Serunya Hasrat Mengalahkan Uang
DiswayKaltim - Dalam sejarah sepakbola, tahun inilah pertama kalinya satu negara menguasai 2 final Eropa. Yakni UEFA Champions League (UCL) dan Piala Eropa. Dominasi Inggris ini seakan menunjukkan kekuatan finansial masih jadi faktor utama. Namun faktanya, di final UCL, finalisnya justru “biasa saja” dalam menggelontorkan uang. Pertanda passion alias hasrat dan rasa haus gelar jauh lebih berbahaya. Memang, UCL tahun ini memberikan hiburan sangat menarik. Tim kejutan Ajax Amsterdam bahkan bisa sampai semifinal. Dengan menghabisi tim langganan juara Real Madrid. Juga juara Italia Juventus. Langkah fenomenal Ajax secara mengejutkan dibalik oleh Tottenham Hotspur. Yang balik menang setelah ketinggalan agregat 0-3. Di sebelah, juga muncul Liverpool. Yang secara mengejutkan menggulung Barcelona. Juga setelah ketinggalan 0-3. Setelah balas mengamuk 4-0 di Anfield. Gebrakan Tottenham dan Liverpool ini segera tercatat dalam sejarah sepakbola. Final UCL sangat menunjukkan dominasi Liga Inggris. Ini adalah keempat kalinya terjadi all-English final dalam sejarah. Selain Tottenham vs Liverpool dan Chelsea vs Arsenal (Piala Eropa) tahun ini, dua lainnya yakni 1971/1972 Tottenham vs Wolverhampton (UEFA Cup) dan 2007/2008 MU vs Chelsea (final UCL). Memang DNA Eropa terasa di Liverpool. Sudah 11 trofi major diraih. Dengan 5 piala UCL di antaranya. Sementara Tottenham baru 3 trofi major. Di antaranya 2 Piala Eropa. Dan inilah peluang terbesar Tottenham mencatat sejarah. Jadi juara Piala UCL baru. Menariknya, ada kesamaan hasrat dalam pengelolaan Tottenham dan Liverpool. Selain keduanya masuk 10 besar tim dengan value perusahaan terbesar di Eropa, keduanya menunjukkan pengelolaan jangka panjang. Mengutamakan pengembangan tim dalam beberapa tahun terakhir. Menunjukkan kemiripan karakter antara kedua pelatih, Jurgen Klopp dan Mauricio Pochenttino. Keduanya telah mengubah wajah Liverpool dan Tottenham. Dengan karakter kuat yang fokus dalam pengembangan pemain. Ini membuat kedua tim tumbuh berbeda. Ketika kebanyakan tim besar mengeluarkan dana jor-joran membeli pemain elit, Liverpool dan Tottenham mengambil pendekatan yang lebih spesifik. Keduanya kerap mengambil pemain muda yang punya visi searah gaya permainan klub, dan dipadukan dengan strategi pengembangan tim jangka panjang. Mereka mengedepankan hasrat ketimbang uang. Salah satu bukti yang paling berkesan adalah ketika Klopp mengharamkan pemainnya menyentuh logo Anfield yang menjadi tradisi klub, sebelum mereka bisa meraih gelar. Ini adalah doktrin. Gaya ini pun juga diadopsi Ajax. Bila merujuk kalkulasi uang, Liverpool dan Tottenham jauh lebih hemat. Sebagai contoh, sejak diasuh Pochenttino pada 2014, Tottenham mengeluarkan EUR 325 juta untuk pemain baru. Sementara Klopp di Liverpool menghabiskan EUR 561 juta sejak 2015. Bandingkan dengan Barcelona yang mengeluarkan EUR 837 juta. Atau yang paling ekstrim, Ajax yang hanya mengeluarkan EUR 139 juta dalam 5 tahun terakhir. Yang menarik, sejak winter transfer window 2018, Pochenttino tak membeli pemain baru untuk Tottenham. Mereka asyik mengembangkan pemain muda yang ada. Pemain paling baru yang mereka beli adalah Lucas Moura, yang kemudian mencetak hattrick ketika mengalahkan Ajax. Di sisi Liverpool, selain menggodok pemain muda seperti Robertson (23) dan Alexander-Arnold (20), mereka juga melakukan good deal. Uang hasil penjualan Cautinho ke Barcelona, mereka keluarkan untuk membeli bek terbaik liga Inggris saat ini, Van Dijk, dan membeli kiper terbaik AS Roma, Allison. Keputusan penting pembelian pemain muda dan kejelian trade Liverpool dan Tottenham ini kemudian membuat mereka menjadi tim yang sehat. Buktinya cost to revenue Tottenham di angka 39 persen, sementara Liverpool 58 persen. Ajax di angka 57 persen. Di mana standar sehat bagi UEFA adalah di bawah angka 70 persen. Bandingkan dengan Barcelona yang berada di angka 81 persen. ANCAMAN KANE Terlepas dari analisa sisi klub, final UCL dipastikan makin seru dengan kabar terbaru kesiapan Harry Kane. Penyerang sekaligus kapten Tottenham itu ngotot tampil di final, dan mengklaim sembuh dari cedera ligamen yang diderita sejak kuarter final vs Manchester City pada 9 April lalu. “I’m ready to go,” kata Kane pada sejumlah media yang memantaunya dalam sesi latihan Tottenham, kemarin. “Sekarang saya serahkan ke manajer. Dia (Pochenttino) akan memilih strategi paling pas, namun saya tegaskan saya merasa dalam kondisi baik dan siap tempur,” tambahnya. Pochenttino pun menikmati perkembangan positif kondisi Kane. “Saya tidak menjamin dia siap 100 persen, namun bisa saja dia dimainkan atau minimal di bench. Tapi secara keseluruhan saya sangat senang dengan perkembangannya,” katanya. Meski demikian, Pochenttino tetap pada filosofinya. Yakni kekuatan tim, dalam menghadapi Liverpool pada Minggu, 2 Juni pukul 02.00 WIB dini hari live di RCTI. “Kane fit itu bagus. Tapi sepakbola adalah tentang spirit tim. Kolektivitas, dan juga takdir. Lihat saja langkah kami hingga final. Intinya kami akan berusaha mengalahkan Liverpool, dan kami akan mengalahkannya sebagai tim,” tutup Pochenttino. (bbc/grdn/che)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: