakhir. Artinya, jika pemerintah bersikeras melaksanakan Pilkada serentak pada Desember 2020, sama halnya dengan menggelar Pilkada serentak di tengah pandemi COVID-19. Kita tidak memiliki perangkat regulasi yang memadai dan legitimate untuk menggelar Pilkada serentak di tengah pandemi COVID-19. Sekali lagi, Perppu Nomor 2 Tahun 2020 didesain sebagai dasar hukum penundaan pelaksanaan Pilkada serentak akibat bencana nasional non-alam. Bukan norma yang berisi perintah menggelar Pilkada serentak di masa pandemi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: