Indonesia Butuh Seribu Kapal Per Tahun 

Indonesia Butuh Seribu Kapal Per Tahun 

Proses pembuatan kapal SWATH di galangan milik PT Allvina Prima Galangan. (Dok Disway Kaltim) Peluang Bangkitkan Industri Galangan Kapal Kaltim   Samarinda, DiswayKaltim.com - Lesunya industri galangan kapal di Kaltim harus menjadi perhatian serius oleh pemerintah daerah. Pasalnya, jika geliat industri kapal Kaltim bisa dibangkitkan. Akan memenuhi kebutuhan kapal nasional yang mecapai 1.000 kapal per tahunnya. "Indonesia ini kan negara kepulauan. Jadi  kebutuhan kapal kita ini selalu ada. Ini kan pasar yang bagus kalau Kaltim mau masuk ke sana." kata Binsar Simangunsong, Analis Kawasan Industri Bidang Industri Disperindagkop Kaltim, beberapa waktu lalu. Disampaikan Binsar, dari 1.000 kebutuhan kapal nasional, hanya 100 yang mampu diproduksi dalam negeri. Alhasil, 900 sisanya, diimpor dari luar negeri. Peluang inilah menurut Binsar yang seharusnya bisa dimanfaatkan Kaltim. Jika daerah bisa membangun sentra industri galangan kapal, maka akan membantu memenuhi kebutuhan kapal nasional. "Kan jelas ini, pasarnya ada. Galangan kita juga banyak di sini, tinggal dipoles saja," tegasnya. Hanya yang menjadi persoalan industri kapal nasional masih sama. Mahalnya biaya produksi dalam negeri. Bahkan perbandingannya bisa mencapai 25 persen lebih mahal biaya produksi dibandingkan dengan ekspor dari Tiongkok dan Korea Selatan. Hal itu disebabkan biaya produksi kapal yang lebih murah di dua negara tersebut. Mereka, kata Binsar, memiliki industri baja murah dan insentif pembiayaan bank di bawah 10 persen. "Seharusnya pemerintah kita juga bisa melakukan itu. Agar industri kita bisa lebih bersaing," sebut Binsar. Pemerintah bisa menggandeng perbankan untuk memberikan skema kredit dengan insentif bunga murah. Dan menghapus pajak impor komponen - komponen mesin pada kapal. Hal ini dilakukan untuk menekan biaya produksi kapal dalam negeri. Sementara di Kaltim, industri galangan kapal sedang lesu. Dampak dari ketergantungan pada sektor batu bara. Maka seharusnya bisa menjadi evaluasi. Industri galangan kapal harus berdiri sendiri. Memiliki produksi dan pasar sendiri. Tanpa ketergantungan akan sektor lain. "Meski lesu, tapi galangan kapal kita masih bertahan, nih. Supaya mereka masih bisa eksis, dukungan apa yang bisa diberi pemerintah?," ungkap Binsar. Pertama yang memungkinkan adalah dalam hal regulasi. Melalui peraturan - peraturan yang memudahkan usaha galangan kapal daerah. Terutama terkait RTRW. Di Kaltim, menurut Binsar masalah tata ruang industri masih belum memiliki kejelasan. "Kan banyak galangan kapal kita terpencar. Ada di sini dan di sana. Tapi apa tata ruangnya sudah diperuntukkan untuk industri? Gak ada. Mereka sendiri yang urus," terangnya. Kedua, adalah fasilitas infrastruktur. Beberapa galangan kapal di Kaltim, tidak memiliki fasilitas memadai untuk mendaratkan kapalnya dari sungai ke lokasi galangan. Adanya Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMTSP) sedikit mempermudah urusan perizinan. Namun begitu, Binsar masih sering mendengar keluhan dari pengusaha, sulitnya persyaratan perizinan. Keribetan itu yang menghambat investasi di Kaltim. "Swasta ini kerjanya cepat, pemerintah harus bisa mengikuti ritme itu," sambungnya. Jika semua permasalahan itu bisa diperbaiki, maka prospek galangan kapal di Kaltim bisa semakin maju. Pendapatan daerah pun juga semakin meningkat. Sayangnya, paradigma itu belum terbangun di lingkungan pemerintah daerah. Padahal industri galangan kapal bisa menjadi salah satu alternatif  transformasi ekonomi. "Kan untuk kepentingan daerah kita. Bisa menyerap tenaga kerja dari kita juga," pungkasnya. Seperti pernah diberitakan, pengusaha industri galangan kapal harus putar otak agar bisa tetap bertahan. Mengingat, jasa pembuatan ataupun perbaikan yang selama ini didominasi klien dari sektor pertambangan menurun. Salah satu titik balik yang diharapkan memacu bangkitnya industri ini adalah produksi kapal jenis Small Waterplane Area Twin Hull alias SWATH. Yakni, desain kapal yang meminimalkan area penampang lambung di permukaan laut. Kapal jenis ini kabarnya belum pernah diproduksi di Asia Tenggara. Kaltim bisa jadi yang pertama. PT Allvina Prima Galangan, sedang melakukan tahap produksi pembuatan kapal jenis ini sejak Agustus 2019 lalu. Dan ditarget akan selesai pada Mei 2020 mendatang. "Ini pertama di Asia Tenggara. Singapura, Malaysia, Filipina, belum ada yang produksi. Ada produksi di Eropa sana. Indonesia yang pertama, dan itu di Kaltim," ujar Muhammad Ridwan Abdul Gani Najjar, direktur Teknik dan Marketing PT Allvina Prima Galangan, Selasa (25/2) lalu. Ridwan menjelaskan, ide awal pembuatan kapal ini adalah cara dia untuk mencari celah mengembangkan bisnis industri galangan kapal di tengah kondisi yang sedang lesu. Ia menyiapkan maket kapal dan menjualnya pada investor di luar negeri. Kapal yang rencananya akan diresmikan Presiden Jokowi ini mendapat investasi dari Malaysia dan akan diekspor ke Maldives setelah produksi selesai. (krv/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: