Merawat Sungai Karang Mumus dengan Tulus

Merawat Sungai Karang Mumus dengan Tulus

Sekitar 70 persen permukaan bumi terhampar air. Lebih dari 70 persen pula tubuh manusia terdiri dari air. Jika kualitas airnya rusak, maka rusak pula kehidupan manusia. Misman mencoba mencegah itu dengan cara merawat Sungai Karang Mumus.

nomorsatukaltim.com - MISMAN mempercepat langkah kakinya ketika tiba di Jembatan Kehewanan. Seragam sekolah dasar yang ia kenakan segera ditanggalkan. Buku yang sedari tadi terselip di pinggang belakang dilemparkan ke ilalang. Bersama tiga orang kawan, Misman memanjat pegangan jembatan. Mereka menerjang bengawan dengan berbagai gaya andalan. Ada yang salto belakang, adapula dengan jurus tendangan. Siang itu, Sungai Karang Mumus menunjukkan kemilaunya. Bening bercahaya, menjadi wahana bermain anak seumuran Misman. Bola mata Misman seketika berbinar saat mengenang masa kecilnya di Sungai Karang Mumus (SKM), 50 tahun silam. Ia lahir dan dibesarkan di Kota Tepian, Samarinda. Tepatnya di Jalan Kehewanan, yang kini bersalin nama menjadi Jalan Marsda A Saleh. Bukan berlebihan, Misman menyebut air Sungai Karang Mumus (SKM) kala itu bersih. Sangat jernih. Nyaris sebening sungai di wisata alam Kota Batu, Malang, Jawa Timur. Tak hanya itu, ia dan kawannya tak sungkan meminum air SKM. Itulah yang membuat anak-anak sekitaran Sungai Karang Mumus betah bermain di bengawan. Mulai pagi hingga petang. Sampai mata mereka merah dan membuat orangtua marah. Makanya, anak-anak yang berenang seharian itu digelari hantu banyu. Bermain hingga tak ingat waktu. Ia menuturkan, dulu belum ada rumah di pinggir sungai. Hanya ada rerumputan dan jembatan kayu. Setiap jembatan itu rusak, Misman dan kawannya membantu menyeberangkan orang dengan sampan. Upah yang didapat dibagi rata dengan pemilik perahu. Sungai Karang Mumus kala itu dalamnya hingga 15 meter. Sekarang, tak kurang dari 3 meter. Tahun 1980 menjadi titik awal kondisi SKM mulai terpuruk. Ini disebabkan gencarnya pembangunan yang mengabaikan kajian ekologis sungai yang semakin krisis. Ini menjadi api semangat Misman merawat SKM. Tantangan Misman begitu berat. Ia harus mengubah mindset masyarakat ibu kota Kaltim, yang menganggap Karang Mumus tong sampah. Awalnya ia melawan dengan video satire. Namun tak juga mempan. Guru teater itu beralih ke media sosial. Ia yang juga wartawan itu membuat tulisan yang menohok masyarakat dan pejabat. "Samarinda menyimpan kejorokan di sungai. Lebih baik selfie di antara sampah SKM ketimbang di sungai Eropa," tulis Misman di media sosial. Diksinya mendulang sorotan banyak orang. Sehingga semakin banyak warga bergabung di Gerakan Memungut Sehelai Sampah (GMSS) SKM yang digagasnya. "Saya dianggap menggarami lautan dan mencari muka," ujarnya. Pembuang sampah di sungai itu segala usia. Mulai dari anak-anak yang mampir ke tepian lalu melempar plastik es, hingga pedagang keliling yang setiap malam diam-diam melontarkan sampah. SKM jadi tak bertuan. Padahal sebutnya, di pemerintahan banyak pejabat yang membidangi urusan sungai. Di kampus ada program studi lingkungan. Miris. Sampai suatu hari ia menjadi pembicara di kantor gubernur. Ada ahli air dari kampus ternama di Benua Etam yang bicara soal sungai di Eropa. "Saya tanya ke dia, pernah turun ke SKM tidak? Jika tidak berarti hanya mendongeng. Teori belaka," kritiknya. Dari segala upayanya bersama GMSS, Misman diganjar sejumlah penghargaan nasional. Namun ada saja pejabat nyinyir yang mengatakan Sungai Karang Mumus masih kumuh malah diberi penghargaan. "Dia kira saya wali kota? Tujuan GMSS bukan menghabiskan sampah SKM. Tapi untuk menumpas kebiasaan buang sampah yang nyaris jadi budaya, terhadap air yang merupakan sumber kehidupan manusia dan makhluk Tuhan lainnya," papar Misman. Ia realistis saja. Mengedukasi masyarakat pinggiran sungai memakan waktu lama. Kawannya di Swedia menghabiskan 30 tahun untuk sosialisasi. Menginap di rumah warga. Diajarkan tidak buang sampah ke sungai hingga ke anak cucu. Sejak enam tahun lalu bergerak, Misman sadar rusaknya sungai lantaran pemda tidak sadar lingkungan. Buktinya, drainase yang bermuara ke SKM tidak disaring. Mestinya ada jebakan sampah di setiap pipa drainase yang menuju SKM. Sehingga yang menetes hanya air. Ia menegaskan, SKM bukanlah drainase. Beda dengan sungai di Jawa yang membantu mengendalikan bencana. Menurut Misman, SKM semestinya merupakan sumber air bersih yang sehat. Dikeruk sedalam apapun, tidak akan mengendalikan banjir. Sebab sebutnya, penyebab banjir bukan sungai yang meluap. Melainkan habisnya ruang air seperti bukit, lembah, dan rawa menjadi perumahan. "Bukit menyerap ribuan meter kubik air. Kalau lahan ini dikupas, jelas saja banjir," jelasnya. Sampah pun bukan penyebab banjir. Melainkan menjadikan jorok dan merusak kesehatan lingkungan. Dipaparkannya beberapa ruang sungai yang sudah dijajah itu. Semisal di Bengkuring, Jalan Pemuda, Jalan Gelatik, Universitas Mulawarman, Bandara APT Pranoto, dan lainnya. Kata Misman, boleh saja membangun rumah. Tapi harus beradab. Minimal desain rumah panggung. Rawa tak boleh diurug. Misman mencontohkan Belanda dan Venezuela yang beradaptasi dengan sungai. "Ketika banjir datang, mereka berpesta. Menyambut dengan berenang atau mendayung perahu. Setiap rumah tersedia sampan," kata Misman. Dijelaskannya, sungai yang sehat itu ada tumbuhan akuatik, agro foresty dan amfibi. Air yang jernih belum tentu sehat. Contohnya air di galian tambang. Tidak ada teknologi sehebat apapun yang mampu menyehatkan air, melainkan dengan cara alami. Yakni air hujan yang disaring vegetasi. SKM didominasi limbah kota seperti sabun dan lainnya. Masih ada saja yang membuang limbah ke sungai. Semisal di Pasar Segiri di setiap dini hari. Semestinya, sempadan harus steril dan alami. Sebab, produksi oksigen tersebar itu di laut dan sungai. Ada fitoplankton yang tak kasat mata. Organisme itu yang memproduksi oksigen besar-besaran. Hidupnya di permukaan air tawar, asin, dan payau. "Rawa juga tak boleh diganggu. Itu diciptakan Tuhan untuk menampung air bersih. Ketika kemarau panjang akan menetes ke sungai. Airnya sangat bersih dan sehat," pungkasnya. (hdd/yos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: