Marcia Ann
"Pada tahun 2020, Indonesia telah menerbitkan strategi nasional AI. Disebut Stranas KA (Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial). Itu akan menjadi panduan bagi Indonesia dalam mengembangkan AI antara tahun 2020 hingga 2045," katanya.
Menurut Prof Surya, Indonesia telah mendukung Prinsip AI G-20. Indonesia kini masih berada pada tahap awal pengembangan kebijakan AI. "Pemerintah belum mengembangkan regulasinya," ujarnya. "Pemerintah juga belum menciptakan lembaga AI yang diperlukan yang dapat dipercaya," katanya.
Indonesia, menurutnya, juga masih menghadapi tantangan dalam hal infrastruktur digital, sumber daya manusia, kerangka hukum, dan etika.
Namun, katanya, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi pemimpin di Asia Tenggara. Indonesia memiliki pasar digital yang besar, populasi muda yang kreatif, dan kekayaan data yang luas.
Indonesia, menurut Prof Surya, juga telah menunjukkan kemajuan dalam penelitian AI, pengembangan perangkat lunak AI, dan banyaknya investasi dari Venture Capital di AI.
Prof Surya mengutip sebuah studi yang dilakukan oleh International Data Corporation atau IDC Asia-Pacific Enterprise Cognitive. Menurut penelitian itu pada tahun 2018, Indonesia memiliki tingkat adopsi AI tertinggi di Asia Tenggara. Nilainya sebesar 24,6 persen. Diikuti oleh Thailand (17,1 persen), Singapura (9,9 persen), dan Malaysia (8,1 persen).
Studi tersebut menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat pertama di Asia Tenggara untuk AI. Namun, peringkat ini mungkin berubah seiring dengan perkembangan AI di negara-negara lain.
Prof Surya ini unik. Sekolahnya selalu di negeri. "Waktu itu saya lihat sekolah negeri di dekat rumah bagus-bagus," katanya. "Dan lagi, waktu itu, orang tua tidak sanggup membiayai sekolah yang mahal. Ayah pensiunan tentara tapi pangkatnya masih sangat rendah. Ibu buka warung kecil di depan rumah," katanya.
Setelah lulus dari SD Pulogadung 2 Sore, ia masuk SMPN 90. Lalu ke SMAN 12. Kuliahnya pun di Universitas Indonesia (UI) jurusan fisika.
Di gelar master dan doktor yang ia peroleh dari perguruan tinggi ternama di Amerika Serikat: Collage of William and Mary. Di Virginia. Waktu meraih gelar doktor fisika itu, nilai GPA-nya sempurna: 4.0.
Saya ingat anak Surabaya yang pernah saya temui di Singapura dan Shanghai. Maria Audrey Lukito atau Audrey Yu Jia Hui. Yang umur 16 tahun sudah meraih gelar doktor fisika dari perguruan tinggi yang sama. Dengan predikat summa cum laude. Sampai-sampai waktu ke Virginia saya sempatkan mampir ke kampus itu.
Anak Prof Surya juga kuliah di Collage of William and Mary. Yakni anak ketiga. Putri. Marcia Ann. Anak itu di usia 19 tahun sudah lulus S-1. Jurusan fisika. Juga di William and Mary tempat sang ayah ambil PhD dulu.
Marcia Ann kini sedang siapkan diri ambil S2. Juga di fisika. Ditambah akan ambil jurusan pendidikan.
Logika Marcia Ann bagus. Dia suka belajar sendiri. Dia belajar main gitar dari internet. Dia mampu bicara banyak bahasa. Juga belajar sendiri.
Marcia Ann suka mengajar. Memorinya sangat kuat. Dia sanggup menghafal nilai pi = 3,1415…. sampai ratusan digit tanpa pakai teknik memori yang digunakan banyak orang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: