Istia Budi: Menyiapkan Anak Muda, Menyongsong Industri 4.0

Istia Budi: Menyiapkan Anak Muda, Menyongsong Industri 4.0

Fida Imtihani masygul. Remaja 12 tahun itu mengingat-ingat: ini sudah kesekian kali menyaksikan sang bunda kebingungan dalam swalayan. Pangkal soalnya, si ibu lupa daftar belanjaan. Bisa jadi, itu hanya masalah kecil. Tapi karena jadi rutinitas, Fida 'jengkel' juga. Terbitlah keinginan mengatasi persoalan itu.    Fida yang memilih pendidikan home schooling, kini hampir menyelesaikan persoalan yang dialami sang bunda, novelis Indah Nurwakhid.  Berbekal gawai pintar bersistem operasi Android, Fida kini sedang membangun sebuah aplikasi pengingat daftar belanjaan. Kelak, aplikasi yang dibuatnya, akan dapat mengatasi persoalan ribuan, bahkan jutaan ibu-ibu yang punya masalah sama dengan orang tuanya. Saat ini, aplikasi yang namanya masih disimpan rapat itu, dalam proses verifikasi Play Store. Fachreza, mahasiswa Politeknik Balikpapan punya cerita lain lagi. Dia gundah gulana saat tugas kuliahnya tak kunjung selesai. Berbagai upaya sudah dilakukan. Mulai bertanya teman. Mencari informasi dari internet, sampai konsultasi langsung dengan dosen. Kedua anak muda Balikpapan itu mendapat jalan keluar setelah berjumpa Istia Budi. Fachreza tidak hanya menyelesaikan masalah tugas kualiahnya. Ia kini terlibat dalam proyek pengembangan aplikasi dari dalam maupun luar negeri. Pengalaman pria yang akrab dipanggil Reza mulai terasah ketika terlibat dalam pembuatan aplikasi tukangpedia. Aplikasi yang memudahkan pencarian tukang, meraih penghargaan dalam ajang Socio Digi Leaders (SDL) 2016 yang diselenggarakan PT Telkom Indonesia. Reza juga mendirikan komunitas Hello Dev. Komunitas ini berisi anak-anak muda pengembang aplikasi di Balikpapan. Di luar organisasi, ia juga terlibat men-develop aplikasi teknologi keuangan (fintech) asal Singapura. Pria yang biasa dipanggil Reza itu juga menangani berbagai proyek pembuatan aplikasi untuk pemerintah Kota Balikpapan. Beberapa diantaranya adalah Sipan atau Sistem Informasi Pemuda Balikpapan bekerjasama Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata. “Aplikasi ini menyediakan data seluruh komunitas yang ada di Kota Balikpapan, sehingga membantu kegiatan bersifat kepemudaan. Misalnya ada event, tinggal buka aplikasi. Pilih komunitas yang relevan,” kata Reza. Dua anak muda ini merupakan bagian dari  1.700 anggota komunitas yang diasuh Istia Budi dalam Digital Lounge (DiLo) Balikpapan. “Dari jumlah itu, hanya sekitar 30 persen sampai 40 persen yang masih aktif,” kata Ketua Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (RTIK) Balikpapan ini. Mereka tidak hanya berasal dari Balikpapan, tetapi hampir tersebar di Kalimantan Timur. Sejak dibentuk lima tahun lalu, DiLo, di bawah mentoring Istia Budi sudah melahirkan berbagai talenta mumpuni di bidang teknologi dan informasi. Selain aplikasi tukangpedia yang menjadi juara pertama tingkat nasional,--  Socio Digi Leaders, juga masuk 10 besar NextDev adalah aplikasi Vermak. Kemudian aplikasi shop141 yang membantu pemerintah mengatasi stunting. Caranya, masyakat yang melakukan transaksi melalui aplikasi itu, secara langsung juga menyalurkan donasi bagi program perbaikan gizi penderita stunting. Kami ingin berpartisipasi dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan keluarga prasejahtera,” ujar lulusan Institut Teknologi Surabaya ini. Produk yang dijual dalam aplikasi itu mulai dari katering, aneka pangan, kerajinan lokal, dan produk-produk hasil pemberdayaan masyarakat. Istia Budi juga membawa salah satu aplikasi yang dibangun anak didiknya menjadi juara nasional ajang Hackathon. “Setelah tukangpedia ke Silicon Valley tahun lalu. Kami ‘mengirim’ gamer asal Tanah Grogot ke Stuttgart (Jerman),” ungkapnya. Game bergenre horor itu mengambil set lokasi di Tanah Grogot. Dengan mengangkat budaya dan kepercayaan masyarakat lokal.  Aplikasi lainnya adalah Krisarku, HoneyBear Studio, Harmoni Indonesia, dan lain sebagainya. Istia Budi menginisiasi kompetisi pembuat aplikasi dan game hingga komunitas developer dan programing. Selain dengan anak-anak muda dan pemerintah, bersama sekolah, dan kampus di membentuk inkubator. Tidak hanya mendorong para pemuda menguasai teknologi dengan membuat aplikasi, dan game, ia juga mengajari para pelaku usaha mikro kecil memperluas pasar melalui digital marketing. “Konsepnya adalah bagaimana produk UMK yang bagus bisa diterima pasar lebih luas. Pertama kami harus mengubah paradigma UMK yang konvensional agar fokus menghasilkan produk yang bagus dan bantu di -maketing-kan,” kata Istia Budi. Karena itu, ia merangkul semua kalangan. Tidak hanya anak muda, atau mereka yang ingin membangun aplikasi. “Belajar apa saja. Mau Bahasa Inggris ayo. Yang penting dimanfaatkan untuk kreativitas. Bebas.” Menurut pria kelahiran Surabaya ini, Balikpapan harus punya sumber daya manusia yang memahami era digital. Era industri 4.0 mengharuskan penguasaan teknologi “di bidang apa saja. Mau pendidikan, UMKM, di manapun bidangnya kalau tetap (model) konvensional akan ketinggalan. Kita harus siapkan teman – teman pemuda.” Anggota Tim Pelaksana Smart City  ini menyampaikan kegelisahannya terkait kemampuan SDM di bidang teknologi yang masih di bawah level Pulau Jawa. Menurutnya kemampuan Balikpapan masih berada di angka 3-4 dari skala 0-10. “Di Jawa, mereka sudah sampai 8 atau 9. Kita harus terus mengejar ketertinggalan,” ujarnya. Kekhawatiran Istia Budi cukup beralasan, mengingat perkembangan teknologi akan semakin pesat. Seiring dengan itu porsi pemanfaatan teknologi di dunia akan semakin membesar. Dalam studi yang dipublikasikan tahun ini oleh Organisasi Perburuhan Dunia (ILO) misalnya, penggunaan robot dan kecerdasan buatan akan menggeser campur tangan manusia. Teknologi membuat 2/3 pekerjaan di negara berkembang seperti Indonesia, rentan digeser otomatisasi. Sebanyak 6 juta jenis pekerjaan akan hilang. Di saat bersamaan 24 juta jenis pekerjaan  baru akan muncul. Sepuluh tahun ke depan robot dan kecerdasan buatan akan jamak dijumpai. “Karena itu penting bagi kita untuk mengembangkan generasi yang menguasai teknologi,” ujar Ketua Masyarakat Industri Kreatif Teknologi Informasi (MIKTI) Balikpapan.  Apalagi, kata dia, Balikpapan sebagai kota jasa, pusat industri tambang dan minyak harus siap dengan shifting ekonomi. “Kita mulai siapin alternatif bisnis ke arah digital melalui penyiapan SDM di industri kreatif. Apalagi sebentar lagi menjadi ibu kota negara. Karena itu kita ajak anak muda. Yang sudah bisa ayuk segera sharing (ilmu) ke bawah. Yang bawah (belum mampu) kita belajar,” katanya. Menurut Budi, Indonesia saat ini membutuhkan tenaga programming, developer, engineer, dan desain. Namun ke depan, akan banyak diperlukan profesi data scientist. Anak asuh Istia Budi kini sudah menyebar ke berbagai perusahaan. Seperti Telkom, perusahaan migas, sampai kantor pemerintahan. “Saya melihat memang ada dua sisi. Yang pertama untuk mengembangkan talent. Yang kedua untuk mendorong start up,” kata dosen Universitas Mulia itu. Perannya yang besar dalam menggerakkan pemuda membangun start up, membuatnya diganjar pemerintah dengan Penghargaan Warga Berprestasi Bidang Teknologi Informasi. Penghargaan itu diterima Istiabudi pada HUT Kota Balikpapan ke-121, tahun 2018.   Mengatasi Bencana Lewat Aplikasi   Meski sudah banyak menyiapkan SDM dan melahirkan para developer, Istia Budi masih ingin berbuat lebih banyak untuk Balikpapan. Salah satunya membantu pemerintah mengatasi persoalan banjir dan pengelolaan sampah. Dengan bidang teknologi yang dia kuasai, dua problem klasik itu sedang dicarikan solusinya. “Saat ini masih dalam tahap progres. Targetnya, aplikasi ini akan diluncurkan Februari mendatang,” kata peraih berbagai sertifikat dari dalam dan luar negeri. Bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup, ia akan membuat aplikasi yang diharapkan dapat menggerakkan masyarakat memilah sampah. Konsepnya, pengguna aplikasi dapat memanggil petugas kebersihan untuk mengambil sampah yang sudah dipilah. Kemudian petugas akan menimbang, lalu membeli sampah yang sudah dipilah oleh warga. “Kerjasama ini melibatkan seluruh stakeholder. Ada DLH, bank sampah, Ketua RT dan terutama masyarakat,” ungkapnya. Jadinya, warga bisa memperoleh penghasilan dari memilah sampah. Dari penghasilannya itu, bisa untuk membayar keperluan rumah tangga. “Goal-nya, dari pemilahan sampah bisa bayar BPJS, beli minyak goreng beras atau listrik. Intinya untuk membayar keperluan keluarga. Bagi pemerintah, pemilahan sampah bisa mengurangi tumpukan sampah di tempat pembuangan,” kata dia. Lalu DLH yang menerima sampah organik, bisa mengolahnya menjadi pupuk kompos. Sistem ini juga bisa menjadi salah satu penilaian RT. Mana saja RT atau warga yang aktif akan terdata secara transparan. Ketua RT bisa melihat siapa warganya yang aktif memilah sampah. Sehingga baik warga maupun RT bisa mendapatkan reward. Di sisi lain, tumpukan sampah yang bekurang di TPS dapat mencegah banjir. “Karena sampah yang numpuk di TPS saat turun hujan bisa larut sampai parit. Akibatnya aliran air tersendat dan menyebabkan banjir,” jelasnya. Aplikasi yang dibuatnya bisa mencegah bencana itu. Dengan syarat, semua pihak berpartisipasi. (*)    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: