Eka Megawati yang Ngajar dengan Sistem Daring, Kuliah Terasa Lebih Santai

Eka Megawati yang Ngajar dengan Sistem Daring, Kuliah Terasa Lebih Santai

Eka Megawati mengisahkan kejenakaan dalam mengajar via daring. Mahasiswanya cenderung lebih aktif. Tidak segan bercanda ketika proses pembelajaran tanpa tatap muka. Rupanya lebih nyaman berkomentar lewat keyboard ketimbang interaksi langsung.   Oleh: Darul Asmawan, Balikpapan PEREMPUAN berhijab ini adalah dosen STT Migas Balikpapan. Kepada Disway Kaltim ia bercerita ketika mengajar via daring. Awalnya kikuk. Apa media yang mudah dan bisa efektif dalam menyampaikan bahan ajar. Ada beberapa platform aplikasi yang menjadi opsi; via aplikasi chating WhatsApp, layanan teleconference seperti zoom dan ruang belajar online, yaitu classroom. Namun ternyata, Eka tidak serta merta langsung lihai menggunakan berbagai pilihan wahana di perangkat lunak itu. Dia mengatakan, perlu sedikit waktu untuk mempelajarinya. "Tidak adanya sosialisasi dari awal, membuat saya harus belajar secara autodidak," ujarnya saat berbincang dengan Disway Kaltim secara daring, Minggu (5/3). Dia melanjutkan, hal pertama yang dilakukan adalah membentuk grup chating di aplikasi WhatsApp, untuk berkoordinasi dengan semua mahasiswa yang mengikuti mata kuliahnya. Pertimbangannya, tambah Eka, karena mayoritas mahasiswa menggunakan aplikasi berkirim pesan itu. Sang dosen tidak menentukan sendiri platform aplikasi mana yang akan digunakan untuk perkuliahan secara online. Melainkan ia meminta masukan dari para mahasiswa dan  mendiskusikannya. Kesepakatannya; menggunakan layanan teleconference zoom. "Mahasiswa meminta untuk menggunakan zoom, karena mudah diakses melalui handphone atau --telepon genggam--," ujar dosen jurusan teknik pengolahan migas itu. Kelebihan metode belajar mengajar seperti ini, menurutnya, pembelajaran dapat dilakukan di mana saja dengan waktu yang berdasarkan kesepakatan. "Perkuliahan kami, mengikuti jadwal yang telah disepakati dengan mahasiswa," "Kalau harinya tetap, hanya saja jam perkuliahan yang diubah. Karena untuk kuliah online saya menggabungkan dua kelas yang memang level pembelajarannya setingkat," katanya. Kekurangannya, sambung Eka, tidak semua tempat tersedia fasilitas untuk mengakses internet. Lemahnya jaringan juga berpengaruh terhadap efektifitas belajar. Oleh karena itu, lanjutnya, untuk mahasiswa yang memang benar-benar terkendala dengan jaringan atau akses internet terbatas, akan diberi disepensasi. Misalnya, kata ia, dalam proses pengumpulan tugas, mahasiswa yang bersangkutan diberi perpanjangan waktu. Selain itu, ia mengaku, selama menerapkan kuliah online ini, tidak menjadikan kehadiran sebagai parameter penilaian terhadap mahasiswa. "Saya tidak mengambil nilai dari absensi. Hanya jika di kelas saja baru saya masukkan nilai untuk absensi mahasiswa," jelas dosen pengajar mata kuliah statiska dan kimia itu. Agar perkuliahan daring lebih efektif, ia memberikan materi mata kuliah kepada mahasiswa sejak awal. "Jadi mereka bisa baca-baca dulu,  jika ada hal yang belum dipahami mahasiswa boleh bertanya dan akan didiskusikan via grup WhatsApp," ucap dosen. Khusus untuk kelas mahasiswa yang mengulang mata kuliah yang diampunya, karena sebelumnya gagal lulus pada mata kuliah itu, Eka menerapkan metode berbeda. Para mahasiswa yang mengulang tersebut, selama dua bulan perkuliahan telah diberi tugas mandiri. "Jadi nanti, saya hanya mengevaluasi hasil dari tugas mandiri mereka," ungkapnya. Dia menilai, tidak ada perbedaan mendasar antara kuliah online dan tatap muka langsung. Hanya saja, menurutnya kuliah tatap muka secara langsung pada beberapa hal masih lebih efektif ketimbang kuliah online. Tapi bagi dia, disaat tidak memungkin untuk itu seperti saat ini, tidak masalah jika harus memanfaatkan media yang ada untuk mengabdi dan berbagi ilmu. "Lagi pula ini sudah sesuai dengan hakikat perkembangan zaman dan teknologi," terang dosen muda itu. Ia menceritakan salah satu kejadian haru sekaligus lucu saat melaksanakan kuliah online. Terkadang di sela-sela perkuliahan mereka (para mahasiswa) ada saja yang temu kangen dan saling mengeluarkan ejekan. Tentu itu hanya salah satu cara mereka untuk saling menghibur agar tidak jenuh di rumah. "Karena memang sudah lama tidak bertemu satu sama lain," tutur Eka. Salah satunya, lanjut ia, saat ada mahasiswa yang mengirimkan hasil tugas kepadanya, dalam bntuk dokumen file yang dikunci atau lock (diberi kata sandi, Red.). Dosen Eka kebingungan untuk membuka file tersebut. Ia kemudian menyampaikan di grup WhatsApp mahasiswanya. Untuk tidak mengunci file dokumen tugas yang dikirimkan padanya. Dan meminta mahasiswa tersebut mengirimkan ulang tugas tersebut langsung melalui jaringan pribadi kepadanya. "Maksud mahasiswa itu mengunci file tugasnya, agar mahasiswa lain di dalam grup WhatsApp, tidak bisa melihatnya," jelas dia. Tetapi, karena sudah kepalang tanggung, akhirnya ada salah satu mahasiswa di dalam grup itu yang menyeletuk. Berikut percakapannya seperti diceritakan Eka Megawati: "Cukup daerahmu saja yang lockdown, jangan jawaban juga di lockdown," celetuk salah satu mahasiswa. "Rahasia, biar tidak "dicontek" sama yang lain bu," balas mahasiswa bersangkutan. "Dokumen rahasia bu," lanjut mahasiswa itu. "Corona tidak menyerang file kok," timpal mahasiswa lain. "Ya, itu salah satu candaan mereka di tengah proses perkuliahan, kalau sudah jenuh. Semoga keadaan bisa kembali seperti semula dan kita semua bisa berkegiatan seperti biasanya lagi," imbuhnya. (dah)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: