Serikat Pekerja Tuntut Dirut Pertamina Mundur

Serikat Pekerja Tuntut Dirut Pertamina Mundur

Para karyawan Pertamina yang tergabung dalam Serikat Pekerja Mathilda melakukan aksi damai di Kantor Besar Pertamina RU V Balikpapan, Senin (29/7/2019).  Balikpapan, DiswayKaltim.com - Serikat Pekerja Mathilda yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPP) mendesak Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, dicopot dari jabatannya. Tuntutan itu dilayangkan para pekerja Pertamina Refinery Unit V Balikpapan, Pertamina Marketing Operation Regional (MOR) VI Kalimantan dan Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan Lawe-lawe. Bersamaan dengan itu, mereka juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan investigasi secara komprehensif atas dugaan kerugian negara. Desakan itu disuarakan para karyawan perusahaan minyak nasional itu dalam aksi damai yang digelar di Kantor Besar Pertamina RU V Balikpapan, Senin (29/7/2019). Aksi ini bermula dari keputusan Pertamina melepas bisnis LNG ke PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk. PGN terdaftar di bursa saham dengan kode PGAS. Selain itu, para karyawan juga menolak rencana perpanjangan Blok Corridor di Sumatera Selatan ke ConocoPhilips pada tahun 2023. “Kami menilai Dirut Pertamina dan Direktur Hulu gagal mencegah perpanjangan Blok Corridor dan pelepasan bisnis gas ke PGN,” kata Ketua SP Mathilda Pertamina Balikpapan Mugiyanto. Dalam aksi itu, puluhan pekerja mengenakan ikat kepala hitam bertuliskan “TOLAK”. Mereka juga membentangkan spanduk raksasa. Menurut serikat pekerja, Pertamina telah menjadi entitas bisnis yang terpercaya dalam persaingan pasar LNG dunia. Dan menjadi security of supply gas untuk kebutuhan dalam negeri. “Saat ini kebijakan pemerintah mulai bergeser. Mengabaikan peran Pertamina sebagai kuasa negara dan agregator gas domestik,” bunyi pernyataan yang disebarkan kepada wartawan. Serikat menuding pemerintah lebih memilih PGN yang sahamnya 43 persen milik publik. “Dengan demikian pengalihan tersebut bertentangan dengan semangat UUD 1945, khususnya pasal 33,” ucap Mugiyanto. Serikat menuntut pemerintah agar mempertahankan proses bisnis LNG pada Pertamina yang keuntungannya 100 persen untuk kemakmuran rakyat. “Sepertinya ada pesan sponsor agar bisnis LNG dialihkan ke PGN. Dengan pengalihan itu, negara berpotensi kehilangan pendapatan sebesar 6 juta USD per tahun,” bilang Mugiyanto. Ia menambahkan, Pertamina sebagai kuasa negara tercatat sebagai produsen gas nomor 5 dunia. “Jika pengalihan terjadi, keuntungan tidak lagi 100 persen untuk negara,” ujarnya.   Sementara menyangkut perpanjangan Blok Corridor kepada operator asing dinilai menabrak Permen ESDM No 15 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Migas. “Seharusnya setelah kontrak berakhir, Pertamina mendpat hak previllege mengelola blok itu,” sebutnya. Blok Corridor memiliki cadangan gas sangat besar, yakni 17 % dari total produksi gas di Indonesia. Blok itu berada di peringkat ketiga setelah lapangan gas Tangguh dan Blok Mahakam. Produksi Blok Corridor  mencapai 1.028 mmscfd sedangkan lifting gas 834 mmscfd. “Silakan media tulis besar-besar ganti Dirut Pertamina dengan orang-orang yang pahami bisnis gas dunia. Kebijakan sekarang menggiring Pertamina jadi kucing kampung yang tadinya macan dunia,” ungkap Mugiyanto. Kegeraman itu disampaikan lantaran saat ini posisi Pertamina dalam rangking perusahaan dunia melorot dari 122 di masa Karen Agustiawan, menjadi 175 dunia. Menghadapi tuntutan serikat pekerjanya, Pejabat Sementara Manager Comrel Regional Kalimantan, Cecep Supriyatna berjanji meneruskan aspirasi para pekerja ke Pertamina Pusat. (K/fey/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: